Kamis, 09 Juli 2009

Diklat

Hand Out

KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PENDIDIK


Disajikan dalam rangka Diklat Cakep
1 - 6 Desember 2006
Di Hotel Wijaya Jombang




















Oleh :
Nurali, S.Pd., M.Si
Pengawas Satuan Pendidikan
Kab Jombang





PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
DINAS PENDIDIKAN
Jalan Patimura Nomor 5 telp 861827





Kepala Sekolah Sebagai Pendidik[1]
Oleh : Nurali, S.Pd., M.Si.
Pengawas Satuan Pendidikan
Kabupaten Jombang

Pokok Materi :
Ruang Lingkup Tugas dan Kemampuan yang harus dimiliki Kepala Sekolah :
Prestasi Sebai Guru
Kemampuan membimbing guru
Kemampuan membimbing karyawan
Kemampuan membimbing siswa
Kemampuan membimbing staff
Kemampuan mengikuti perkembangan IPTEK
Kemampuan memberikan contoh mengajar

Uraian Materi
Selayang Pandang
Era otonomi daerah membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pendidikan. Para penyelenggara sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi dituntut mengaktualisasikan kiemampuan dirinya untuk tetap survive dalam menghadapi tantangan global di dunia pendidikan. Betapa tidak, era otonomi daerah telah membagunkannya dari tidur nyenyak dan mimpi gemerlap kemampanan keadaan. Betapa tidak! Jauh sebelum otonomi digulirkan para penyelenggara sekolah khususnya Kepala Sekolah tidak usah bersibuk ria mengelola sekolah dengan seribu macam kegiatan Semua kegiatan telah digulirkan terstruktur dari pusat hingga daerah. Kini masa-masa itu telah berlalu. Semua perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berpulang pada sosok Kepala Skeolah sebagai penaggungjawab kegaiatan belajar mengajar di Sekolah.
Senada dengan era yang menyertai, paradigma kemapanan yang terproteksi harus berubah menjadi kemapanan karena kemandirian. Kepamapanan karena jatidiri sebagai sosok pengelola sekolah yang berdaya, progresif menyongsong hari depan dengan semangat meningkatkan martabat bangsa melalui pendidikan. Tanpa penemuan kembali, jatidiri yang telah lama tenggelam akan hilang selamanya. Ibarat peperangan, genderang telah ditabuh, saatnya bangkit menyongsong tantangan, merubah paradigma ketergantungan menjadi kemandirian. Meraih impian menjadi kenyataan dengan pemberdayaan segenap komponen Sekolah.
Oleh karenanya, model perilaku kepala sekolah yang sering berguman dalam diam, ’Sekolah adalah aku’ harus dieleminir. Permasalahan tidak lagi harus dihindarkan tetapi dimanage untuk dijadikan kekuatan, instruksi harus berubah menjadi koordinasi. Out put kegiatan bukanlah ending dari setiap kegiatan bila prosesnya tidak dilalui secara alamiah dan cerdas. Sekolah adalah komunitas kehidupan yang memiliki visi dan misi yang sama dalam mencerdaskan anak bangsa di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah. Dan yang pertama harus dilakukan Kepala Sekolah tentunya adalah menjadi pendidik yang baik, baik bagi anak didiknya, bagi pendidiknya dan bagi dirinya sendiri.

Kepala Sekolah adalah Pendidik
Di antara berbagai kesibukan yang harus dilakukan, ada satu yang tidak bisa ditinggalkan. Karena tugas tersebut terimplikasi ke dalam semua tugas pokok dan fungsi Kepala Sekolah. Tugas tersebut adalah Kepala Sekolah sebagai pendidik. Tugas Kepala Sekolah sebagai pendidik memiliki representasi sebagai berikut: 1) Prestasi Sebagai Guru, 2) Kemampuan membimbing guru, 3) Kemampuan membimbing karyawan, 4) Kemampuan membimbing siswa, 5) Kemampuan membimbing staff, 6) Kemampuan mengikuti perkembangan IPTEK, dan 7) Kemampuan memberikan contoh mengajar.
1. Prestasi Sebagai Guru
Prestasi sebagai guru dimaknai bahwa Kepala Sekolah merupakan seorang guru. Pemahamannya guru yang telah melaksanakan tugasnya baik secara administratif maupun secara substansial yang bisa ditiru dan diteladani oleh pendidik di skeolahnya. Melalui tampilan sosok guru yang bisa diteladani karena pekerjaan yang telah dilaksanakan itulah selanjutnya Kepala Sekolah disebut sebagai pengejwantahan guru yang berprestasi.
Pemaknaan pestasi sebagai guru tidak serta merta harus dibuktikan dengan segudang prestasi muridnya, atau penghargaan karena berbagai even lomba atas kecakapannya. Melainkan prestasi yang diyakini oleh lingkungan sekitar sekolah karena dedikasi dan loyalitasnya terhadap tugas. Betapa mengagumkan bila seorang Kepala Sekolah harus datang pagi pagi ke sekolah karena memberikan tambahan pelajaran, dan keberangkatan tersebut disaksikan para orang tua yang secara bersamaan juga berangkat ke sawah, atau malam-malam mengadakan home visit kepada orang tua murid saat orang tua lainnya sudah menjelang lelap. Hal inilah yang sebenarnya disebut sebagai prestasi yang tercatat di hati para orang tua.
Secara sederhana, prestasi kepala sekolah sebagai guru dapat dimaknai sebagai Kepala Sekolah yang tetap melaksanakan pekerjaan guru, sesuai peraturan dan perundang-undangan yang ada. Kepala Skeolah harus memiliki jadwal mengajar yang pasti, menyusun Promes, Silabus, RPP, menilai, mnganalisis, melakukan perbaikan, dan melakukan pengayaan sesuai dengan Mata Pelajaran yang diampunya. Kepala Sekolah sebagai pendidikpun pada saatnya diharapkan untuk mau dan mampu memberikan bimbingan kepada siswa yang bermasalah.

2. Kemampuan Membimbing Guru
Kemampuan membimbing guru diartikan mampu memahami permasalahan yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar serta memberikan pemecahan atas masalah yang dihadapi guru. Kemampuan membimbing guru ini sangat diprlukan, mengingat setiap manusia memiliki titik lemah. Meskipun di sisi laion memiliki sejumlah kelebihan. Pada titik yang lemah inilah diharapkan Kepala sekolah mampu memberikan pencerahan sehingga kelemahan yang ada dapat ditutup.
Guru yang memiliki masa kerja panjang dengan tugas pada suatu kelas secara terus menerus mungkin sudah sangat paham dengan materi yang akan diajarkan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi guru-guru baru, guru-guru yang melaksanakan tugas secara berkelanjutan bergiliran mengikuti kelas yang dibinanya, guru-guru yang baru diangkat atau tenaga sukarelawan, memerlukan pertimbangan-pertimbangan dalam memberikan materi pelajaran. Mata Pelajaran PKn misalnya, setiap saat mengalami perubahan, bahkan dapat dikatakan setiap lima tahun pasti mengalami perubahan.
Di kelas enam terdapat kompetensi dasar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara sesuai dengan UUD 45 yang diamandemen. Salah satu di antaranya adalah Mahkamah Konstitusi dengan tugas, wewenang dan kewajibannya. Materi tersebut perlu pemahaman secara intensip karena menyebut tugas MK sebagai pemutus akhir perkara, harus diawali dengan persidangan persidangan sebelumnya secara berjenjang. Nah, dalam porsi tersebut apakah perlu dijelaskan secara mendetail rentetan perkara mulai sidang awal dan selanjutnya, atau hanya disebutkan tugas dan wewenangnya saja tanpa menyebut urutan. Sementara untuk urutan dibiarkan hingga anak masuk pada jenjang yang lebih tinggi sehingga mengetahui dengan sendirinya.
Di kelas enam untuk mata pelajaran IPA juga terdapat ciri-ciri masa remaja yang diantaranya menstruasi. Sejauh mana materi ini ruang lingkupnya diberikan kepada anak. Apakah perlu pemisahan antara anak laki-laki dengan anak perempuan dalam pelaksanaan KBM nya. Hal inilah yang sangat memerlukan pertimbangan guru guru senior, di antaranya adalah Kepala Sekolah.
Kemampuan Kepala Sekolah dalam membimbing guru ini tentunya dapat dilaksanakan dengan baik apabila Kepala Sekolah juga melaksanakan tugasnya sebagai guru. Tanpa melaksanakan tugas sebagai guru, maka bila hendak membimbing guru tentu bagaikan pepatah jauh panggang dari api. Hal ini bisa dilihat dari fenomena yang ada di sekeliling kita, mungkin masih banyak Kepala Sekolah yang hanya mengajar bila ada guru yang berhalangan hadir, amatilah bagaimana cara mengajarnya, cara berbicara di depan anak didik. Tentu akan berbeda dengan Kepala Sekolah yang melaksanakan tugas mengajar secara rutin. Kerangka kemampuan ketika melaksanakan tugas mengajar inilah yang nantinya juga menjadi frame dalam membimbing guru.
Kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam membimbing guru meliputi sejumlah tugas yang dilaksanakan oleh guru, seperti menyusun promes, silabus RPP. Penilaian, analisis dan seterusnya. Bagaimana mungkin Kepala Sekolah mampu menyusun Promes bila dia sendiri tidak pernah menyusun promes? Bagaimana Kepala Skeolah mampu membimbing menyusun Silabus dan RPP bila selama ini belum pernah melakukan penyusunan Silabus dan RPP. Kiranya beberapa hal tersebut dapat dijadikan cermin bila hendak melaksanakn tugas dalam membimbing guru.


