Selasa, 02 Juni 2009

BOOMING GURU BERMUTU DI SEKOLAH DASAR TINGGAL TUNGGU WAKTU

Oleh : Nurali*

Hadirnya Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mendapatkan respon dari masyarakat. Terlepas respon positif dari kalangan guru maupun respon negative dari PNS lainnya yang merasa dianaktirikan Demikianlah seyogyanya jika bangsa Indonesia menginginkan rakyat yang cerdas, yang akan tetap survival dalam percaturan dunia global. Hanya gurulah yang mampu mengantarkan rakyat dalam kehidupan yang lebih bermartabat.
Pemerintah Daerah di masing-masing Provinsi, Kabupaten maupun Kota tampaknya cukup responsive terhadap UURI Nomor 14 Tahun 2005. Di Jawa Timur contohnya, dan seluruh Kabupaten yang ada, meresponnya dengan memberikan insentif terhadap guru yang ada khususnya guru-guru swasta. Dengan demikian, para guru, meskipun masih belum menjadi PNS sudah ikut merasakan kue manis yang disajikan UURI Nomor 14 Tahun 2005.
Persoalan yang muncul kemudian adalah setiap Satuan Pendidikan ramai-ramai melakukan rekrutmen guru honorer, sukarelawan atau apapun istilahnya dengan jumlah melebihi kebutuhan yang ada. Dalam pengamatan penulis, di tiap-tiap sekolah sekurang-kurangnya terdapat dua orang guru tenaga honorer, disamping guru PNS yang sudah disediakan pemerintah.
Guru-guru yang direkrut tersebut rata-rata memang masing masih muda, energik tentunya dapat dihandalkan kecakapannya dalam membantu penyelenggaraan Satuan Pendidikan. Apalagi bila Kepala Sekolah sudah menjelang usia pensiun sementara guru lainnya juga sudah tua, kehadiran guru honorer sangat diharapkan. Hanya saja, pola rekrutmen yang ada masih belum terbebaskan dari pola KKN serta belum adanya standar kompetensi sebagai pedoman.

BOOMING GURU
Kondisi tersebut masih berjalan aman dan lancar mengingat keberadaan guru di masing-masing satuan pendidikan masih belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Bila masing-masing Satuan Pendidikan telah berhasil memenuhi Standar yang ada maka dapat dipastikan akan timbul yang disebut “Booming Guru” atau ledakan jumlah guru.
Belum terpenuhinya jumlah guru khusunya di Sekolah Dasar meskipun telah adanya rekrutmen guru honorer disebabkan guru-guru yang direkrut belum memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan. Sementara di SLTP dan SMU banyak guru yang lebih suka mengambil jam minimal agar dapat lebih banyak mengajar di sekolah Swasta. Mereka tidak begitu memikirkan urusan kenaikan pangkat karena rata-rata pangkat mereka sudah tinggi.
Persoalan akhirnya muncul ketika dalam proses sertifkasi mempersyarakatkan jam mengajar minimal yang harus dilakukan oleh guru adalah 24 jam tatap muka. Karena dirasa hasil sertifikasi lebih menggiurkan dibandingkan mengajar di sekolah swasta, maka ramai-ramai meminta jam mengajar sesuai dengan ketentuan. Akibatnya terjadilah ledakan (booming) jumlah guru. Guru-guru yang sebelumnya hanya mengajar kurang dari 24 jam bahkan kurang dari perysratan minimal 18 jam meminta kewajibannya mengajar minimal 24 jam.
Di beberapa daerah persoalan yang timbul akibat booming guru sudah mulai tampak. Salah satu SMU di Surabaya dengan terpaksa memberhentikan beberapa guru honorernya karena kebutuhan gurunya telah terpenuhi. Di sekolah lainnya ada guru yang terpaksa tidak bisa mengikuti sertifikasi karena tidak bisa memenuhi jam wajib mengajar 24 jam perminggu sebagaimana dipersyarakatkan pada Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2007.
Di Sekolah Dasar masih belum muncul persoalan yang menonjol. Hal tersebut disebabkan, guru honorer yang direkrut masih belum berkualifikasi S-1, masa kerja juga belum mencapai duapuluh tahun, para guru PNS pun juga masih banyak yang belum berkualifikasi S-1, sehingga belum mendapatkan jatah untuk mengikuti sertifikasi, Kemauan para guru honorer untuk mengajar di Sekolah Dasar lebih banyak didorong keinginan untuk mendapatkan surat tugas mengajar yang menjadi syarat untuk melanjutkan pendidikan di beberapa Lembaga Pengembangan Tenaga Kependidikan (LPTK), atau mendapatkan Surat Keputusan Bupati sebagai tenaga honorer yang nantinya berharap dapat diangkat sebagai PNS. Mendapatkan insentif mungkin tidak menjadi motivasi yang dominan.
Pada saatnya para guru honorer di Sekolah Dasar berikut guru PNS lainnya memiliki kualifikasi S-1, persoalan yang sama pasti akan datang juga. Saat ini rata-rata para tenaga honorer di Sekolah Dasar beserta guru PNS masih duduk di semester 4 – 6. beberapa guru lainnya bahkan belum melanjutkan ke jenjang S-1. Secara matematis dalam kurun waktu 2 sampai 4 tahun, para aparat pendidikan harus siap mengeleminir persoalan yang muncul.

BERMUTU
Sejalan dengan upaya peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Belandan mengadakan program BERMUTU (Better Education trouht Reformed Management Universal Teacher Upgrading) atau Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Peningkatan Kinerja Guru (Dugananda, File pelatihan). Program tersebut dianggap layak untuk dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Melalui program tersebut guru-guru masih dapat aktif melaksanakan pembelajaran di Satuan Penddikan masing-masing sekaligus terupgrade kompetesinya.
Program BERMUTU memberikan layanan kegiatan secara total baik kepada guru PNS maupun non PNS melalui kegiatan Kelompok kerja Guru (KKG) maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Output kegiatannya selain guru-guru tertingkatkan kompetensinya, hasil kinerjanya dapat diakomodasi melalui pengakuan LPTK sebagai bagian dari SKS yang sudah ditempuh. Kegiatan KKG dan MGMP menjadi salah satu primadona guna mempercepat pemerolehan kualifikasi S-1. Artinya Program Bermutu, juga menjadi salah satu penyebab percepatan pemerolehan kualifikasi akademis bagi para guru.
Selain melibatkan komponen KKG dan MGMP, para pejabat yang membina kedua organisasi tersebut juga dilibatkan, yaitu Kelopok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan Kelompok Kerja Pengawas sekolah (KKPS). Pada tataran lintas sektoral dilibatkan juga Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS). MKKS adalah sekumpulan Kepala Sekolah lintas jenjang yang berkumpul, bermusyawarah untuk menelorkan strategi dalam kegiatan KKKS, KKG maupun MGMP, sedangkan MKPS merupakan gabungan Pengawas Sekolah dari setiap jenjang pendidikan yang juga bermusyawarah dalam mementuka strategi pembinaan kepada komponen organisasi yang lebih kecil.

BOOMING GURU BERMUTU
Hasil dari kedua kondisi tersebut adalah melubernya jumlah guru, dan guru tersebut merupakan guru yang berkualitas. Guru berkualitas dihasilkan oleh program BERMUTU. Penigkatan kualitas melalui KKG dan MGMP diakui sebagai sebagai dari SKS yang harus ditempuh dalam peningkatan kualifikasi akademis S-1. ibaratnya plus kali plus menjadi kuadrat kualitas.
Kenyataan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan guru dalam jangka panjang memang sangat prospekstif, sebab para guru akan banyak terkurangi karena pension. Selanin itu di setiap Satuan Pendidikan akan tersediakan tenaga-tenaga yang handal dalam mengelola proses pembelajaran.
Resiko yang akan ditanggung adalah setiap satuan pendidikan akan kekurangan jam untuk memberikan porsi mengajar sekurang-kurangnya 24 jam. Secara matematis dapat dihitung, jumlah jam pelajaran secara standar sebanyak banyaknya adalah 201 jam pelajaran dalam satu minggu. Jumlah tersebut hanya cukup untuk mengakomodasi delapan orang guru plus Kepala Sekolah. Bila jumlah gurunya lebih banyak dari sembilan orang pasti akan menimbulkan komplain dari guru yang kurang dalam pembagian jam.
Bila kondisi tersebut dibiarkan pasti menimbulkan hal-hal yang tidak kondusif bagi pelaksanaan pembelajaran di Satuan Pendidikan yang bersangkutan. Kondisi satuan Pendidikan yang tidak kondusif mustahil menghailkan kualitas pembelajaran yang maksimal. Dikhawatirkan hasil program BERMUTU justru menghasilkan produk yang tidak bermutu. Meskipun tidak bermutunya produk tidak disebabkan oleh program BERMUTU secara langsung.

