Selasa, 02 Juni 2009

BOOMING GURU BERMUTU DI SEKOLAH DASAR TINGGAL TUNGGU WAKTU

Oleh : Nurali*

Hadirnya Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mendapatkan respon dari masyarakat. Terlepas respon positif dari kalangan guru maupun respon negative dari PNS lainnya yang merasa dianaktirikan Demikianlah seyogyanya jika bangsa Indonesia menginginkan rakyat yang cerdas, yang akan tetap survival dalam percaturan dunia global. Hanya gurulah yang mampu mengantarkan rakyat dalam kehidupan yang lebih bermartabat.
Pemerintah Daerah di masing-masing Provinsi, Kabupaten maupun Kota tampaknya cukup responsive terhadap UURI Nomor 14 Tahun 2005. Di Jawa Timur contohnya, dan seluruh Kabupaten yang ada, meresponnya dengan memberikan insentif terhadap guru yang ada khususnya guru-guru swasta. Dengan demikian, para guru, meskipun masih belum menjadi PNS sudah ikut merasakan kue manis yang disajikan UURI Nomor 14 Tahun 2005.
Persoalan yang muncul kemudian adalah setiap Satuan Pendidikan ramai-ramai melakukan rekrutmen guru honorer, sukarelawan atau apapun istilahnya dengan jumlah melebihi kebutuhan yang ada. Dalam pengamatan penulis, di tiap-tiap sekolah sekurang-kurangnya terdapat dua orang guru tenaga honorer, disamping guru PNS yang sudah disediakan pemerintah.
Guru-guru yang direkrut tersebut rata-rata memang masing masih muda, energik tentunya dapat dihandalkan kecakapannya dalam membantu penyelenggaraan Satuan Pendidikan. Apalagi bila Kepala Sekolah sudah menjelang usia pensiun sementara guru lainnya juga sudah tua, kehadiran guru honorer sangat diharapkan. Hanya saja, pola rekrutmen yang ada masih belum terbebaskan dari pola KKN serta belum adanya standar kompetensi sebagai pedoman.

BOOMING GURU
Kondisi tersebut masih berjalan aman dan lancar mengingat keberadaan guru di masing-masing satuan pendidikan masih belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Bila masing-masing Satuan Pendidikan telah berhasil memenuhi Standar yang ada maka dapat dipastikan akan timbul yang disebut “Booming Guru” atau ledakan jumlah guru.
Belum terpenuhinya jumlah guru khusunya di Sekolah Dasar meskipun telah adanya rekrutmen guru honorer disebabkan guru-guru yang direkrut belum memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan. Sementara di SLTP dan SMU banyak guru yang lebih suka mengambil jam minimal agar dapat lebih banyak mengajar di sekolah Swasta. Mereka tidak begitu memikirkan urusan kenaikan pangkat karena rata-rata pangkat mereka sudah tinggi.
Persoalan akhirnya muncul ketika dalam proses sertifkasi mempersyarakatkan jam mengajar minimal yang harus dilakukan oleh guru adalah 24 jam tatap muka. Karena dirasa hasil sertifikasi lebih menggiurkan dibandingkan mengajar di sekolah swasta, maka ramai-ramai meminta jam mengajar sesuai dengan ketentuan. Akibatnya terjadilah ledakan (booming) jumlah guru. Guru-guru yang sebelumnya hanya mengajar kurang dari 24 jam bahkan kurang dari perysratan minimal 18 jam meminta kewajibannya mengajar minimal 24 jam.
Di beberapa daerah persoalan yang timbul akibat booming guru sudah mulai tampak. Salah satu SMU di Surabaya dengan terpaksa memberhentikan beberapa guru honorernya karena kebutuhan gurunya telah terpenuhi. Di sekolah lainnya ada guru yang terpaksa tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak bisa memenuhi jam wajib mengajar 24 jam perminggu sebagaimana dipersyarakatkan pada Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2007.
Di Sekolah Dasar masih belum muncul persoalan yang menonjol. Hal tersebut disebabkan, guru honorer yang direkrut masih belum berkualifikasi S-1, masa kerja juga belum mencapai duapuluh tahun, para guru PNS pun juga masih banyak yang belum berkualifikasi S-1, sehingga belum mendapatkan jatah untuk mengikuti sertifikasi, Kemauan para guru honorer untuk mengajar di Sekolah Dasar lebih banyak didorong keinginan untuk mendapatkan surat tugas mengajar yang menjadi syarat untuk melanjutkan pendidikan di beberapa Lembaga Pengembangan Tenaga Kependidikan (LPTK), atau mendapatkan Surat Keputusan Bupati sebagai tenaga honorer yang nantinya berharap dapat diangkat sebagai PNS. Mendapatkan insentif mungkin tidak menjadi motivasi yang dominan.
Pada saatnya para guru honorer di Sekolah Dasar berikut guru PNS lainnya memiliki kualifikasi S-1, persoalan yang sama pasti akan datang juga. Saat ini rata-rata para tenaga honorer di Sekolah Dasar beserta guru PNS masih duduk di semester 4 – 6. beberapa guru lainnya bahkan belum melanjutkan ke jenjang S-1. Secara matematis dalam kurun waktu 2 sampai 4 tahun, para aparat pendidikan harus siap mengeleminir persoalan yang muncul.