3. Kemampuan Membimbing Karyawan
Sekolah tentu memiliki karyawan, apapun bentuknya dan berapa pun jumlahnya. Sekurang-kurangnya ada penjaga di sekolah. Penjaga inilah satu-satunya karyawan yang harus dibimbing dalam melaksanakan tugasnya. Meskipun dalam struktur organisasi sekolah berada pada tataran yang paling rendah, ia adalah manusia, punya harkat dan martabat, ingin dimanusiakan juga. Dan merupakan rangkaian dari suatu sistem dari tata laksana sekolah.
Sebagai bagian dari sebuah sistem dia adalah komponen yang ikut bersama-sama membangun kelangsungan sekolah. Pernahkah anda bayangkan seorang penjaga yang memboikot pelaksanaan sekolah, kemudian dia mengunci sekolah sehari saja, apa yang terjadi? Bukankah kelangsungan proses belajar mengajar akan terganggu, meskipun para penjaga kita tidak pernah sekalipun memikirkan hal tersebut. Dari sinilah seharusnya para Kepala Sekolah harus memulai menata diri dalam membimbing karyawan.
Para penjaga sekolah kita lazimnya melaksanakan tugas membuka sekolah di pagi hari, menyapu halaman, serta menutupnya di siang hari. Melakukan pengamanan di malam hari, sereta beberapa kerusakan yang ada di sekolah sering diminta untuk membetulkannya. Sederhana sekali dan rasanya terlalu ringan untuk dipandang, sehingga kita hanya memandang sebelah mata akan peran dan fungsinya.
Tugas Kepala dalam membimbing karyawan adalah memderdayakan tenaga yang ada untuk dapat bekerja secara maksimal dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Kepala Sekolah dapat memberdayakannya dengan memberikan rincian tugas pokok dan fungsi yang jelas, terukur dan proporsional. Rincian-rincian tugas pokok dan fungsinya tergantung kebutuhan penyelesaian pekerjaan yang ada. Dalam hal ini Kepala Sekolah dapat membagi wilayah pekerjaaan menurut waktu, misalnya apa yang harus dikerjakan setiap hari, mulai membuka pintu sekolah, membersihkan halaman, kamar mandi, ruang kelas, meminta catatan siswa yang tidak masuk dari tiap-tiap kelas, menutup pintu dan menguncinya, serta mengamankan di waktu malam. Pekerjaan yang harus dikerjakan setiap minggu misalnya mengkontrol bak sampah, rumput atau perdu yang ada di lingkungan sekolah, mengamati seluruh ruang kelas yang ada mulai dari bangku, gambar-gambar yang tidak bagus penataannya, papan tulis yang rusak, atap yang sudah mulai lapuk. Pekerjaan tiap bulan misalnya mengirim lapor bulan, membersihkan alat peraga yang ada, mengkontrol saluran air di sekolah, menkontrol seluruh lingkungan sekolah, atap sekolah yang masih dalam keadaan baik.
Pekerjaan tersebut tidak mutlak harus dilakukan penjaga, bisa juga ditambah tugas lain, atau bisa juga dikurangi. Sekali lagi prinsip proporsional harus tetap dilaksanakan. Bila karyawan memiliki skill lebih dari sekedar pekerjaan kasar tentunya dapat diberdayakan lagi. Sebab karyawan sekolah yang ada sebagian besar berusia muda, tentunya dapat meniti karier lebih tinggi bila memiliki ketrampilan dan kemampuan yang lebih. Dalam hal ini motivasi Kepala Sekolah menjadi salah satu jembatan untuk berkarya lebih baik lagi bagi karyawan sekolah.

4. Kemampuan membimbing siswa
Kemampuan membimbing siswa dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu membimbing siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, Membimbing Siswa dalam bentuk tambahan pelajaran, dan membimbing siswa dalam bentuk ekstra kurikuler atau pengembangan diri. Membimbing siswa dalam kegiatan belajar difokuskan pada pembinaan anak yang bermasalah dalam pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Misalnya Kepala Sekolah mengampu mata pelajaran Matematika, masalah-masalah yang dihadapi anak dalam mata pelajaran Matematika harus dapat dibimbing dengan baik. Mulai penguasaan konsep, pemahaman dan aplikasinya harus dikuasai beanr oleh Kepala Sekolah. Kepala Sekolah dalam hal ini dapat juga memberikan bimbingan belajar secara pribadi pada jam-jam kosong kepada anak-anak yang benar benar belummenguasai konsep tertentu dalam mata pelajaran yang dibinakan.
Membimbing siswa dalam pemberian pelajaran tambahan merupakan pengayaan dari mata pelajaran yang diampu pada kegiatan belajar mengajar. Dalam hal tersebut tentunya memiliki perbedaan yang specifik dengan kegiatan pembelajaran biasa. Bila pembelajaran biasa Kepala Sekolah menyajikan konsep secara linier sesuai urutan KD dalam Standar Isi, dalam pemberian bimbingan pelajaran tambahan harus masuk pada wilayah kiat-kiat pengerjaan soal. Misalnya perkalian cepat, pembagian cepat, rumus-rumus alternatif yang mempermudah anak mengerjakan soal dan sebagainya.
Membimbing siswa dalam kegiatan pengembangan diiri ini memerlukan ketrampilan khusus. Kepala sekolah yang pernah ikut kursus mahir dasar Pramuka dapat menjadi pembina Pramuka, mungkin yang menguasai seni tari, seni musik, teater, atau memiliki ketrampilan membuat handicraft dapat dijuga diberikan kepada anak didiknya. Bimbingan yang bersifat umum kadang juga perlu n untuk dimiliki Kepala Sekolah, misalnya melatih Upacara Bendera, menjelang lomba puisi, menyanyi,melatih gerak jalan dan sebaginya. Mengapa Kepala Skeolah harus bisa melakukan, sebab secara nyata Kepala Sekolah memiliki waktu lebih banyak dibandingkan para guru.