TUNGGU WAKTU
Konsep tunggu waktu pada sub judul tersebut tentunya mengandung dua pengertian. Pengertian pertama, bila tidak segera diatasi maka tunggulah waktu carut marutnya dunia pendidikan. Carut marutnya keadaan karena dipicu kondisi melebihnya jumlah guru yang tidak terakomodasi dalam proses sertifikasi. Carut marut juga disebabkan saling komplain antara guru satu dengan guru lainnya terkait kinerja yang dilakukan. Mungkin salah satu guru merasa memiliki kinerja yang baik tetapi tidak terakomodasi dalam sertifikasi, sedangkan guru lain yang dirasa kinerjanya kurang baik terekrut dalam sertifikasi.
Sisi positif bisa juga muncul dari sudur pandang pertama, mungkin setiap guru akan bersaing menunjukkan kinerja yang maksimal agar bila tiba giliran untuk sertifikasi tidak dikomplain oleh guru lain. Mereka akan berlomba mengelola pembelajaran sesuai dengan pemahaman yang telah didapatkan melalui upgrading pada program BERMUTU. Bila hal tersebut yang terjadi maka dampak positiflah yang akan didapatkan. Antar Satuan Pendidikan berlomba-lomba dalam kebaikan. Hasilnya tentu akan sangat memuaskan.
Pengertian kedua tersirat sebuah harapan, marilah kita tunggu waktu yang tepat agar Dinas Pendidikan Provinsi atau Kabupaten/kota yang memiliki persoalan senada segera mengambil kebijakan yang diperlukan. Kebijakan yang dibutuhkan adalah penstandaran jumlah guru pada setiap Satuan Pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Bila memang nantinya terjadi penstandaran oleh masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota seyogyanya setiap Satuan Pendidikan juga mendukung dan melaksanakan.
Bila upaya penanganan dalam bentuk penstandaran kebutuhan ideal guru setiap Satuan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten masing-masing tidak direspon dengan baik, maka tunggu waktu, kehancuran akan segera datang! Namun demikian, sesuai dengan norma yang berkembang di dunia pendidikan suasana kondusif itulah yang diharapkan. Tentunya segenap insan pendidikan akan selalu menunggu waktu agar program BERMUTU benar menjadikan guru semakin bermutu yang terimplikasi pada siswa yang juga bermutu. Mari kita tunggu, semoga!

Ancol, 3 Juni 2009
Wong Lemu.

PTK : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYUSUN RPP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seorang guru profesional harus dapat mempertanggungjawabkan pembelajaran yang dikelolanya. (Tim FKIP, 2007:12). Untuk dapat mengelola pembelajaran dengan baik maka guru harus merencanakan setiap tahapan pengelolaan pembelajaran yang akan dilakukannya sehingga setiap guru perlu menyusun rencana pembelajaran secara sistematis.
Rencana pembelajaran yang sistematis adalah rancana pembelajaran yang antara komponen satu dengan komponen lainnya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai kompetensi dasar (Depdikbud: 2006:14). Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sistematis tidak bisa dilakukan bila tidak menggunakan pedoman yang baku. Pedoman baku tersebut pada dasarnya telah disediakan, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
Kondisi yang ada di lapangan belum semua guru telah menyusun RPP Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sesuai dengan Standar. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, pertama, sejak tahun 2003 kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih belum memilki kepastian hukum, sehingga ketika hendak diimplementasikan pada penyusunan RPP belum memiliki acuan yang pasti. Sebagian sekolah masih menggunakan kurikulum 1994 dengan suplemen tahun 1999, sebagian lagi telah beranjak menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang mulai disosialisasikan.
Bentuk-bentuk RPP yang ditemukan dalam pelaksanaan supervisi adalah sebagai berikut : ada guru yang telah mendapatkan sosialisasi KBK mencoba menyusun RPP, tetapi kurikulum yang dipakai adalah kurikulum 1994, karena buku ajar yang ada masih mengacu pada kurikulum 1994. Sebagian lagi guru telah mendapatkan Kurikulum Berbasis Kompetensi tetapi karena belum mendapatkan sosialisasi penyusunan RPP model KBK maka tetap menggunakan RPP model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Ada juga guru yang karena satu dan lain hal, menggunakan RPP yang diberikan penjual buku di tiap-tiap kelas, tanpa dilihat ketika melaksanakan pembelajaran.
Kenyataan di atas bila para pengawas hendak memberikan bimbingan dalam penyusunan RPP misalnya, masih menemui beberapa kendala, antara lain pemahaman yang belum seragam antara guru yang satu dengan yang lain, kondisi sekolah satu sengan sekolah lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Yang terjadi, kondisi yang ada dibiarkan berjalan sesuai kemampuan pencerapan masing-masing guru terhadap fenomena yang sedang berkembang. Konsekwensi pekerjaan guru sebagai profesi menjadi belum dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun moral.
Kedua, para guru yang telah menyusun RPP masih terkesan proforma dan melengkapi kewajiban saja, yang penting ada RPP di kelas, apa pun bentuknya. Pada kondisi yang demikian para guru yang melaksanakan pembelajaran lebih banyak menggantungkan diri pada buku teks yang ada. Apa yang tertera dalam buku teks itulah bahan ajar yang disampaikan kepada peserta didik. Pendekatan kurikulum yang berorientasi pada tujuan hampir lepas dari pola pikir para guru.
Dengan demikian harapan agar guru dapat bekerja secara profesional yang ditandai dengan pertanggungjawaban atas kinerja sesuai tuntutan standar kompetensi guru masih jauh dari jangkauan. Pembelajaran yang diharapkan terencana dengan matang, serta mampu meningkatkan aktivitas peserta didik yang tidak hanya menerima begitu saja materi dari guru belum sepenuhnya terlaksana. Apalagi bila menengok tingkat pendidikan guru yang belum berkualifikasi sesuai tuntutan ditambah heterogennya usia guru, jelas menjadi masalah tersendiri dalam rangka menjadikan guru sebagai tenaga pendidik yang benar-benar profesional.
Alasan ketiga, kebijakan pelaksanaan in service training baik dalam bentuk advokasi, maupun pelatihan belum mampu menyentuh guru secara keseluruhan. Hal tersebut memicu kesenjangan pemahaman antara guru yang satu dengan yang lain. Bila hasil-hasil pelatihan hendak diimbaskan melalui KKG (Kelompok Kerja Guru) seringkali timbul masalah ketidakpercayaan baik dari penyampai materi maupun penerima informasi. Secara praktis hasil-hasil pelatihan hanya menjadi milik pribadi dari guru yang dikirim.
Hal tersebut berbeda sekali dengan model in service training yang dilakukan pada tahun 1980-an. Pada tahun tersebut pelatihan diadakan secara berjenjang mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan hingga sekolah, dan menyentuh guru secara keseluruhan. Mulai dari pejabat di Departemen, mendapatkan pelatihan dari tingkat Propinsi, kemudian yang bersangkutan menyampaikan pada pejabat di Kecamatan, pejabat di Kecamatan kemudian menyampaikan kepada seluruh guru yang ada. Dengan cara demikian, hasil pelatihan lebih dapat dinikmati oleh semua guru, evaluasi dapat dilakukan dengan jelas, kelemahan yang ditemukan secara langsung dapat ditindaklanujuti.
Berdasarkan fenomena di atas, kiranya perlu dicari solusi yang tepat agar penyiapan guru menjadi tenaga yang benar-benar profesional dapat dilakukan secara terencana, teratur, terarah sehingga mendapatkan hasil sesuai harapan. Solusi tersebut tentunya harus mampu menyentuh kebutuhan guru, serta melibatkan pihak-pihak terkait secara integral.
Pada pertengahan tahun 2006 ketika pelaksanaan Standar Isi sesuai Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 telah digulirkan, sudah mulai muncul konsep yang hampir baku dalam hal penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Hanya saja mengingat Standar Proses merupakan bagian integral dari pelaksanaan Standar Isi Pendidikan Dasar baru dikeluarkan tahun 2007, kepastian hukum juga baru dimulai pada tahun tersebut.
Untuk itu, mengingat telah didapatkan pijakan hukum tentang penyusunan RPP yang pasti, guru harus segera mendapatkan informasi tentang adanya aturan tersebut. Sosialisasi, pembinaan atau apapun namanya pada pinsipnya telah dilakukan. Melalui proses supervisi juga telah dilaksanakan pembinaan, akan tetapi hasilnya masih belum memuaskan.
Teknik yang dipergunakan dalam melakukan pembinaan khusunya melalui supervisi Pengawas Sekolah (Depdikbud, 1994:6), meliputi : kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, kunjungan antara kelas, rapat rutin, pertemuan gugus, kunjungan antar KKG, sistem magang, penataran tingkat lokal, karyawisata dengan guru, serta penyebaran informasi melalaui media massa ataupun media elektronik.
Teknik-teknik di atas dalam pelaksanaannya menemukan beberpaa kendala. Teknik-teknik kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, terlalu memakan waktu untuk menjangkau semua guru yang ada. Teknik kunjungan antar kelas, maupun gugus, rapat rutin, penataran lokal terbentur dengan biaya dan mengganggu jam efektif bila terlalu sering dilakukan, sementara untuk penyebaran informasi melalui media masih terganjal keterbatasan dana dan sarana yang dimiliki sekolah. Untuk itu dipilih teknik yang merupakan gabungan dari beberapa teknik tersebut berupa bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok dimungkinkan lebih efektif karena bisa dilakukan secara kelompok besar yang anggota kelompok tersebut dapat mengimbaskan kepada teman di sekolah masing-masing. Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat diadakan secara berkala dan dipilih waktu yang tidak menganggu jam efektif mengajar. Selain itu, bimbingan kelompok juga dapat dilakukan secara tuntas kepada masing-masing guru pada kelompok tertentu yang sama tingkatannya, misalnya guru kelas I, II dan seterusnya. Bimbingan kelompok mampu mengakomodasi seluruh guru, sebab bila hanya dilakukan melalui pertemuan gugus maka peserta bimbingan terbatas hanya dalam gugus yang bersangkutan.
Terkait dengan fakta-fakta di atas hendak diadakan Penelitian Tindakan Sekolah dengan judul, ”Meningkatkan Kemampuan Menyusun RPP Sesuai Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) melalui Bimbingan kelompok Guru kelas IV Sekolah Dasar Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Tahun 2008” yang hasil-hasilnya diharapkan mampu memberikan solusi dalam rangka peningkatan kemampuan guru khususnya dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.