BERMUTU
Sejalan dengan upaya peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Belandan mengadakan program BERMUTU (Better Education trouht Reformed Management Universal Teacher Upgrading) atau Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Peningkatan Kinerja Guru (Dugananda, File pelatihan). Program tersebut dianggap layak untuk dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Melalui program tersebut guru-guru masih dapat aktif melaksanakan pembelajaran di Satuan Penddikan masing-masing sekaligus terupgrade kompetesinya.
Program BERMUTU memberikan layanan kegiatan secara total baik kepada guru PNS maupun non PNS melalui kegiatan Kelompok kerja Guru (KKG) maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Output kegiatannya selain guru-guru tertingkatkan kompetensinya, hasil kinerjanya dapat diakomodasi melalui pengakuan LPTK sebagai bagian dari SKS yang sudah ditempuh. Kegiatan KKG dan MGMP menjadi salah satu primadona guna mempercepat pemerolehan kualifikasi S-1. Artinya Program Bermutu, juga menjadi salah satu penyebab percepatan pemerolehan kualifikasi akademis bagi para guru.
Selain melibatkan komponen KKG dan MGMP, para pejabat yang membina kedua organisasi tersebut juga dilibatkan, yaitu Kelopok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan Kelompok Kerja Pengawas sekolah (KKPS). Pada tataran lintas sektoral dilibatkan juga Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS). MKKS adalah sekumpulan Kepala Sekolah lintas jenjang yang berkumpul, bermusyawarah untuk menelorkan strategi dalam kegiatan KKKS, KKG maupun MGMP, sedangkan MKPS merupakan gabungan Pengawas Sekolah dari setiap jenjang pendidikan yang juga bermusyawarah dalam mementuka strategi pembinaan kepada komponen organisasi yang lebih kecil.

BOOMING GURU BERMUTU
Hasil dari kedua kondisi tersebut adalah melubernya jumlah guru, dan guru tersebut merupakan guru yang berkualitas. Guru berkualitas dihasilkan oleh program BERMUTU. Penigkatan kualitas melalui KKG dan MGMP diakui sebagai sebagai dari SKS yang harus ditempuh dalam peningkatan kualifikasi akademis S-1. ibaratnya plus kali plus menjadi kuadrat kualitas.
Kenyataan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan guru dalam jangka panjang memang sangat prospekstif, sebab para guru akan banyak terkurangi karena pension. Selanin itu di setiap Satuan Pendidikan akan tersediakan tenaga-tenaga yang handal dalam mengelola proses pembelajaran.
Resiko yang akan ditanggung adalah setiap satuan pendidikan akan kekurangan jam untuk memberikan porsi mengajar sekurang-kurangnya 24 jam. Secara matematis dapat dihitung, jumlah jam pelajaran secara standar sebanyak banyaknya adalah 201 jam pelajaran dalam satu minggu. Jumlah tersebut hanya cukup untuk mengakomodasi delapan orang guru plus Kepala Sekolah. Bila jumlah gurunya lebih banyak dari sembilan orang pasti akan menimbulkan komplain dari guru yang kurang dalam pembagian jam.
Bila kondisi tersebut dibiarkan pasti menimbulkan hal-hal yang tidak kondusif bagi pelaksanaan pembelajaran di Satuan Pendidikan yang bersangkutan. Kondisi satuan Pendidikan yang tidak kondusif mustahil menghailkan kualitas pembelajaran yang maksimal. Dikhawatirkan hasil program BERMUTU justru menghasilkan produk yang tidak bermutu. Meskipun tidak bermutunya produk tidak disebabkan oleh program BERMUTU secara langsung.

TUNGGU WAKTU
Konsep tunggu waktu pada sub judul tersebut tentunya mengandung dua pengertian. Pengertian pertama, bila tidak segera diatasi maka tunggulah waktu carut marutnya dunia pendidikan. Carut marutnya keadaan karena dipicu kondisi melebihnya jumlah guru yang tidak terakomodasi dalam proses sertifikasi. Carut marut juga disebabkan saling komplain antara guru satu dengan guru lainnya terkait kinerja yang dilakukan. Mungkin salah satu guru merasa memiliki kinerja yang baik tetapi tidak terakomodasi dalam sertifikasi, sedangkan guru lain yang dirasa kinerjanya kurang baik terekrut dalam sertifikasi.
Sisi positif bisa juga muncul dari sudur pandang pertama, mungkin setiap guru akan bersaing menunjukkan kinerja yang maksimal agar bila tiba giliran untuk sertifikasi tidak dikomplain oleh guru lain. Mereka akan berlomba mengelola pembelajaran sesuai dengan pemahaman yang telah didapatkan melalui upgrading pada program BERMUTU. Bila hal tersebut yang terjadi maka dampak positiflah yang akan didapatkan. Antar Satuan Pendidikan berlomba-lomba dalam kebaikan. Hasilnya tentu akan sangat memuaskan.
Pengertian kedua tersirat sebuah harapan, marilah kita tunggu waktu yang tepat agar Dinas Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/kota yang memiliki persoalan senada segera mengambil kebijakan yang diperlukan. Kebijakan yang dibutuhkan adalah penstandaran jumlah guru pada setiap Satuan Pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Bila memang nantinya terjadi penstandaran oleh masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota seyogyanya setiap Satuan Pendidikan juga mendukung dan melaksanakan.
Bila upaya penanganan dalam bentuk penstandaran kebutuhan ideal guru setiap Satuan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten masing-masing tidak direspon dengan baik, maka tunggu waktu, kehancuran akan segera datang! Namun demikian, sesuai dengan norma yang berkembang di dunia pendidikan suasana kondusif itulah yang diharapkan. Tentunya segenap insan pendidikan akan selalu menunggu waktu agar program BERMUTU benar menjadikan guru semakin bermutu yang terimplikasi pada siswa yang juga bermutu. Mari kita tunggu, semoga!

Ancol, 3 Juni 2009
Wong Lemu.

1 komentar:

  1. Betul juga bang, sekarang peminat untuk menjadi guru naik 1000%, lihat peminat spmb 2009, peminatnya di UNS melebihi jurusan kedokteran

    BalasHapus