5. Kemampuan membimbing staff
Pengertoan staff pada dasarnya tidak berbeda dengan karyawan. Pengertian Staff sering dibrikan kepada pekerja yang ada di kantor, sementara karyawan adalah mereka yang ada di lapangan. Sebenarnya secara umum masih dalam kategori yang sama yaitu karyawan. Hanya saja bila diberi istilah staff maka merujuk pada tata usaha sekolah.
Tata usaha merupakan salah satu tenaga yang dibutuhkan di Sekolah Dasar dan hal ini telah diatur dalam PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 35 tentang Standar Tenaga Kependidikan. Dikatakan disana bahwa Tenaga kependidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah (Pasal 35 Ayat 1 huruf b). Namun demikian, apakah dengan demikian sudah mutlak dapat dipenuhi, tentunya harus dilakukan analisis atas pekerjaan yang ada di sekolah. Bila sebuah Sekolah memiliki jumlah ruang kelas yang besar tentunya dapat diupayakan pemenuhannya, tetapi bila sebaliknya justru akan menimbulkan pemborosan dana dan tenaga.
Bila secara kebetulan sebuah Sekolah memiliki kelas yang besar minimal dua kali dari jumlah konvensional maka dapat diangkat tenaga dministrasi. Dalam hal tersebut Kepala Skeolah nharus mampu mengembangkannya agar dapat bekerja secara maksimal untuk mendukung keberhasilan pendidikan. Harus diingat bahwa semua komponen pekerja yang ada di sekolah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan sekolah. Tugas pokok dan fungsi semua komponen juga dalam rangka mendukung kemajuan sekolah. Hanya karena adanya sekolah maka mereka ada. Jadi bukan adanya tenaga yang membuat pengadaan sebuah sekolah.
Pembimbingan terhadap staff dapat dilakukan mulai dari inventarisasi pekerjaan yang ada, kemudian menyusun job description penugasan pada staff, dan diakhiri dengan evaluasi atas kinerja yang diberikan. Dalam hal pemberian bimbingan agar berlangsung secara jujur, adil dan memiliki output yang terukur perlu dibuat buku kendali kerja. Buku ini memuat, pekerjaan apa yang dilakukan, kapan pekerjaan itu diberikan, kapan harus diselesaikan, kepada siapa tugas itu diberikan dan bagaimana hasil pekrjaannya. Pada setiap akhir bulan diadakan evaluasi, berapa kali mendapatkan disposisi untuk melakan pekerjaan, bagaimana pekrjaan diselesaikan, tepat waktu, mundur, atau tidak dikerjakan sama sekali. Atas dasar hasil catatan pada buku kendali kerja dapat diberikan pembinaan sesuai permasalahan yang dihadapi para staff.
Untuk itu diperlukan kecermatan Kepala Sekolah dalam menyusun job deskription, dipahami benar kemampuan masing-masing staff yang ada, serta kapasitas pekerjaan yang harus dilakukan. Jangan pernah dilakukan staff yang lebih rendah tingkatannya mengerjakan pekerjaan yang bukan porsinya, hal ini akan menimbulkan preseden yang tidak baik, kecuali dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan harus dikerjakan oleh seorang bawahan.
Bentuk lain dalam pengembangan dan pembimbingan staff termasuk juga karywan dan guru dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalisme misalnya diklat, seminar, lokarkarya. Pembinaan karir dan juga pembinaan kesejahteraan. Ketiga hal tersebut merupakan persoalan mendasar yang menyentuh kepentingan para staff. Bila Kepala Sekolah tidak peka terhadap tiga hal tersebut, dikhawatirkan pembinaan yang dilakukan akan mencapai titik balik. Tidak menjadikan berhasil justru merusak kondisi baik yang sudah tercipta.

6. Kemampuan mengikuti perkembangan IPTEK
Kemampuan mengikuti perkembangan IPTEK sangat dituntut dari seorang Kepala Sekolah. IPTEK merupakan pintu ke arah perkembangan keilmuan yang tentunya harus segera diadaptasi oleh segenap komunitas sekolah, utamanya dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar. Sebagai contoh dalam hal pengembangan bahan ajar, tidak lagi harus bersumber dari buku teks, tetapi dapat juga mengakses materi melalui internet, melalui cakram datar yang diproduksi oleh pusat pembelajaran, dan sumber lain yang relevan.
Mengingat pintu pengetahuan yang sedang berkembang menuntut penguasan perangkat teknologi komunikasi maka Kepala Sekolah pun harus menguasai perangkat teknologi dimaksud. Tapa penguasaan piranti pembuka tersebut akan sangat sulit untuk mengakses informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, bila sebelumnya perangkat teknologi informasi merupakan barang langka dan mungkin luks, kini harus menjadi sebuah kebutuhan. Selain itu, alat tersebut juga sangat membantu tugas-tugas yang harus dikerjakan Kepala Sekolah.
Mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi sebenarnya merupakan pekerjaan yang sangat luas. Pengembangan keilmuan tersebut tidak hanya bersifat akademis saja, tetapi juga hal-hal yang praktis, seperti bagaimana menyetek adenium, euforbia, serta tanaman-tanaman lain. Pengetahuan-pegetahuan praktis tersebut selain akan dapat memebrikan kontribusi secara pribadi juga dapat dijadikan life skill bagi anak didik dan mungkin juga income bagi skeolah. Oleh karena itu tidak ada salahnya bila mendapatkan ilmu semacam itu. Akhirnya juga dapat memberikan kontribusi baik secara pribadi maupun kelembagaan.

7. Kemampuan memberikan contoh mengajar
Kemampuan membeirkan contoh mengajar merupakan representasi dari tugas Kepala Sekolah sebagai pendidik. Bila dia melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan baik, tentunya memberikan contoh mengajar tidak perlu dilakukan lagi. Memberikan contoh mengajar diberikan kepada guru yang kurang mampu mengelola pembelajaran, dan dia harus diberikan contoh mengajar. Bila Kepala Sekolah telah melaksanakan pembelajaran dengan baik, guru akan langsung bisa mengamati bagaimana Kepala Sekolah mengajar tanpa harus memberikan contoh secara langsung. Di sinilah sebenarnya pentingnya kepala Sekolah melaksaakan trugasnya sebagai guru.
Boleh jadi memberikan contoh mengajar dapat dilakukan dengan baik oleh guru, akan tetapi letak persoalannya pada kesungguhan dalam bekerja seorang Kepala Sekolah. Minimal Kepala Sekolah harus bisa berbuat sesuai dengan yang telah disampaikan, sehingga tidak muncul perkataan, bisanya Cuma omong saja, nyatanya disuruh emberi contoh tidak bisa’. Bila hal tersebut muncul maka Kepala Skeolah tidak memiliki nilai lebih di mata anak buahnya. Tetapi bila mampu membeikan contoh menajar dengan baik, maka kehormatan dan kepercayaan akan muncul lebih besar dari anak buahnya, utamanya para guru.
Oleh karena itu, bila pada saatnya harus memberikan contoh mengajar, maka Kepala Skeolah harus memeprsiapkan dengan baiknya. Bila perlu berdiskusi dengan teman sesama Kepaal Sekolah agar lebih mantap dalam memberikan contoh mengajar. Bukankah ada KKKS yang memiliki tugas membantu Kepala Sekolah dalam menyelesaikan tugas Kepala Sekolah yang memiliki masalah. Kelompok tersebut harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Tugas Guru, itu Apa?
Berdasarkan kepmendibud 025/U/1995 tentang Petunjuk Teknis Jabatan fungsional Guru dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa tugas guru sekruang-kurangnya ada enam, yaitu menyusun program, melaksanakan program, menilai, melakukan analisis, perbaikan dan pengayaan. Program-program dimaksud berupa program pembelajaran yang meliputi Promes, Silabus, dan RPP. Dalam RPP itu sendiri includ persoalan penyusunan alat evaluasi dan penentuan langkah pembelajaran. Pada handout ini akan diuraikan seacara sederhana penyusunan promes, silabus, dan RPP.