B. Rumusan Masalahan dan Pemecahannya
Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
- bagaimana metode bimbingan kelompok dapat meningkatkan kemampuan menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) bagi guru kelas IV Sekolah Dasar di Kecamatan Diwek?
Metode bimbingan kelompok dipilih dalam rangka meningkatan kemampuan guru dalam menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari latar belakang pelaksanaan penelitian. Metode tersebut dimungkinkan lebih efektif dari metode lainnya, mengingat kelebihan yang dimiliki.
Langkah pemecahan masalah yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :
- mengumpulkan seluruh guru kelas empat pada salah satu Pusat Kegiatan Guru di Kecamatan Diwek
- memerintahkan untuk membawa foto copy RPP yang telah dibuat sebagai dasar untuk melihat perkembangan kemampuan setelah dan sebelum diberikan bimbingan
- memberikan informasi tentang peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- melakukan tindakan dengan membimbing guru kelas IV dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan Standar Proses
- menilai Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru
- mengembalikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat dan memberikan catatan-catatan tentang bagian bagian yang harus disempurnakan
- menugaskan menyusun kembali satu RPP sesuai Standar Proses serta merevisi kekeliruan yang dilakukan setelah tindakan pertama dilakukan
- mengevaluasi keberhasilan dalam penyusunan RPP setelah mendapatkan bimbingan secara kelompok

C. Tujuan
Tujuan pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 tahun 2007)
2. mendapatkan deskripsi tentang proses bimbingan kelompok yang mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan Standar Proses (Permendiknas nomor 41 Tahun 2007)



D. Manfaat Penelitian
Akhir penelitian ini diharapkan tersusun sebuah laporan hasil Penelitian Tindakan Sekolah yang mampu memberikan manfaat kepada:
1. Guru
- mendapatkan bimbingan dalam menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007)
- meningkatkan profesionalisme sebagai guru
2. Kepala Sekolah
- mendapatkan bantuan dalam mensupervisi guru dalam menyusun perangkat administrasi pembelajaran khususnya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk membimbing guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
3. Siswa
- sarana mendapatkan pelayanan pembelajaran yang prima dari guru
- meningkatkan komptensi siswa sesuai mata pelajaran yang diajarkan guru
4. Sekolah
- meningkatkan kualitas sekolah
- meningkatkan citra sekolah di mata stakeholder


E. Hipotesis Tindakan
Hipotesis diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 1998 : 67). Disebut jawaban sementara mengingat dalam setiap pemecahan atas sebuah masalah tidak selalu sekali jalan. Jawaban akan ditemukan tahap demi tahap sesuai dengan langah penelitian yang dilakukan.
Jawaban atas sebuah masalah dibedakan atas jawaban pada taraf kebenaran teoritik, dan jawaban pada tahap praktik, jawaban teoritik diperoleh melalui membaca teori-teori yang relevan sedangkan jawaban praktis didapatkan setelah melakukan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: bahwa melalui bimbingan kelompok kemampuan guru kelas IV Sekolah Dasar di Kecamatan Diwek dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007) akan meningkat.





















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Tindakan
Mengutip pendapat Carr dan Kemmis (Wardani, 2007 : 1.3) Penelitian Tindakan memiliki cakupan makna sebagai berikut, bahwa penelitian tindakan adalah bentuk inquiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri, penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti, seperti guru, siswa atau kepala sekolah, penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan, penelitian tindakan bertujuan untuk memperbaiki.
Berdasarkan pendapat di atas penelitian tindakan dapat dilakukan pada lokasi yang bebas, dan dilakukan oleh person yang terlibat dalam situasi dan kondisi yang ada. Lokasi tersebut selanjutnya akan menjadi bagian nama dari penelitian tindakan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjono (2007:36) bahwa penelitian tindakan banyak dilakukan oleh para guru maupun pengawas. Bila dilakukan oleh guru umum disebut sebagai Penelitian Tindakan Kelas. Sedangkan bila dilakukan oleh Pengawas Sekolah disebut sebagai Penelitian Tindakan sekolah.
Dengan demikian konsep dilakukan oleh siapa masih mengacu pada pengertian ruang lingkup dan situasi keterlibatan peneliti. Bila dilakukan oleh guru maka ruang lingkup penelitian berada di ruang kelas, merefleksikan kondisi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Bila dilakukan oleh Pengawas Sekolah, akan menjadi Penelitian Tindakan Sekolah dan ruang lingkupnya meliputi seluruh areal yang ada di sekolah mulai komponen input, output maupun proses yang dilaksanakan oleh sekolah. Oleh karena itu setiap konsep, prinsip, teori yang dipergunakan dalam pelaksanaan tindakan kelas sudah secara otomatis menjadi teori juga bagi Penelitian Tindakan Sekolah.
Oleh karena itu menurut Suhardjono, Tujuan Penelitian Tindakan Sekolah yang dilakukan Pengawas Sekolah antara lain:

- Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran termasuk mutu guru, kepala sekolah, khusunya yang berkaitan tugas fungsional kepengawasan, di skeolah-sekolah yang menjadi binaannya
- Meningkatkan kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah
- Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan (Suhardjono, 2008:36)

Suhardjono juga menambahkan bahwa ciri khusus Penelitian Tindakan Sekolah adalah adanya tindakan nyata, dan dilakukan pada situasi yang alami dengan tujuan memecahkan masalah-masalah praktis. Tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu pula. Tindakan nyata artinya tidak imajiner, situasi alami artinya tidak dibuat-buat atau disetting sebagaimana penelitian laborat
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan, baik tindakan kelas maupun tindakan sekolah terdiri empat rangkaian kegiatan dalam siklus yang berulang. Empat kegiatan pada setiap siklus adalah perencanaan, tindakan, pengamatan dam refleksi.
Perencanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas lazimnya disebut dengan istilah merencanakan perbaikan (Wardani, 2007:2.10), langkah-langkah yang ditejpuh adalah merumuskan hipotesis seabgai cara untuk mengatasi masalah, dan mengalisis kelayakan hipotesis. Perumusan hipotesis dimaksudkan sebagai poses awal untuk menemukan jawaban. Proses tersebut dapat dilakukan melalui mengkaji beberapa teori yang relevan, diskusi dengan teman sejawat serta refleksi pelaku penelitian sesuai dengan pengalaman yang dimiliki. Atas dasar tiga kegiatan tersebut muncullah jawaban sementara sebagai langkah awal melakukan tindakan.
Bila hipotesis telah tersusun langkah kedua adalah melakukan analisis atas hipotesis dari segi kemampuan melaksanakan tindakan, kondisi fisik sujek dalam mengikuti instruksi dalam pelaksanaan tindakan, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung tindakan serta iklim kerja yang terjadi pada lingkup penelitian. Berdasarkan hal-hal di atas akan didapat kesimpulan bahwa hipotesis dapat dilaksanakan atau tidak
Pelaksanaan tindakan merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun. Setiap konsep yang ada dalam perencanaan menjadi dasar bagi pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan sedapat mungkin tidak bergeser dari perencanaan, namun demikian karena kondisi alamiah memang tiak selalu dapat diprediksi dengan tepat, sekiranya ada simpangan masih dapat dilaksanakan sepanjang tidak menyangkut hal-hal yang prinsipil.
Pelaksanaan tindakan disebut juga sebagai action dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Tanpa adanya action maka masalah tidak akan terjawab. Action selanjutnya dilakukan oleh peneliti, dan akan menimbulkan reaction dari subjek penelitian. Sejauh mana reaction menunjukkan adanya perubahan perilaku dari subjek penelitian maka di situlah letak keberhasilan atau ketidakberhasilan sebuah penelitian.
Keberhasilan reaction selanjutnya ditentukan oleh kesesuaian kriteria yang disusun sebelum action dengan bentuk bentuk reaction positiv dari subjek penelitian. Kriteria keberhasilan berupa konsep ideal yang disarikan dari teori-teori yang sudah baku. Misalnya, sebuah kriteria mengatakan bahwa tindakan dianggap berhasil bila subjek mampu menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses, maka Standar Proses inilah konsep ideal yang dijadikan acuan dalam menyusun kriteria keberhasilan.
Proses perujukan antara kondisi harapan dengan kondisi yang ada selanjutnya menjadi langkah ketiga dalam penelitian tindakan, yaitu berupa observasi, atau penialaian atas data penelitian. Proses perujukan juga berarti klarifikasi sejauh mana terdapat perubahan perilaku subjek penelitian akibat adanya tindakan yang telah dilakukan. Sejauh mana reaction sesuai dengan harapan pemberi action.
Perujukan antara harapan dan kenyataan ini dilakukan tidak sekedar melihat dengan mata telanjang apakah dua fenomena telah mengalaman kesamaan atau belum, melainkan dipergunakan instrumen sebagai alat pencatat data. Berdasarkan instrumen akan didapat data yang bisa dikuantitaskan atau dikualitaskan. Demikian juga kondisi ideal yang berupa konsep baku, juga dibuat secara kualitas atau kuantitas. Oleh karenanya hasil akhir kondisi harapan dan kenyataan akan berupa data dengan kerangka pandang yang sama. Bila pada kriteria disajikan secara kuantitas, maka data hasil tindakan juga harus berupa kondisi yang mengacu pada kuantitas. Sebaliknya bila kriteria berupa data kualitas, maka data hasil juga harus berupa kualitas.
Langkah berikunya setalah melakukan pengamatan atas data, maka diadakan refleksi. Menurut IGAK Wardani refleksi tidak ubahnya berdiri di depan cermin untuk melihat kembali bayangan kita atau menmukan kembali kejadian yang perlu dikaji (Wardani, 2007:2.32). Dengan dibantu data hasil, kembali mengingat, mengapa hasilnya demikian, seharusnya kan demikian, apa yang salah, kalau salah bagaimana benarnya, apa yang yang harus dilakukan selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan demikian yang dikembangkan dalam refleksi, sehingga memunculkan konsep baru berupa rencana tindakan ulang untuk memperbaiki kesalahan.
Hasil refleksi berupa satu rancanagan tindakan guna mengeleminir kekurangan yang telah dilakukan. Bisa jadi pelaksanaan tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana, akan tetapi karena situasi dan kondisi yag tidak mendukung sehingga tingkat perhatian subjek penelitian menjadi menurun sehingga mengurangi hasil akhir. Perencanaan ulang dan tindakan ulang ini pun masih mengikuti pola pada seperti pada siklus awal, yaitu perencanaan untuk siklus kedua, pelaksanaan tindakan, observasi dan direfleksikan kembali.
Proses Penelitian Tindakan oleh Suhardjo (2008:38) digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 1
LANGKAH PTS MENURUT SUHARDJONO

Pelaksanaan Tindakan I
Perencanaan Tindakan I
Permasalahan





Refleksi I
Pengamatan/Pengumpulan data
SIKLUS I



Pelaksanan Tindakan II
Perencanaan Tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/pengumpulan data II
Permasalahan baru hasil refleksi









SIKLUS II
Bila permasalahan belum terselesaikan
Dilanjutkan siklus berikutnya







Berdasarkan gambar di atas, dapat dibaca bahwa proses penelitian tindakan dapat diibaratkan sebagai sebuah gerakan berputar yang berulang ulang sebagaimana jarum jam (Rachman, 2006:29) atau yang disebut gerakan yang bersifat siklis. Apa yang diawal siklus pertama akan dilakukan kembali pada bagian awal siklus kedua, demikian terus-menerus sampai mendapatkan hasil maksimal, yaitu kemantapan pelaksana tindakan atas hasil yang telah dicapai.

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sesuai Standar Proses (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007)
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PP Nomor 19 Tahun 2005). Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran (Permendiknas 41 Tahun 2007). Berdasarkan keduan peraturan perundangan-undangan di atas jelas sekali, bahwa standar proses merupakan pedoman bagi guru dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. Suka atau tidak suka, guru wajib menjadikannya sebagai acuan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
Pedoman dalam penyusunan pelaksanaan pembelajaran sebagaimana tertuang dalam lampiran permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 dikutip secara keseluruhan sebagai berikut:

” RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan ke­giatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pela­jaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemam­puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik•dalam mata pelajaran ter­tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe­tensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilai­an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera­sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan ha­sil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro­sedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe­tensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan un­tuk pencapaian KD dan beban belajar.
8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela­jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi­lihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ­asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/M I.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un­tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di­lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang­kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses.eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un­tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpul­an, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.
10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kom­petensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom­petensi.” (lampiran Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007)


Berdasarkan pedoman di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: outline RPP sesuai Standar Proses adalah :
Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran :
Kelas / Semester :
Jumlah pertemuan :
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :
Indikator :
Tujuan Pembelajaran :
Materi Ajar :
Alokasi Waktu :
Metode Pembelajaran :
Kegiatan Pembelajaran :
a. Pendahuluan
b. Inti
c. Penutup
Penilaian Hasil Belajar :
Sumber Belajar :

Jabaran outline di atas dapat diuraikan sebagai berikut : identitas RPP sebagaimana tercetak miring, masing-masing diisikan, SDN/SDS/MI, nama mata pelajaran, diajarkan untuk kelas berapa dan semester berapa, dan berapa pertemuan RPP tersebut dibuat. Jumlah jam pertemuan ini disesuaikan dengan program semester yang sudah dibuat serta jadwal hari efektif khususnya jumlah jam untuk standar kompetensi yang dibuat.
Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar dikutip dari Standar Isi (baca GBPP). Indikator dimaknai sebagai ciri penanda sebuah kompetensi, semakin rinci kompetensi dasar dijabarkan dalam indikator, maka semakin mudah diukur dan semakin mewakili makna kompetensi dasar. Bila indikator dibuat kurang mewakili isi kompetensi dikhawatirkan penguasaan anak terhadap kompetensi tidak maksimal. Bahkan bisa menjadi mengambang tanpa sasaran. Untuk untuk penyusunan indkator diupayakan benar-benar mewakili isi kompetensi dasar.
Tujuan penjabaran merupan arah yang harus dicapai dalam pembelajaran. Dipersyaratkan dalam penulisan tujuan mengacu pada proses dan hasil, artinya dengan cara apa indikator tersebut bisa dikuasai anak, dan seperti apa hasil yang ingin dicapai. Untuk ini dapat dicontohkan formulasi kalimatnya sebagai berikut: ’setelah melakukan pengamatan anak mampu menjelaskan bagian-bagian rangka manusia”, artinya untuk dapat mencapai tujuan tersebut anak dipersyaratkan melakukan pengamatan lebih dulu, tidak dengan cara dijelaskan atau diberitahu.
Dengan demikian tujuan apat menjadi pemandu harus seperti apa kegiatan pembelajaran dilakukan, bila dalam tujuan disebutkan misalnya ’melalui diskusi’, maka dalam pembelajaran harus dilaksanakan kegiatan diskusi, bila dalam tujuan tertulis ’melalui mendengarkan’ berarti alam pembelajaran anak harus melakukan proses mendengar. Dari sinilah sebenarnya peran RPP sebagai bentuk pentanggungjawaban profesional guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat diketahui. Bila proses-proses tersebut tidak dilalui maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran yang berlangsung tidak berbeda dengan model PPSI, yaitu dengan menjelaskan atau ceramah, tanpa melibatkan aktivitas siswa.
Materi ajar persyarakatkan memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan. Pada kenyataannya seringkali guru hanya menuliskan pokok-pokok materi saja tanpa penjelasan. Bila hal tersebut dilakukan, maka RPP tidak berbeda dengan skenario tanpa isi. Dari penjabaran materi ajar tersebut diketahui seberapa luas guru mampu menjabarkan materi sebagai bentuk nyata kompetensi dasar yang ada.
Penjabaran materi ajar di satu sisi juga memiliki manfaat dalam rangka pengembangan profesi guru khusunya dalam menyusun diktat pelajaran. Diktat pelajaran sebagai bahan pengayaan pengetahuan peserta didik sangat tepat bila disusun oleh guru secara langsung. Dengan menyusun diktat guru tidak perlu bersibuk diri menyusun karya ilmiah hasil penelitian bila memang tidak tersedia sarana maupun prasarana yang cukup.
Alokasi waktu diisi dengan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam mencapai KD. Pengisian alokasi waktu merujuk pada program semester, misalnya dua jam pelajaran, empat jam pelajaran dan sudah dikurangi dengan pelasakanaan ulangan harian.
Metode pembelajaran merupakan cara yang akan ditempuh guru dalam mengupayakan penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Cara tersebut dituliskan secara global, misalnya dengan cara penugasan, diskusi, pengamatan, mendengarkan, membaca, dan sebagainya. Jabaran secara riil dari metode pembelajaran tertuang dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran di dalam RPP merupakan rencana proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru dalam penguasaan kompetensi. Terbagi menjadi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan berisi kegiatan memancing kesiapan anak mengikuti peroses belajar bentuknya bisa tanya jawab, mengajak menyayi, menunjukkan gambar sebagai starting point menuju materi pokok.
Pada kegiatan inti dituliskan proses yang akan dilalui dalam pembelajaran, mislnya dimulai dari penjelasan singkat trentang tujuan dan proses, aktivitas siswa, seperti diskusi, membaca, mendengar, mengamati, tanya jawab, meresume dan sebagainya. Poin-poin pada kegiatan inti merupakan jabaran riil dari metode yang dipilih. Jadi, bila dalam metode ajar tertulis metode, penugasan, pengamatan, diskusi, dan seramah maka dalam kegiatan inti harus tertulis siswa melakukan pengamatan, mengerjakan tugas mengisi LKS, melakukan diskusi, menentukan simpulan, mendengarkan penguatan yang disampaikan oleh guru. Dalam hal tersebut metode berhubungan langsung dengan kegiatan pembelajaran secara fungsional implementatif. Pada kegiatan akhir, intinya anak diajak merefleksikan pembelajaran yang telah dilaksanakan, untuk apa, manfaatnya apa, konteksnya dengan lingkungan bagaimana, serta memotivasi siswa untuk rajin belajar.
Penilaian dan hasil belajar pada RPP menjelaskan prosedur penilaian yang akan dilakukan, teknik yang dipegunakan dalam menilai serta bentuk instrumen penilaian. Pada bagian tersebut juga disertakan rambu-rambu jawaban bila teknik penilaian menggunakan soal tertulis. Yang tidak kalah pentingnya adalah rubrik penilaian yang beriri ketentuan kondisi seperti apa yang dipersyaratkan sehingga disebut menguasai kompetensi.
Secara fungsional implementatif, prosedur penilaian mendasarkan diri pada kegiatan pembelajaran sedangkan yang telah dilakukan, substansi materi mengacu pada indikator dan tujuan pembelajaran. Dengan demikian antara indikator, tujuan, metode dan kegiatan pembelajaran terjadi matcing atau dalam istilah silabus memimiliki kaitan yang sistematis dan konsisten.
Pada bagian akhir RPP dicantumka sumber belajar. Sumber belajar lazimnya berupa buku, barang cetakan, media pembelajaran, lingkungan yang dapat menyajikan materi ajar. Penulisannya diharapkan secara jelas, rinci dan detail. Misalnya sumber belajar dari buku harus ditulis judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit serta halaman tempat sumber diambil. Hal ini dilaukan agar bila suatu ketika seorang guru berhalangan mengajar dapat disampaikan oleh guru lain, yang pengambilan sumber belajarnya telah terpandu dalam RPP.
Berbagai uraian di atas pada intinya sudah banyak dipahami para guru, hanya saja kaang seorang guru dibelenggu rasa malas sehingga dalam penyusunan RPP terdapat beberapa kekeliruan. Dengan diterbitnya Permen yang mengatur tentang penyusunan RPP sudah ada instrumen baku sehingga wajib dipedomani pada guru dalam menyusun RPP. Rpp yang dibuat oleh guru tidak lagi sekedar memenuhi formalitas tanggungjwab tetapi secara substansi harus benar-benar dilaksanakan agar peningkatan kompetensi peserta didik dapat dicapai secara maksimal.