1. Program Semester
Program semester disusun oleh guru atau kepala Sekolah sebagai guru di awal semester. Program semester berupa perencanaan waktu yang dibutuhkan dalam menyampaikan kompetensi dasar dalam satu semester. Perencanaan waktu tersebut dibuat dengan mempertimbangkan minggu efektif dalam satu semster, kegiatan-kegiatan non pembelajaran yang harus diikuti sekolah, hari efektif fakultatif, serta hari lain yang tidak memungkinkan dilakanakan pembelajaran.
Cara sederhana yang dapat ditempuh adalah dengan menghitung jumlah KD yang ada dalam satu semester, menghitung jumlah minggu efektif dalam satu semster termasuk jumlah jam pelajaran tiap Mata pelajaran. Selanjutnya jumlah jam dalam satu semester tersebut dibagi jumlah kompetensi dasar yang ada, dan ditemukan alokasi waktu untuk masing-masing kopetensi dasar. Cara sederhana ini masih menganggap kompetensi dasar dengan keluasan materi yang sama, belum dilakukan analisis secara mendalam terhadap ruang lingkup materi. Setelah ditemukan angka angka dasar dari hasil pembagian tersebut, dapat dijadikan bekal untuk menambahkan alokasi waktu tiap KD setelah melakukan analisis secara mendalam.
Misalnya :
Jumlah Komtensi Dasar (KD) dalam satu semester ada 12
Alokasi waktu untuk mapel tersebut 4 jam
Minggu efektif yang tersedia 17 minggu
Maka jumlah jam pelajaran dalam satu semester tersebut adalah 4 jam x 17 minggu = 68, untuk itu alokasi waktu tiap-tiap KD adalah 68 : 12 = 5 atau 6 jam termasuk di dalamnya kegiatan ulangan, perbaikan dan pengayaan. Alokasi yang 5 atau 6 jam tiap KD dapat ditambah atau dikurangu setelah dilakukan analisis keluasan pengembangan bahan ajar pada tiap-tiap KD.
Cara tersebut dapat dikatakan cukup sederhana. Kepala Sekolah sebagai guru dapat menggunakan cara lain yang lebih tepat dengan menyesuaikan pada situasi kondisi yang ada. Kondisi yang ada misalnya, mengajar Kelas VI untuk Mata pelajaran Matematika, KD selama satu tahu disampaikan seacara keseluruhan pada semester 1, sedangkan semester 2 khusus membahas soal-soal Ujian l, guna menghadapi UASBN misalnya. Hal tersebut juga merupakan program pembelajaran yang disusun oleh Kepala skeolah sebagai guru.
Berdasarkan Program Semester yang telah dibuat oleh Kepala Sekolah selanjutnya dijadikan acuan dalam menyusun Silabus. Bekal alokasi waktu akan memberikan kemudian dalam mengitung jumlah jam tiap KD yang harus dituangkan dalam Silabus. Dengan menyusun Program Semester satu langah awal telah diselesaikan dalam mempersiapakan program pembelajaran.

2. Menyusun Silabus
Silabus dapat dimaknai sebagai garis-garis besar kegiatn yang dilakukan dalam pembelajaran. Pengertian secara rinci sebagaimana tertuang dalam panduan penyusunan silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus dibuat guna menjawab pertanyaan pertanyaan, kompetensi apa yang harus dikuasai siswa, bagaimana cara mencapainya serta dengan apa kompetensi tersebut diukur. Bila telah disusun Silabus, maka ketiga pertanyaan tersebut telah dijawab. Pedoman penyusunan Silabus diatur dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Komponen yang terdapat dalam silabus meliputi : Identitas Mata pelajaran atau ema pelajaran, SK, KD, Materi pembelajaran, Kegiatan pembelajaran, Indikator Pencapaian Kompetensi, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar. Dari komponen tersebut selanjutnya dapat dibaca garis garis besar langkah kegiatan yang akan dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran. Dari beberapa komponen tersebut selajutnya dipresentasikan dalam bentuk matrik, agar pemahamannya lebih konsisten. Matrik dimaksud adalah sebagai berikut :
Format Silabus
Identitas SilabusMata pelajaran :
Kelas/Semester :
Standar Kompetensi :

KD
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber Belajar








Pola pikir yang dapat dikembangkan dalam menyusun silabus setelah mengutip identitas, SK dan KD adalah sebagai berikut: setelah mengutip KD diiembangkan pertanyaan, indikator apa saja yang. menjadi penanda penguasaan kompetensi. Indikator-indikator tersebut selanjutnya dikembangkan dalam bentuk materi ajar. Bila materi ajar sudah tersusun, dikembangkan pertanyaan, dengan cara bagaimana yang dikembangkan guru agar indikator kompetensi dapat dikuasai siswa sehingga kompetensi dasarnya juga dapat dikuasai.
Langkah berikutnya adalah menyusun alat penilaian, pertanyaan yang dimunculkan adalah dengan cara apa indikator pencapaian KD dapat diukur, dan butuh waktu berapa lama untuk menguasai indikator yang telah dikembangkan, setelah itu, dari mana sumber belajar didapat guna mendukung pencapaian kompetensi dasar. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat ditulis jawabannya dengan tepat maka jadilah sebuah silabus yang merupakan langkah pokok dalam pembelajaran.
Aplikasi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut kurang lebih demikian :

SK
Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya
KD
Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu

Pertanyaan yang dikembangkan adalah apa saja ciri-ciri anak yang menguasai (indikator) Kompetensi Dasar di atas?. Ciri-ciri anak yang menguasai kompetensi (indikator) di atas adalah yang mampu :
1. menyebutkan contoh benda padat
2. menyebutkan contoh benda cair
3. menyebutkan contoh benda gas
4. menyebutkan sifat bentuk benda padat
5. menyebutkan sifat bentuk benda cair
6. menyebutkan sifat bentuk benda gas
Berdasarkan indikator tersebut kemudian dapat disimpulkan materi yang akan di ajarkan. Sesuai contoh, dari enam indikator yang ada sebeanrnya dapat dibagi dalam dua garis besar yaitu bentuk benda dan sifat benda. Maka pada materi pelajaran cukup dituliskan garis besar dari jabaran indikator yang ada, yaitu contoh benda padat, cair dan gas, serta sifat benda padat, cair dan gas. Kedua bahasan iyulah yang dituliskan pada materi ajar.
Penyusunan indikator itu sendiri dapat dibuat dengan mendasarkan diri pada beberapa konsep. Ada yang memulai dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, dsb. Ada juga yang mengembangkan dengan mendasarkan diri pada taksonomi Bloom. Artinya dimulai dari penjelasan tentang pengertian (Ingatan), penjelasan dari penegertian itu sendiri disertai contoh (pemahaman), penerapan secara nyata (Aplikasi), mendaur ulang konsep (analisis), mengembalikan konsep yang telah di daur menjadi pengertian yang utuh (sintesis) dan menilai baik buruk suatu konsep (evaluasi). Dengan demikian luas dan sempitnya pengembangan indikator mutlak tergantung pada kemampuan guru, semakin mampu guru mengembangkan ciri dari sebuah kemampuan, maka semakin banyak indikator yang diciptakan yang berarti juga semakin luasnya materi yang dapat dikembangkan.
Langkah berikutnya adalah menentukan kegiatan pembelajaran Dalam menentukan kegiatan pembelajaran didahului dengan pertanyaan dengan cara apa materi ajar dapat dikuasai siswa. Dengan cara apa tersebut menyangkut pilihan strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karen itu dalam penyusunan kegiatan pembelajaran tersebut dapat terbaca apakah guru masih cendrung mengunakan model tradisional atau telah mengembangkan pembelajaranb moder. Bila dalam kegiatan pembelajaran tertulis guru menjelaskan contoh benda padat, jelas sekali bahwa pola yang dipergunakan adalah guru mengajar murid belajar, artinya tradisional. Akan tetapi bila yang muncul adalah anak mengamati berbagai macam benda padat, cair dan gas yang disediakan, anak mengerjakan LKS hasil pengamatan, anak mendiskusikan, berarti guru mencoba memberdayakan anak untuk mendapatkan pengetahuannya tanpa harus diberitahu.
Pada indikator-indikator yang telah dikembangkan tentu lebih baik disampaikan dengan cara inquiri atau penyelidikan. Anak menyelidiki secara langsung beda-bena yang telah disediakan, kemudian anak akan mendiskusikan bentuk bentik benda yang aa, dan mungkin dengan mengotak atik bena yang ada dapat diketahui sifat bena tersebut. Untuk sampai pada kesimpulan bentuk, sifat dan contoh tersebut harus dipandu guru dalam bentuk penugasan dengan instrumen berupa Lembar kerja Siswa. Pada kondisi yang demikian berarti guru telah mencoba mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan memberdayakan potensi anak didik.
Bila penyusun Silabus telah menyelesaikan langkah pembelajaran praktis usailah sudah roses penyusunan silabus. Sebab kompoen yang tersisa semuanya tidak memrlukan pemikiran yang detail. Alokasi waktu dikutip dari promes yang sudah dibuat, sumber belajar dituliskan berdasarkan buku sumber yang akan dipergunakan.
Yang masih tersisa dan membutuhkan pemikiran selanjutnya adalah penyusunan alat evaluasi. Itupun sesungguhnya telah terpandu oleh adanya indikator maupun langkah pembelajaran. Pada indikator yang telah dikembangkan sebenarnya dapat dibuat pengukuran dengan tes tulis, karena proses pembelajaran dilakukan dengan cata pengamatan berarti bentuk penugasan akan lebih tepat, walaupun pada akhir pelajaran dapat diukur lagi dengan tes tulis yang dilisankan. Pada silbus, bentuk penilaian yang akan dilaksanakan cukup ditulis teknik apa yang akan dibuat, tidak perlu mencantumkan instrumen. Instrumen penilaian secara rinci akan dibuat ketika sudah menyusun RPP.