C Bimbingan Kelompok dalam Penyusunan RPP
Berbagai teknik dalam pelaksanaan supervisi sebagaimana tertuang dalam Pedoman Pelaksanaan Pengawasan (Nurali, 2008) dapat dijadikan acuan dalam pembinaan terhadap guru. Beberapa model yang ada selanjutnya diakumulasi menjadi bentuk bimbingan kelompok Bimbingan kelompok dapat diartikan proses pemberian bimbingan secara berkelompok. Pengertian ini dapat juga dikontraskan dengan bimbingan pribadi, kunjungan kelas, atau percakapan pribadi. Artinya bimbingan kelompok berbeda dengan bimbingan secara pribadi.
Bimbingan kelompok diambil sebagai alternatif karena mampu mengakomodasi peserta dalam jumlah yang agak besar. Hal tersebut akan berbeda jika diterapkan dalam kegiatan KKG karena peserta menjadi sangat terbatas. Bimbingan yang diterapkan dalam kegiatan KKG hanya akan diikuti oleh guru-guru dalam satu gugus yang jumlah 5 – 6 guru saja tiap jenjang kelas.
Bila dilakukan bimbingan secara kelompok maka yang dijadikan subjek adalah guru-guru pada satu tingkatan kelas, misalnya khusus guru kelas IV saja , kelas V saja, atau kelas lainnya. Kesamaan kelas tersebut menjadi sarana dalam pembahasan yang memungkinkan pemahaman ganda yaitu pemahanan terhadap materi juga teknik penyusunan RPP. Apabila secara kebetulan guru kelas yang dibimbing adalah guru yang mampu maka dimungkinkan dapat mengimbaskan kepada guru lainnya dalam satu sekolah. Tetapi bila tidak mampu menyampaikan kepada guru lainnya minimal untuk seorang guru saja asalkan pemahamannya maksimal.
Pada proses bimbingan kelompok karena menyangkut jumlah personal yang lebih dari satu, maka penerapan bimbingan tidak bisa meninggalkan konsep pendidikan orang dewasa atau yang dikenal dengan istilah andragogi (Uno, 2007:55). Dikatakan oleh Hamzah B. Uno bahwa pembelajaran orang dewasa mencerminkan suatu proses dimana orang dewasa belajar menjadi peduli dan mengevaluasi tentang pengalamannya. Pembelajaran orang dewasa tidak dimulai dengan mempelajari materi-materi pelajaran tetapi berdasarkan harapan bahwa pembelajaran dimulai dengan memberikan perhatian pada masalah-masalah yang terjadi dan ditemukan dalam kehidupannya.
Uno (2007:57) mengutip Lindeman menyebut kunci sukses dalam pembelajaran orang dewasa adalah sebagai berikut 1) aktivitas pembelajaran relevan dengan kebutuhan, 2) orang dewasa dalam belajar berpusat pada kehidupannya, 3) pengalaman merupakan sumber belajar terpenting, 4) orang dewasa memiliki kebutuhan yang mendalam untuk menjadi individu yang mampu mengatur dirinya sendiri dan 5) adanya perbedaan karena usia, latar belakang pendidikan harus menjadi perhatian dari pembimbing.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka proses bimbingan kelompok dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. membagikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
2. memberikan kesempatan mempelajari khusunya petunjuk penyusunan RPP
3. memberikan kesempatan untuk bertanya apabila didapat konsep-konsep yang belum dipahami
4. mejawab pertanyaan guru dengan terlebih dulu melempar pertanyaan kepada semua peserta
5. memberikan penjelasan singkat khusunya hal-hal yang perlu mendapat perhatian karena seringnya guru melakukan kekeliruan dalam memahami konsep secara umum
6. bila guru sudah memahami konsep, mempersilakan secara langsung berlatih menyusun RPP
7. mendampingi selama proses penyusunan guna membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi guru
8. mengumpulkan hasil kerja berupa RPP yang sudah dibuat guru
Pemilihan model andragogi di atas disisi lain memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan pilar pilar dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to be myself, dan leaning to life together. Dengan pemberian kesepatan seluas-luasnya kepada guru, maka guru dipacu untuk mengaktualisasikan dirinya tanpa ragu. Kebersamaan yang diciptakan memungkinkan guru untuk berkomunikasi dengan teman sejawat tanpa rasa malu. Tuntutan hasil menjadi motivasi untuk melakukan sesuatu atas bahan pengetahuan yang telah dibaca.

C. Kerangka Teori
Berdasarkan beberpa teori yang sudah dirujuk, proses pelaksanaan tindakan dikerangkakan sebagai berikut:


GAMBAR 2
KERANGKA TEORI PROSES TINDAKAN

Guru Yang sudah mampu menyusun RPP belum sesuai standar, guru yang belum mampu menyusun RPP
Diberikan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses (Pedoman Penyusunan RPP)













Diberikan tugas menyusun RPP sesuai standar proses,



Diberikan bimbingan
Dievaluasi


Guru yang mampu menyusun RPP sesuai dengan Standar proses









BAB III
METODE PENELITIAN TINDAKAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah model gambaran bentuk yang akan diikuti dalam pelaksanaan penelitian (Rachman, 2006:27) Dengan demikian desain berarti gambaran umum pola pelaksanaan penelitian. Adapun isi yang ada dalam penelitian merupakan prosedur yang telah diuraikan secara rinci dan siap dilaksanakan oleh peneliti.
Penelitian ini didesain menggunakan model Stepen Kemmis dan Mc Taggart, dimana Penelitian Tindakan Sekolah merupakan kegiatan siklis yang dalam setiap siklusnya terdapat empat langkah yang harus dilaksanakan. Empat langkah tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Bila satu siklus yang berupa rangkaian empat kegiatan telah terlaksana akan muncul simpulan bahwa pelaksanaan tindakan telah membawa hasil atau belum.
Simpulan yang direfleksikan dari keempat rangkaian kegiatan akan menjadi rekomendasi bagi siklus berikutnya bila ternyata tindakan belum membawa hasil. Sebaliknya bila tindakan dinyatakan berhasil maka hasil refleksi menjadi rekomendasi untuk pelaksanaan diseminasi hasil penelitian. Dengan adanya diseminasi diharapkan hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh para pengguna hasil sehingga menjadi lebih bermafaat, utamanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas, desain penelitian ini dapat digambar sebagai berikut :
GAMBAR 3
DESAIN PENELITIAN

Identifikasi Masalah


Siklus 1
Perencanaan
Refleksi
Observasi
Pelaksanaan


Siklus 2
Refleksi
Observasi
Pelaksanaan
Perencanaan



B. Prosedur Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan sekolah ini direncanakan dalam empat langkah kegiatan yang meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Sebelum perencanaan tindakan itu sendiri diawali dengan study pendahuluan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Kondisi awal tersebut selain menjadi bekal perumusan rencana tindakan juga sebagai pembanding setelah tindakan dilaksanakan. Artinya sejauh mana terjadi perubahan pada subjek penelitian antara sebelum dan sesudah tindakan.
Langkah Penelitian Tindakan Sekolah yang akan dilakukan disajikan sebagi berikut:
a. Perencanaan tindakan
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam perencanaan tindakan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan meliputi :
- Menentukan subjek penelitian
- Menyusun materi bimbingan beserta alat yang diperlukan
- Menentukan waktu pelaksanaan bimbingan
- Menyusun format penilaian RPP
- Menentukan kriteria penguasaan kompetensi penyunan RPP
- Menentukan teknik analisis keberhasilan tindakan
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang akan dilaksanakan dalam penelitian adalah mengumpulkan guru kelas IV yang dipilih sebagai subjek penelitian pada salah satu Pusat Kegiatan Guru yang ada di Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Pada saat guru sudah berkumpul dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
- memberikan teks Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses beserta lampirannya untuk dibaca dan dipahami
- memberikan kesempatan untuk bertanya kepada guru yang belum memahami dari teks Permendiknas yang telah dibaca
- memberikan penjelasan singkat tentang hal-hal yang krusial dari Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 khusunya dalam penyusunan RPP. Penjelasan difokuskan pada hal-hal yang berbeda dari RPP sesuai dengan Stadar proses dan Model SP, atau RP sebelum berlakunya Permendiknas 41 Tahun 2007
- bila guru sudah memahami konsep RPP sesuai Standar Proses, memberikan tugas kepada guru untuk menyusun RPP sesuai pemahaman terhadap Standar Proses
- melakukan pendampingan terhadap guru yang sedang menyusun RPP sekaligus membimbingnya bila menemukan kesulitan.
c. Observasi
Observasi dalam rangka mengukur ketercapaian tindakan dilakukan setelah guru berhasil menyusun sebuah RPP sesuai Standar Proses. Mengingat outcome beupa hasil kerja maka pengukuran ketercapaian dilakukan melalui penilaian, yaitu menilai hasil kerja. Dalam hal ini peneliti sekaligus berperan sebagai penilai. Hal ini sesuai dengan konsep pengamatan berperanserta dalam penelitian kualitatif (Moleong, 1987:126)
Untuk membantu proses penilaian maka disediakan format instrumen penilaian yang memuat rubrik dari masing-masing komponen yang dinilai. Dengan demikian meskipun peneliti terlibat sebagai pengamat yang berperanserta dimungkinkan masih terjaga objektifitasnya.
Hasil akhir dari penilaian adalah nilai para guru berdasarkan RPP yang telah dihasilkan. Hasil akhir inilah yang selanjutnya dilakukan klarifikasi dengan kriteria keberhasilan tindakan, untuk menentukan apakah tindakan masih perlu dilanjutkan dengan siklus berikutnya atau berhenti hanya pada satu siklus karena dianggap sudah berhasil.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah data nilai terkumpul berdasarkan atas penilaian yang telah dilakukan. Refleksi sebagai proses penganganan kembali peristiwa yang telah dilakuan berujung pada simpulan atas kelemahan-kelemahan yang dilakukan selama tindakan beserta keberhasilan yang dicapai. Oleh karena itu, sebelum diadakan refleksi terlebih dulu disajikan data hasil penilaian beserta kriteria yang telah dibuat sebagai tolok ukur penentuan keberhasilan tindakan. Kedua data, antara sebelum tindakan dan sesudah tindakan selanjutnya dibandingkan sebagai dasar penentuan simpulan

C. Subjek Penelitian
Berbicara tentang subjek penelitian pada prinsipnya tidak dapat dilepaskan dari sumber data penelitian. Sumber data penelitian adalah subjek dari mana data dapt diperoleh (Arikunto, 1998 : 114). Berdasarkan pengertian subjek dalam sumber data, maka subjek penelitian ini adalah guru sekolah dasar di kecamatan Diwek.
Guru yang dipakai sebagai sumber data penelitian adalah yang mengajar di kelas IV. Pemilihan guru kelas empat dijadikan sumber data penelitian karena menyesuaikan diri dengan pelaksanakaan Standar Isi yang dilakukan secara bertahap, dimulai dari kelas satu dan empat.
Adapun nama-nama guru sebagai subjek penelitian adalah sebagai berikut:
TABEL 1
DAFTAR NAMA SAMPEL PENELITIAN

No
Nama
Asal Sekolah/SDN
1
Sunarmi
Bulurejo III
2
Tutik Riyoyoningsih
Kwaron I
3
Sutrisno
Jatirejo
4
Sugito
Bendet
5
Endang Pujiati
Keras II
6
Prihatininsih
Grogol I
7
Anik W
Dukuhpundong I
8
Ghozali
Puton I
9
Sri Banowati
Watugaluh
10
Sri Harnanik
Diwek II
11
Nur Aini
Diwek I
12
Titin Suhartilah
Cukir II
13
Sri Wahyuni
Balongbesuk II
14
Suwarni
Jatipelem I
15
Endah Admajaningrum
Brambang
16
Suharniati
Bandung I
17
Kasmi
Dukuhpundong II
18
Endang Koesmiati
Ceweng I
19
Hamidah
Kayangan II
20
Fatimah
Kwaron II
21
Hastin Nadhifah
Ngudirejo I
22
Ita Wijiatutik
Grogol II
23
Novi Trisnawati
Pandanwangi I
24
Aryanti KW
Puton II
25
Siti Munifah
Jatipelem II
26
Titik Marlina
Bulurejo I
27
Kartika Tri W
Kedawong
28
Niswati Aliyah
Cukir I
29
Adi Cahyono
Keras I
30
Erma Rochimah
Ngudirejo II
31
Sukartin
Bulurejo II
32
Yulina
Balingbesuk I
33
Yatemi
Bandung II
34
Nur Cahayatin
Ceweng II
35
Bambang Suharto
Kayangan I
36
Eni Indarti
SDN Pandanwangi II

D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang yang dalam pelaksanaan tindakan dilakukan di SDN Cukir II. Adapun penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan September 2008.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian. Instrumen dalam penelitian ini berupa rubrik sebagai alat untuk menilai hasil guru dalam penyusunan RPP. Nilai yang didapat dari rubrik selanjutnya ditabulasikan dalam data penilaian. Instrumen dimaksud adalah :



TABEL 2
INSTRUMEN PENILAIAN RPP

No
Aspek Yang dinilai
Skor
0
5
10
15
20
1
Penyusunan Tujuan
0
5
10
15
20
2
Penyusunan Indikator
0
5
10
15
20
3
Pemaparan Materi Ajar
0
5
10
15
20
4
Perencanaan Kegiatan Pembelajaran
0
5
10
15
20
5
Penyusunan Alat Evaluasi
0
5
10
15
20