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pembelajaran adalah operasionalisasi dari silabus yang sudah dibuat. Bila Silabus merupakan garis garis besar, RPP ada adalah jabaran dari garis garis besar tersebut. Rincian tersebut diharapkan sudah sangat aplikatif dalam proses pembelajaran, sehingga RPP akan menjadi skenario pelaksanaan pembelajaran yang direncanakan.
Komponen RPP sebagaimana dalam Standar Proses meliputi: Identitas Mata pelajaran, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Tujuan, Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi Ajar, Alokasi Waktu, Metode Pembelajaran, Kegiatan pembelajaran, Penilaian Hasil Belajar dan Sumber Belajar. Komponen-komponen tersebut dalam penulisannya lebih tepat bila dibuat dalam bentuk narasi, tidak dalam bentuk matrik sebagimana silabus.
Penjabaran silabus menjadi lebih operasional dalam bentuk RPP berdasarkan contoh adalah sebagai berikut:

Mata pelajaran : IPA
Kelas/Semester : IV/1
Standar Kompetensi : Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu

Indikator


1. menyebutkan contoh benda padat
2. menyebutkan contoh benda cair
3. menyebutkan contoh benda gas
4. menyebutkan sifat bentuk benda padat
5. menyebutkan sifat bentuk benda cair
6. menyebutkan sifat bentuk benda gas

Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan pengamatan terhadap benda padat, cair dan gas, diharapkan siswa mampu :

1. menyebutkan contoh benda padat
2. menyebutkan contoh benda cair
3. menyebutkan contoh benda gas
4. menyebutkan sifat bentuk benda padat
5. menyebutkan sifat bentuk benda cair
6. menyebutkan sifat bentuk benda gas

Bila melihat rumusan indikator dan tujuan kita melihat kata dan kalimat yang sama, sering sering diasumsikan bahwa tujuan sama dengan indikator. Padahal makna substansialnya tidak sama. Rumusan tujuan harus dideskripsikan dalam bentik proses dan hasil. Pada rumusan tujuan di atas, prosesnya adalah mengamati, hasilnya mampu menyebut. Berbeda dengan indikator, indikator adalah ciri penenada dari kompetensi yang hendak diajarkan. Oleh karena itu tujuan adalah prioritas-prioritas perkerjaan yang dilakukan untuk menguasai indikator yang berujung pada penguasaan kompetensi.
Perbedaan yang lain, bahwa perumusan indikator harus dibuat seacara keseluruhan dari sebuah kompetensi yang akan di ajarkan. Pada tujuan tidak lagi diberlakukan konsep perumusan, melainkan penulisan, karena sifatnya analog pada indikator. Selain itu penulisan tujuan tidak harus dituliskan secara keseluruhan melainkan dapat ditulis sebagian-sebagian karena harus dibagi dengan RPP pada pertemuan yang berikut.

Materi Ajar


Contoh benda padat : ...,...,...
Contoh benda cair : ..., ..., ...
Contoh benda gas ..., ..., ...
Sifat benda padat : ...,...,...
Sifat benda cair : ..., ..., ...
Sifat benda gas ..., ..., ...

Materi ajar memuat fakta, konsep, dan prosedur yang relevan dengan kompetensi dasar atau merupakan pengembangan dari isi indikator. Untuk itu materi ajar harus diuraikan sebagaimana maksud tujuan pembelajaran. Dalam hal tersebut tidak bisa dituliskan hanya pokok-pokoknya saja, sebab bila ditulis pokok-pokoknya maka RPP sebagai penjabaran dari silabus tidak terbukti.

Alokasi Waktu
2 x 35 menit



Alokasi waktu dalam RPP dituliskan berdasarkan hasil bagi dari alokasi waktu yang ada pada silabus dengan jumlah pertemuan yang direncanakan. Misalnya dalam Silabus tertulis alokasi waktu 6 jam, sementara akan dibuat 3 RPP, maka dalam setiap RPP alokasi waktu adalah 2 jam permtemuan atau 2 X 35 menit.

Metode Pembelajaran
Penugasan
Diskusi
Ceramah
Tanya Jawab

Metode pembelajaran adalah pilihan pilihan cara yang akan ditempuh dalam membelajarkan siswa. Pada contoh di atas ada empat metode yang akan dipergunakan, mulai dari penugasan, diskusi, ceramah, tanya jawab. Pola pikir yang mengikuti, anak disuruh mengamati benda-padat, cair dangas, setelah itu mengisi lembar kerja siswa, mendiskusikan lembar kerja siswa, menarik kesimpulan, memberi penguatan, memberikan kesempatan tanya jawab. Pelaksanaan kegiatan tersebut akan tampak jelas dalam kegiatan pembelajaran, yang merupakan implementasi dari metode:

Kegiatan pembelajaran
Kegiatan Awal
1. melakukan tanya jawab tentang benda benda di alam sekitar
2. menyamaikan tujuan pembelajaran
3. membuat kesepakatan
4. membagi kelompok
Kegiatan Inti
1. guru membagikan lembar kerja siswa secara kelompok
2. siswa melakukan pengamatan terhadap benda padat, cair dan gas
3. siswa mengerjakan LKS secara berkelompok
4. siswa melakukan diskusi kelas
5. siswa dan guru membuat kesimpulan bersama
6. guru memberikan penguatan hasil diskusi
7. guru memberikan kesempatan bertanya
8. guru memberikan kesempatan siswa untuk mencatat penguatan
Kegiatan Penutup
1. guru dan siswa merefleksikan benda kegunaan benda padat, cair, dan gas yang ada di dalam dan cara penggunaan dan pengawetannya
2. guru mengakhiri pembelajaran dengan motivasi kepada siswa

Pada kegiatan pembelajaran di atas, jelas sekali menunjukkan rincian dari metode yang telah ditulis pada metode pembelajaran, namun diuraikan lebih rinci langkah-langkah kegiatannya. Kegiatan pembelajaran di atas juga menunjukkan orientasi pembelajaran yang memberikan penguatan pada aktivitas siswa. Guru hanya memfasilitasi sebelum pelaksanaan pembelajaran, yakni menyiapkan benda-benda yang dibutuhkan untuk diamati siswa. Pada kegiatan pembelajaran inilah tercerminkan apakah pembelajaran berpusat pada siswa atau pada guru. Guru perlu memilih kegiatan yang lebih mengaktifkan siswa.
Langkah berikutnya setelah merumuskan kegiatan pembelajaran adalah merumuskan alat penilaian. Alat penilaian ini dibuat berdasarkan in dikator yang telah dibuat. Oleh karena itu pada Silabus penulisannya didekatkan antara indikator pencapaian KD dengan Penilaian. Meskipun penulisannya didekatkan, pola pikir penyusunan indikator dilakukan setelah mengutip KD, tidak seusai kegiatan pebelajaran.

Penilaian Hasil Belajar
Prosedur
Penilaian proses dan Hasil Belajar
Teknik
Penugasan, Unjuk Kerja, Tes Tulis
Instrumen
Lembar kerja Siswa, Format Pengamatan Diskusi, Soal


Pada prosedur dicantumkan penilaian proses dan penilaian hasil yang berarti hars melakukan penilaian semala prose pembelajaran dan sesudah. Teknik yang dupergunakan menili adalah Penugasan, terkait dengan penilaian ini intrumennya berupa Lembar Kerja Siswa, Unjuk Kerja instrumen yang dipakai adalah Lembar Pengamatan Unjuk Kerja (Diskusi) dan soal.
Setelah menuliskan istrumen yang pada penilaian hasil belajar kemudian di bawahnya dibuatlah insyrumen-instrumen seperti yang tercantum.

Lembar kerja Siswa
Kelompok : ...........
Prosedur:
Disediakan beberapa model benda padat, cair, dan gas
Perintah :
Amatilah benda-benda tersebut dengan teliti
Penugasan
1. Sebutkan benda-benda yang termasuk benda padat, cair dan gas beserta sifat-sifatnya, masukkan jawaban kalian pada kolom berikut:

No

Nama Benda
Termasuk Benda
Padat
Cair
Gas
1




2




3




4




5




6




7




8




9




10










Rubrik Penilaian
Siswa dianggap menguasai KKM bila sekurang-kurangnya mampu mengisi enam nomor dengan benar.
Setelah menulsikan isntrumen yang pertama disusul instrumen yang kedua dan ketiga. Pada bagian akhir instrumen dituliskan rambu-rambu jawaban untuk soal tertulis, serta rubrik penilaian masing-masing alat penilaian. Rubrik penilaian diperlukan sebagai kriteria untuk menetukan apakah seorang anak telah menguasai KKM atau belum.
Bagian paling akhir dari RPP adalah Sumber belajar. Pada bagian tersebut dituliskan buku-buku, majalah, koran, kamus, ensiklopedia serta alat alat yang mendukung proses pembelajaran. Pada penulisan buku lebih baik bila disepesifikasi pada halaman buku tempat materi yang dipergunakan. Pencantuman alat pada sumber belajar mengandung pengertian bahwa sumberbelajar tidak hanya buku, tetapi juga alat peraga yang dipergunakan.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2003. Pedoman Penilaian Kinerja Sekolah Dasar. Jakarta : Dirjendikdasmen

................., 2003. Panduan Pengelolaan Sekolah Dasar. Jakarta : Dirjendikdasmen

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
[1] Disajikan dalam rangka Diklat Calon Kepala Sekolah di Kab Jombang. 1- 6 Desember 2008

Pemahaman Bacaan Sastra

Oleh : Nurali
Kasi Kurikulum SD Dinas Pendidikan
Kabupaten Jombang


Pengantar Pembahasan
Munculnya kata pemahaman pada judul di atas berawal dari beberapa istilah yang muncul dari pendapat beberapa tokoh sastra dalam rangka memunculkan unsur-unsur yang turut membangun karya sastra. Istilah-istilah tersebut meliputi: telaah sastra, sorotan aats karya sastra, penelitian karya sastra, apresiasi sastra, serta kritik sastra, Istilah telaah sastra dipakai oleh MS Hutagalung dalam bukunya telaah puisi. HB jassin mengerucutkan dengan istilah sorotan atas karya sastra dalam bukunya Analisa Sastra, kemudian Slamet Mulyana dalam bukunya beberapa peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra menggunakan kata penelitian sastra.
Terminologi telaah sasatra menyiratkan pengertian menelaah, mempelajari, menilik, menyelidiki, dan memerikasa karya sastra. Analisa sastra membicarakan hal-hal yang terdapat dalam karya sastra, termasuk pesan serta kemahiran penulis dalam menuangkan kretivitasnya. Sementara konsep penelitian sastra dimaknai sebagai proses memeriksa dengan cermat unsur-unsur yang membangun karya sastra. Apabila ketiga proses tersebut telah dilalui oleh seorang pembaca karya sastra, orang tersebut tentunya menjadi paham akan hal-hal yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Maka pengertian yang lebih luas dan melingkupi ketiga pengertian di atas atas adalah pemahaman atas Bacaan Sastra.
Implementasi dari pemahaman atas sebuah karya sastra, pembaca akan mampu menerjemahkan sisi positif, nilai guna, refleksi sastra berikut keindahan-keindahan yang muncul pada sebuah karya sastra. Proses pengindahan tersebut selanjutnya diberi istilah apresiasi sastra. Atas pengetahuan terhadap nilai yang dimiliki karya sastra pembaca akan mampu menimbang kebaikan, kejelekan, kelebihan maupun kekurangan sebuah karya sastra. Peristiwa tersebut selanjutnya diberikan istilah sebagai kritik sastra.

Unsur Pembangun Karya Sastra
Karya sastra dibangun oleh beberapa unsur. Slamet Mulyono menyebutnya sebagai unsur bentuk dan unsur isi. Unsur bentuk dikenal dengan istilah intrinsik sedangkan unsur isi diistilahnya dengan unsur ekstrinsik. Unsur bentuk dalam membentuk sebuah karya sastra akan membedakan genre sastra yang akan muncul. Sementara isi sebuah karya sastra akan menentukan kecenderungan atau perwajahan sebuah karya sastra. Meskipun unsur bentuk dalam membangun semua karya sastra secara umum memiliki kesamaan, pasti ada satu atau dua unsur bentuk yang berbeda.
Unsur bangun karya sastra yang berupa prosa pada umumnya adalah tema, alur, tokoh, setting, sudut pandang dan gaya. Pada puisi terdapat unsur-unsur sajak, baris maupun bait. Karya sastra berbentuk drama menambahkan unsur dialog, kramagung (penjelasan action atas sebuah diaog), babak, musik, serta tokoh-tokoh yang lebih visual dibandingkan prosa maupun puisi.
Unsur isi membangun sebuah perwajahan, apakah sebuah karya sastra memiliki perwajahan sosiologis, psikologis, antropologis, religi, historis, etika maupun estetika. Wajah sosiologis dominan dengan peristiwa sosial dalam sebuah karya sastra. Unsur psikologis menampakkan konsep psikologis dalam jalinan alur maupun watak-watak tokohnya. Demikian juga dengan konsep antropologis yang berbau kebudayaan, religi berbau keagamaan, etika yang moralis, serta estetika yang berkutat pada persoalan keindahan.
Gabungan antara bentuk dan isi memberikan makna tertentu bagi sebuah karya sastra yang telah dipahami melalui sudut pandang apresiasi maupun kritik sastra. Artinya apakah sebuah karya sastra akan menjadi sebuah mastepiece atau sebaliknya, ditentukan oleh kepadauan anatra bentuk dan isi yang tidak terpisahkan. Artinya, tidak berarti isi menarik bentuk kurang mendukung, bentuknya bagus isinya terlalu sederhana, dan sebagainya.