Rubrik Penilaian:
Penyusunan Indikator
Skor 20
Apabila Indikator dirumuskan sesuai dengan KD, menggunakan kata-kata operasional, dapat diukur, menyangkut pengetahuan ketrampilan dan sikap
Skor 15
Apaila indikator dirumuskan sesuai KD, menggunakan kata-kata operasional, dapat dikur, menyangkut pengetahuan dan ketrampilan saja
Skor 10
Apabila indikator dirumuskan sesuai KD, menggunakan kata-kata operasional, dapat diukur, menyangkut pengetahuan saja
Skor 5
Apabila indikator dirumuskan sesuai KD, menggunakan kata-kata operasional
Skor 0
Apabila tidak menyusun indicator
Penyusunan Tujuan Pembekajaran
Skor 20
Tujuan dirumuskan sesuai dengan indikator dan atau yang telah diperluas, menyangkut proses dan hasil belajar, menggunakan kata-kata operasional, dapat diukur,
Skor 15
Tujuan dirumuskan sesuai dengan indikator dan atau yang telah diperluas, menyangkut proses dan hasil belajar, menggunakan kata-kata operasional
Skor 10
Tujuan dirumuskan sesuai dengan indikator dan atau yang telah diperluas, menyangkut proses dan hasil belajar,
Skor 5
Tujuan dirumuskan sesuai dengan indikator dan atau yang telah diperluas
Skor 0
Tidak menyajikan tujuan pembelajaran
Pemaparan Materi Ajar
Skor 20
Materi Ajar sesuai dengan indikator dan tujuan, dimulai dari pokok materi, diuraikan berdasarkan konsep, prinsip, diberikan contoh riil
Skor 15
Materi Ajar sesuai dengan indikator dan tujuan, dimulai dari pokok materi, diuraikan berdasarkan konsep, prinsip
Skor 10
Materi Ajar sesuai dengan indikator dan tujuan, dimulai dari pokok materi
Skor 5
Materi Ajar sesuai dengan indikator dan tujuan
Skor 0
Tidak memuat materi ajar
Perencanaan kegiatan pembelajaran
Skor 20
Merupakan jabaran dari metode pembelajaran, terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti dan penutup beserta langkah-langkahnya, mengaktifkan siswa, menyajikan kesempatan berkomunikasi
Skor 15
Merupakan jabaran dari metode pembelajaran, terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti dan penutup beserta langkah-langkahnya, mengaktifkan siswa
Skor 10
Merupakan jabaran dari metode pembelajaran, terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti dan penutup beserta langkah-langkahnya,
Skor 5
Merupakan jabaran dari metode pembelajaran
Skor 0
Tidak menyajikan langkah pembelajaran
Penyusunan Alat Penilaian
Skor 20
Alat penilaian disusun untuk mengukur ketercapaian tujuan, sesuai dengan indicator dan langkah pembelajaran, terdapat alat penilaian, disertai rambu-rambu jawaban dan rubri penilaian
Skor 15
Alat penilaian disusun untuk mengukur ketercapaian tujuan, sesuai dengan indicator dan langkah pembelajaran, terdapat alat penilaian,
Skor 10
Alat penilaian disusun untuk mengukur ketercapaian tujuan, sesuai dengan indicator dan langkah pembelajaran,
Skor 5
Alat penilaian disusun untuk mengukur ketercapaian tujuan
Skor 0
Tidak menyajikan alat penilain

F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah didapatkan hasil penilaian atas RPP yang dibuat oleh guru. Hasil-hasil tersebut setelah ditabulasikan secara kuantitatif kemudian ditelaah, ditafsirkan berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Pedoman yang dipergunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut : Penelitian ini dianggap berhasil apabila 80% dari subjek penelitian mendapatkan nilai 80.







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kagiatan Siklus Pertama
Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan meliputi :
Menentukan subjek penelitian
Subjek penelitian yang dipilih adalah guru kelas IV dari masing-masing sekolah dengan tujuan mendasari guru dalam hal penyusunan RPP yang sesuai dengan Standar Proses mengingat proses pelaksanaan Standar Isi (KTSP) yang secara bertahap dimulai dari kelas IV
Menyusun materi bimbingan beserta alat yang diperlukan
Materi bimbingan adalah pedoman penyusunan RPP sebagaimana yang termuat dalam lampiran Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Beberapa bagian diberikan penjabaran mengingat pada beberapa bagian tersebut terdapat perubahan-perubahan, seperti dalam materi ajar, dan penilaian.
Menentukan waktu pelaksanaan bimbingan
Waktu pelaksanaan bimbingan yang dipilih adalah minggu ketiga september yaitu tangal 18 September 2008, mengingat pada tanggal tersebut kegiatan mengisi hari efektif fakultatif masih berjalan dengan kegiatan agama, sehingga tidak mengganggu kegiatan para guru kelas
Menyusun format penilaian RPP
Format penilaian RPP disusun berdasarkan komponen yang terdapat Standar Proses. Beberapa bagian diberikan penjabaran guna menunjukkan urgensi komponen yang ada.
e. Menentukan kriteria keberhasilan tindakan
Penelitian tindakan ini dianggap berhasil bila 80% subjek penelitian mendapatkan nilai 80
f. Menentukan teknik analisis keberhasilan tindakan
Analisis keberhasilan ditentukan berdasarkan nilai yang diperoleh diklarifikasi dengan kriteria keberhasilan. Bila njilai perolehan lebih tinggi daripada kriteria maka guru yang bersangkutan dinyatakan berhasil dalam menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses, dan bila hasilnya sebaliknya maka guru yang bersangkutan dinyatakan belum berhasil.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang pertama dilaukan pada hari Kamis tanggal 18 September 2008, pada hari tersebut diundang para guru kelas IV untuk diberikan bimbingan dalam menyusun RPP. Dari tiga puluh enam sekolah hanya satu guru yang tidak hadir yakni dari SDN Pandanwangi II karena pada hari tersebut guru yang bersangkutan masih menyelesaikan tugas lain di sekolah, sehingga jumlah peserta yang hadir ada 35 guru.
Kegiatan saat pelaksanaan tindakan meliputi:
a. memberikan teks Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses beserta lampirannya untuk dibaca dan dipahami, khusunya pada pedoman penyusunan RPP
b. setelah beberapa saat guru memahami materi, diberikan kesempatan untuk bertanya kepada guru yang belum memahami teks Permendiknas yang telah dibaca, pada saat tersebut guru masih belum memberikan respons
c. setelah dinanti beberapa saat belum juga ada yang bertanya, diberikan penjelasan singkat tentang hal-hal yang krusial dari Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 khusunya dalam penyusunan RPP. Penjelasan difokuskan pada hal-hal yang berbeda dari RPP sesuai dengan Standar Proses dan Model SP, atau RP sebelum berlakunya Permendiknas 41 Tahun 2007. dijelaskan bahwa yang berbeda adalah dalam materi ajar, selama ini hanya dituliskan pokok-pokok materi saja, tetapi seharusnya disertakan juga uiraian materi
d. setelah guru dirasa sudah memahami konsep RPP sesuai Standar Proses, peneliti memberikan tugas kepada guru untuk menyusun RPP sesuai pemahaman terhadap Standar Proses. RPP yang akan dibuat mengambil salah satu KD untuk satu pertemuan, agar bisa diselesaikan pada hari itu, adapun mata pelajarannya dipilih yang paling dikuasai.
e. melakukan pendampingan terhadap guru yang sedang menyusun RPP sekaligus membimbingnya bila menemukan kesulitan, dan pada saat pendampingan ini ada beberapa pertanyaan yang muncul, yaitu bagaimana cara membagi waktu efektif untuk menentukan jumlah pertemuan. Dijelaskan bahwa jumlah pertemuan ditulis berdasarkan program semester yang sudah dibuat, jumlah tersebut merupakan rencana prakiraan waktu berdasarkan hari efektif dalam kalender, adapun pelaksanaannya tetap menyesuaikan pada situasi yang berlangsung.
f. Pertemuan yang dimulai ada pukul 07.45, diakhir pada pukul 11.00 mengingat bulan puasa. Pada saat itu sebagaian guru telah menegerjakan sebagian RPP ada juga yang hampir selesai, namun mengingat situasi yang panas diputuskan tugas dikumpulkan kembali tanggal 19 September 2008 di kantor UPTD Pendidikan Kecamatan Diwek
Observasi/Penilaian
Pada hari jumat, 19 September 2008 pukul 11.00 hampir seluruh guru sudah mengumpulkan RPP. Langkah berikutnya adalah pendataan nama-nama guru yang sudah mengumpulkan RPP, dan ternyata sejumlah 35 orang telah mengumpulkan RPP. RPP tersebut kemudian dinilai dengan rambu-rambu yang sudah ditetapkan dengan hasil sebagai berikut
TABEL 3
DATA NILAI HASIL TINDAKAN PERTAMA
No
Nama
Asal Sekolah/SDN
Nilai
1
Sunarmi
Bulurejo III
70
2
Tutik Riyoyoningsih
Kwaron I
80
3
Sutrisno
Jatirejo
60
4
Sugito
Bendet
75
5
Endang Pujiati
Keras II
80
6
Prihatininsih
Grogol I
80
7
Anik W
Dukuhpundong I
90
8
Ghozali
Puton I
90
9
Sri Banowati
Watugaluh
70
10
Sri Harnanik
Dwek II
80
11
Nur Aini
Diwek I
80
12
Titin Suhartilah
Cukir II
75
13
Sri Wahyuni
Balongbesuk II
65
14
Suwarni
Jatipelem I
80
15
Endah Admajaningrum
Brambang
90
16
Suharniati
Bandung I
75
17
Kasmi
Dukuhpundong II
75
18
Endang Koesmiati
Ceweng I
75
19
Hamidah
Kayangan II
60
20
Fatimah
Kwaron II
70
21
Hastin Nadhifah
Ngudirejo I
65
22
Ita Wijiatutik
Grogol II
75
23
Novi Trisnawati
Pandanwangi I
90
24
Aryanti KW
Puton II
75
25
Siti Munifah
Jatipelem II
70
26
Titik Marlina
Bulurejo I
75
27
Kartika Tri W
Kedawong
70
28
Niswati Aliyah
Cukir I
95
29
Adi Cahyono
Keras I
75
30
Erma Rochimah
Ngudirejo II
70
31
Sukartin
Bulurejo II
65
32
Yulina
Balingbesuk I
60
33
Yatemi
Bandung II
70
34
Nur Cahayatin
Ceweng II
80
35
Bambang Suharto
Kayangan I
60
36
Eni Indarti
SDN Pandanwangi II
Tidak hadir