Bacaan Sastra Untuk Siswa Sekolah Dasar
Sebuah bacaan sastra tentu tidak dapat dikategorikan apakah karya tersebut dikhususkan untuk dibaca oleh anak atau orang dewasa. Ketika karya tersebut dimunculkan di tengah tengah masyarakat, siapa pun bisa menjamahnya, lepas dari kriteria usia. Boleh jadi sebuah bacaan hanya diperuntukkan bagi orang dewasa, tetapi bila jatuh di tangan anak-anak tentu akan dibacanya. Sama, seperti film 17 tahun ke atas, ketika seorang anak membawa tiket, petugas portir pun tidak bisa menolaknya, meskipun jelas-jelas tertera tulisan untuk 17 tahun ke atas. Dalam hal tersebut orang tua harus selektif dalam menyajikan bacaan bagi putra-putrinya.
Bacaan sastra untuk peserta didik di sekolah dasar tentunya harus disesuaikan dengan perkembangan yang sedang berlangsung pada anak usia Sekolah Dasar. Cerita yang sesuai perkembangan usia ini umumnya adalah sejarah tentang sebuah daerah, cerita rakyat, cerita yang memotivasi untuk belajar, semangat, kegigihan dalam berjuang, ketabahan, serta nilai-nilai keagamaan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan tema lainnya bila masih dalam batas layak dibaca oleh anak-anak. Lebih mudahnya untuk menunjuk, bila cerita tersebut hanya layak dibaca oleh orang dewasa, maka jangan disajikan untuk peserta didik yang masih di Sekolah Dasar.

Pemahaman Bacaan Sastra Anak
Pemahaman bacaan sastra anak dapat dijadikan sarana penanaman nilai kehidupan secara lebih universal. Anak akan mengenal keindahan, etika, filsafat, serta berbagai teknik katarsis lainnya secara lebih demokratis. Anak akan masuk dunia nyata secara langsung meskipun melalui media tiruan. Pada batas sastra sebagai cermin masyarakat serta kritik sosial yang sengaja dihembuskan oleh penulisnya, karya sastra akan mampu memberikan pencerahan sosial secara alamiah tanpa dibuat-buat. Alamiahnya proses tersebut karena tidak melalui doktrin-doktrin yang diberikan guru yang kadang justru mengkacaukan pemahaman anak.
Namun demikian kondisi tersebut masih berada pada tataran yang sangat sederhana. Secara tekstual, anak mungkin hanya ditunjukkan dengan cerita tentang anak yang ditinggal meninggal oleh Bapaknya, cerita tentang anak-anak jalanan yang ingin hidup normal seperti anak-anak lainnya. Atau mungkin seorang anak yang harus membantu bekerja orang tua di sawah, sementara ia juga masih ingin bermain main dengan temannya. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan awal dari sebagai modal yang harus dimiliki untuk memahami bacaan sastra lebih lanjut.
Bila pemunculan teks sastra benar-benar dimanfaatkan sebagaiamana fungsinya tentu akan sangat baik, akan tetapi pada umunya sajian karya sastra hanya memiliki nilai praktis untuk mengerjakan soal-soal ujian yang terkait dengan pemahaman bacaan. Lebih dari itu hanya berupa bekal yang mungkin belum akan terpahami secara maksimal oleh anak. Soal-soal yang terkait dengan unsur keindahan, perwajahan, tentu belum akan muncul pada soal-soal ujian akhir sekolah, meskipun tidak dilarang, dan sepanjang masih merupakan bagian dari kompetensi yang harus dikuasai, maka sah sah saja untuk diujikan pada peserta didik.
Untuk memahami karya sastra dapat dimulai dari unsur intrinsik pembangun karya sastra. Unsur tersebut meliputi tema, alur, tokoh, setting, sudut pandang serta gaya bahasa. Tema adalah persoalan dasar dalam sebuah karya sastra. Pada peserta didik Sekolah Dasar lazim dikenalkan dengan istilah pokok pikiran, atau yang menjadi pembicaraan dalam sebuah wacana sastra, tetapi tidak jarang juga disebutkan dengan istilah tema. Di bawah ini contoh paparan tema sebuah wacana atau pikiran utama sebuah teks:

Taman sekolahku sangat indah. Selain indah, teman itu juga bersih. Keberadaan taman sekolah membuat sekolahku semakin cantik dilihat. Apalagi bila jam istirahat tiba, ketika ketika lelah belajar, pikiran kita akan segar kembali setelah melihat taman yang bersih penuh dengan bunga beraneka warna dan pohon-pohon rindang yang berjajar rapi. Tentu saja, jasa Pak Dudung tukang kebun sekolahku sangat besar dalam merawat keindahan dan kebersihan taman sekolahku. (naskah Soal UASBN 2009 )

Bila tema wacana di atas ditanyakan kepada peserta didik, maka yang harus dilihat adalah dominasi kata yang berkali-kali disebut. Kata indah disebut tiga kali. Setelah itu paparan dari sebuah keindahan yang diungkap dalam wacana. maka tema yang tepat adalah keindahan. Hanya saja menjadi sangat disayangkan ketika dalam option jawaban tidak tersebut kata keindahan.
Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita, orang, hewan, atau apapun yang berlakuan dalam sebuah cerita. Tokoh dibangun oleh sebuah penokohan atau cara meokohkan. Cara menokohkan dapat dilukiskan melalui nama, bentuk fisik, lakuan yang diperankan, atau pikiran-pikiran yang muncul dalam teks. Menebak sebuah tokoh dapat dimunculkan dengan pertanyaan siapa, bila yang berlakuan adalah manusia, atau apa bila yang berlakuan adalah benda. Berdasarkan proses penokohan tersebut akan muncul tokoh yang baik, tokoh yang jahat, tokoh baik kemudian jahat dan sebaliknya.
Perhatikan contoh berikut:

Suatu saat ia berlabuh di wilayah Madura dengan tujuan ingin mengganggu seluruh gadis Madura. Akan tetapi Jokotole telah mengetahui niat jahat dampo Awang. Jokotole dan Dampo Awang bertarung mengadu kesaktian di tengah lautan. Cemeti Joko Tole menghantam perahu Dampo Awang. Perahu Dampo Awang hancur dan Dampo Awang tewas... (Naskah Soal UASBN 2009 N0 5)

Pada kutipan di atas jika ditanyakan siapa yang diceritakan atau siapa yang berlakuan dalam wacana? Tentu jawabnya adalah Joko Tole dan Dampo Awang. Joko Tole dan dampo Awang adalah tokoh dalam sebuah cerita. Lalu bagaimana perwatakan yang dimiliki? Maka jawabnya Jokotole berwatak baik sedangkan Dampo Awang berwatak jahat. Perwatakan Dampo Awang digambarkan melalui cerita pengarang sedangkan perwatakan Joko Tole digambarkan lewat perbuatannya melawan kejahatan Dampo Awang.
Alur secara sederhana dapat dimaknai sebagai jalan cerita. Lebih sederhana lagi diungkap dengan pertanyaan bagaimana ceritanya. Jawaban yang muncul adalah mula-mula ada tokoh di suatu tempat, bertemua dengan tokoh lain, terjadi pertentangan, pertentangan memuncak, kemudian ada penyeleaian cerita. Jalan cerita dapat dimulai dari akhir cerita bergerak menuju awal. Atau lurus dari awal menuju akhir cerita. Alur yang dimulai dari akhir disebut flashback.
Alur atau jalan cerita memang tidak mudah ditebak sebelum menyelesaikan selutuh karangan. Oleh karenanya jarang sekali pertanyaan tentang alur muncul dalam tes ujian. Namun demikian pengungkapan sebuah alur tetap menajdi porsi guru dalam pengenalannya. Untuk itu, jika sebuah kompetensi tidak mungkin diujikan dalam ujian tulis, maka harus dijaring lewat alat tes yang lain.
Setelah memahami alur, maka pemahaman karya sastra berikutnya adalah setting, latar, atau waktu maupun tempat terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Setting sebuah cerita bisa disajikan secara eksplisit atau mungkin secara implisit. Untuk peserta didik di Sekolah Dasar mungkin belum sampai secara implisit, tetapi perlu juga dikenalkan. hal tersebutkan disebabkan penggunaan kata maupun kalimat tidak saja milik sebuah karya sastra, tetapi menjadi bagian dari alat komunikasi sosial, atau media kreativ lainnya, seperti lagu.
Perhatikan, ...dari musin durian hingga musim rambutan, tak juga aku dapatkan..., dua kali puasa, dua kali lebaran.. Ungkapan tersebut tentu tidak menyajikan waktu secara eksplisit, tetapi dapat dimaknai dengan satu musim atau satu tahun. Kutipan kedua menandakan jangka waktu dua tahun, karena setiap bulan puasa dan hari raya berselang satu tahun.
Pemahaman yang demikian tentunya memerlukan kecermatan dan kejelian daya baca. Selain itu itu juga diperlukan wawasan yang agak luas perihal diksi dari sebuah kalimat. Tanpa ketelitian dan kecermatan bisa jadi tidak menemukan setting dalam sebuah karya sastra, padahal setting juga merupakan unsur yang dominan dalam membangun tampilan sebuah kaya sastra.
Sudut pandang dalam karya sastra diartikan sebagai cara pengarang menyajikan ceritanya. Cerita tersebut dapat disajikan dengan gaya aku, gaya dia, atau pengarang sama sekali diluar karya yang ditulisnya. Artinya pengarang sebagai dalang yang serba tahu atas tokoh yang diperankannya. Pengarang dapat berbicara apa saja secara bebas tentang tokoh, tema, setting atau hal-hal lain yang akan disajikan.
Sama dengan memahami alur, cukup rumit menanyakan sudut pandang dalam naskah ujian. Namun demikian tidak berarti tidak harus diujikan kepada peserta didik. Masih ada cara lain yang bisa dipergunakan guru dalam mengukur kemampuan peserta didik dalam memahami sudut pandang. Artinya sudut pandang pun dapat diujikan oleh guru.
Gaya sebagai bagian dari karya sastra tersebar menyeluruh pada karya sastra, baik berupa gaya bahasa maupun pilihan kata tertentu oleh pengarang. Gaya merupakan kekhususan pengarang dalam melakukan pilihan kata yang dimungkinkan membeirkan efek tertentu pada hasil akhir karya ciptanya. Sifatnya pribadi sekali dengan ukuran-ukuran yang juga pribadi sekali. Untuk itu diperlukan pemahaman khusus serta bandingan karya lain dari pengarang yang bersangkutan lebih beragam, agar ketepatan memahami makna menjadi lebh sempurna.
Ada pengarang menggunakan kata njlimet untuk menggantikan kata specifik, ada yang menggunakan kata bajingan, korak, pencoleng, untuk menggantikan makna orang yang berperilaku jahat. Pilihan-pilihan kata tersebut tentunya memberikan efek makna yang berbeda dari aksesntuasi makna yang dikehendaki oleh pengarangnya.
Terkait dengan hal-hal tersebut, meskipun dalam konsep ilmu sastra terdapat unsur instrinsik sebagai salah satu acuan dalam memahami karya sastra, untuk peserta didik di sekolah dasar dapat mempergunakan acuan yang umum, yakni acuan-acuan yang lebih mudah dipahami oleh peserta didik tanpa mengurangi esensi yang diharapkan. Acuan tersebut misalnya konsep 5W dan 1 H. Konsep apa, siapa,mengapa, kapan, di mana dan bagaimana tersebut pada prinsipnya dapat menjawab pertanyaan, apa yang menjadi persoalan dalam cerita, siapa yang bermasalah, mengapa terjadi masalah, kapan masalah terjadi, di mana masalah terjadi, dan bagaimana terjadinya masalah.
Dengan mengembangkan enam petanyaan di atas, dapat dijawab unsur intrinsik yang turut membangun sebuah karya sastra. Perbedaannya, pada setiap jawaban yang muncul tidak hanya dijawab dengan satu kata, tetapi dengan beberapa kata agar menjadi lebih rinsi merujuk pada konsep yang lebih specifik. Misalnya kapan terjadinya masalah, jawabannya adalah, masalah terjadi pada tanggal ...., ketika ...., bersamaan dengan .... dsb. Dengan demikian ada ciri penanda jawaban antara pertanyaan yang ditujukan untuk teks sastra dan teks non sastra.

Strategi Pembelajaran Pemahaman Bacaan Sastra.
Memahami bacaan sastra pada prinsipnya sama dengan memahmi bacaan-bacaan lainnya. Dalam konteks kebahasan masih berlaku prinsip language is habit, bahasa adalah kebiasaan. Untuk itu anak perlu dilatih secara terus menerus sesuai dengan jumlah jam yang ada di kelas masing-masing. Prinsipnya ketika anak harus belajar membaca maka guru harus memberikan bacaan, ketika belajar mendengarkan maka harus ada bahan dengan yang disediakan guru, termasuk ketika belajar berbicara atau menulis. Semakin terbiasa anak melakukan proses membaca akan semakin bagus hasilnya. Semakin jarang membaca tentu semakin tidak bagus hasil bacanya.
Proses pembelajaran dilakukan sebagai berikut:
- Guru menyediakan bacaan sastra untuk jangka waktu tertentu
- Guru melakukan stimulasi tentang karya sastra
- Guru dan siswa mendiskusikan proses pembelajaran yang akan dilakukan
- Guru membagikan bahan bacaan untuk dibaca siswa dalam waktu yang telah ditentukan (misanya 10 menit atau 15 menit)
- Selama siswa melakukan pembacaan atas teks karya sastra guru wajib menunggu dengan membawa stopwatch sebagai penanda waktu
- Bila waktu sudah menunjukkan kesesuaian dengan jatah waktu, guru harus memerintahkan siswa untuk mengakhiri pembacaan
- Guru dan siswa melakukan pembahasan
- Guru dan siswa mengambil kesimpulan atas teks sastra yang telah dibaca
- Guru memberikan penguatan terhadap hasil diskusi
Proses tersebut harus dilakukan guru setiap melaksanakan pembelajaran bahasa. Artinya saat melakukan pembacaan guru harus benar-benar menghitung kecepatan baca siswa. Proses pembacaan dilakukan dimulai dari waktu yang panjang, kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan jatah waktu yang semakin sempit. Dengan demikian kecepatan baca peserta didik akan menjadi lebih efektif, karena ada pengawalan dari guru.
Beberapa catata yang harus diberikan kepada guru antara lain.
- Jangan meninggalkan siswa ketika siswa sedang membaca, karena dimungkinkan proses pembacaan tidak akan intensip
- Jangan memberikan sinopsis karya sastra untuk dibaca anak, anak harus membaca bacaan secara utuh, bila tidak ditemukan bahan bacaan yang dapat dibaca selesai dalam waktu singkat lebih baik guru membuatkan karya sastra sendiri untuk dibaca anak sehingga dapat diukur berapa lama dapat dibaca
- Upayakan guru menjelaskan kata-kata yang mungkin belum diketahui maknanya oleh siswa, sehingga ketika memahami bacaan tidak terhambat oleh kata yang belum dipahami maknanya.
- Akan lebih baik bila guru menyediakan pertanyaan pemandu agar pembacaan siswa menjadi lebih terfokus.
- Pertanyaan pemandu supaya disesuaikan dengan unsur yang akan ditemukan oleh siswa bila pemahaman bacaan sastra dilakukan secara partial. Artinya bila anak hanya disuruh menemukan tokoh, maka pertanyaan pemandunya diperuntukkan dalam pencarian tokoh dan penokohan, tidak disisipi dengan pertanyaan terhadap unsur lainnya.
- Melakukan pembelajaran sastra dan bahasa pada umumnya memang membuat guru jenuh karena tidak ada bahan sebagaimana mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu kreativitas guru membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan bagi bagi siswa sangat diperlukan

Penutup
Bahan bacaan sastra sebagaimana bahan ajar ketrampilan berbahasa lainnya perlu diajarkan kepada siswa secara lebih kreativ dan cerdas agar anak memiliki bekal batin untuk melaksanakan pembelajaran seumur hidup, belajar hidup bersama, belajar untuk bekerja, dan lebih penting lagi belajar menghidupi hidup. Bahan bacaan sastra dapat mewarnai kehidupan anak menjadi lebih indah sesuai nilai seni yang dimunculkan. Dipadu dengan pembelajaran Agama, IPTEK, maka hidup anak akan menjadi indah, terarah dan mudah. Semoga!


Nurali, M.Si
Kasi Kurikulum SD
Disajikan dalam Diklat Peningkatan Kompetensi Guru Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar/Madarasah.