Jumlah nilai



Rata Rata



Refleksi
Berdasarkan hasil penilaian atas RPP yang dihasilkan guru kelas IV Sekolah Dasar di Kecamatan Diwek, dapat ditabulasikan analisisnya sebagai berikut:













GAMBAR 4
ANALISIS KEBERHASILAN TINDAKAN
Dari hasil tindakan pertama sebagaimana dalam analisis keberhasilan di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan belum membawa hasil secara maksimal. Jumlah guru yang sudah mampu menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses berjumlah 12 orang, yang berarti hanya 34,26%, dari 80% yang menjadi persyaratan keberhasilan tindakan.
Sesuai dengan hasil tindakan pertama dapat direfleksikan sebagai beirkut:
1. kebanyakan guru menganggap sudah mampu menyusun RPP seperti yang selama ini telah dilakukan
2. pembinaan dianggap hanyalah kegiatan formalitas yang tidak ada tindaklanjutnya, sehingga ketika menyusun RPP selesai dianggap selesai tanpa kelanjutan pembinaan
3. pembimbing menilai jawaban sudah mengerti dari para guru ketika dibimbing dan ditanya menunjukkan pemahaman yang maksimal, sehingga tidak menaruh ketidakpercayaan sama sekali, apakah jawaban tersebut disadari atau karena lelah saja
4. bahwa hasil kerja guru dengan usia di bawah 45 tahun lebih baik daripada guru yang berumur lebih dari 45 tahun, lebih utama lagi guru dengan kualifikasi D2 atau S1 PGSD maupun yang tengah berproses dalam menyelesaikan studynya.
5. pada tindakan kedua supaya diteliti satu per satu selama proses penyusunan, serta disajikan kelemahan umum yang dialami para guru.
Berdasarkan hasil tersebut, maka proses pemberian tindakan masih harus dilanjutkan dengan Siklus yang kedua.

B. Pembahasan Hasil Tindakan Pertama
Melihat hasil tindakan pertama sebagaimana telah disajikan analisisnya ternyata pelaksanaan tindakan pertama belum mendapatkan hasil sesuai harapan. Namun demikian, bila dilihat dari kondisi awal sebelum diadakan tindakan sekurang-kurangnya sudah ada perkembangan pemahaman lebih dari 50 %. Pada data awal sebelum diberikan tindakan secara umum dijumpai hal-hal sebagai berikut:
menyusun RPP hanya sebatas memenuhi tanggungjwab adanya persiapan mengajar, beberapa guru mengumpulkan RPP hasil foto copy dari penerbit buku, yaitu RPP yang disesuaikan dengan buku yang dijual
pada indikator banyak yang masih mengutip indikator pada kurikulum 2004, yang berarti belum berusaha mengembangkan indikator sesuai denganKTSP
materi ajar tidak dijabarkan sama sekali, sehingga tidak diketahui sejauh mana pengembangan materi sesuai dengan indikator, banyak juga yang dalam menuliskan materi ajar tidak didasarkan pada tujuan maupun indikator, tetapi mengacu pada buku ajar yang dipakai
langkah pembelajaran belum sesuai dengan metode yang sudah dicantumkan, selain itu banyak yang mengawali kegiatan inti dengan menjelaskan, sehingga tidak memberikan kesempatan anak untuk aktif mencari, menemukan, dan mengkonstruk pengetahuan yang diterima.
pada unsur penilaian jarang sekali yang mencantumkan rubrik dan rambu-rambu jawaban, bahkan ada yang hanya mencantumkan bentuk penilaian tanpa disertai alat penilaian
pencantuman sumber belajar juga belum terinci
outline masih belum mengacu standar sama sekali
Sementara itu, pada hasil tindakan pertama menunjukkan perubahan-perubahan yang mendasar.perubahan tersebut antara lain pada poin-poin:
outline sudah sesuai dengan standar proses
RPP yang dibuat sudah banyak menunjukkan kesungguhan, dan tidak sekedar formalitas
indikator sudah dibuat sendiri, meskipun kata yang dipergunakan belum operasional
sebagian telah mencantumkan materi ajar dengan penjabarannya sebagian lagi belum mencantumkan
pada langkah pembelajaran sebagain besar telah berupaya mengaktifkan siswa, walaupun pilihan kalimat dan penataan bahasa tidak
pada unsur penilaian sebagian mencantumkan soal, tetapi rubrik dan rambu-rambu jawaban masih ada yang tidak mencantumkan
sebagian guru sudah mencantumkan sumber belajar

C. Kegiatan Siklus Kedua
Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan pada siklus kedua meliputi
menghubungi guru untuk hadir pada hari Senin tanggal 22 September 2008
memberikan catatan pada RPP yang telah dibuat guru tentang kelemahan-kelemahan yang ditemukan
menyusun materi pembinaan sesuai dengan kelemahan yang dijumpai
selama proses penyusunan RPP dilakukan pemantauan dan pembinaan terhadap setiap guru
Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan atas perencanaan tindakan yang disusun dilaksanakan tindakan sebagai berikut:
menyampaikan kelemahan umum pada penyusunan RPP
menyampaikan guru-guru yang sudah mendekati benar dalam menyusun RPP
menyampaikan konsep RPP yang benar sesuai dengan standar proses berdasarkan kelemahan yang ada
menanyakan apakah yang disampaikan pembimbing telah dipahami, para guru masih diam beberapa saat, ketika ditanyakan lagi, mereka menjawab bahwa nanti sambil berjalan akan bertanya, mohon dilihat satu persatu
menugaskan kepada guru untuk menyusun kembali RPP, baik berupa revisi atau RPP baru dengan materi yang benar-benar telah dipahami
melihat proses kerja guru satu per satu
mempersilakan bertanya baik kepada pembimbing mapun kepada teman yang sudah bisa (mendekati benar), dan membacakan nama-nama guru yang sudah memapu menyusun RPP lebih baik.
Observasi
Observasi dilakukan setelah semua RPP terkumpul. RPP pun tidak bisa diselesaikan dalam satu hari, sehingga sepakat dikumpulkan tanggal 23 September 2008 di kantor UPTD Pendidikan Kecamatan Diwek. Setelah diadakan penilaian didapat hasil nilai tindakan kedua sebagai berikut:
TABEL 4
DATA NILAI HASIL TINDAKAN KEDUA

No
Nama
Asal Sekolah/SDN
Nilai
1
Sunarmi
Bulurejo III
90
2
Tutik Riyoyoningsih
Kwaron I
90
3
Sutrisno
Jatirejo
75
4
Sugito
Bendet
80
5
Endang Pujiati
Keras II
90
6
Prihatininsih
Grogol I
90
7
Anik W
Dukuhpundong I
95
8
Ghozali
Puton I
- TIDAK HADIR
9
Sri Banowati
Watugaluh
80
10
Sri Harnanik
Dwek II
85
11
Nur Aini
Diwek I
85
12
Titin Suhartilah
Cukir II
80
13
Sri Wahyuni
Balongbesuk II
85
14
Suwarni
Jatipelem I
-TIDAK HDIR
15
Endah Admajaningrum
Brambang
90
16
Suharniati
Bandung I
90
17
Kasmi
Dukuhpundong II
80
18
Endang Koesmiati
Ceweng I
85
19
Hamidah
Kayangan II
80
20
Fatimah
Kwaron II
80
21
Hastin Nadhifah
Ngudirejo I
80
22
Ita Wijiatutik
Grogol II
80
23
Novi Trisnawati
Pandanwangi I
95
24
Aryanti KW
Puton II
90
25
Siti Munifah
Jatipelem II
-TIDAK HADIR
26
Titik Marlina
Bulurejo I
85
27
Kartika Tri W
Kedawong
-TIDAK HADIR
28
Niswati Aliyah
Cukir I
95
29
Adi Cahyono
Keras I
-TIDAK HADIR
30
Erma Rochimah
Ngudirejo II
80
31
Sukartin
Bulurejo II
75
32
Yulina
Balongbesuk I
80
33
Yatemi
Bandung II
85
34
Nur Cahayatin
Ceweng II
85
35
Bambang Suharto
Kayangan I
-TIDAK HADIR
36
Eni Indarti
SDN Pandanwangi II
-TIDAK HADIR

Refleksi
Hasil penilaian penyusunan RPP guru kelas IV pada tindakan kedua dapat disajikan analisis sebagai berikut:

GAMBAR 5

ANALISIS KEBERHASILAN SIKLUS II

Berdasarkan hasil tindakan kedua, angka-angka nilai yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Tercatat guru yang mampu menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses adalah adalah 27 orang atau 93,10% Bila keberhasilan yang mencapai 93,10% tersebut dirujuk pada kriteria keberhasilan (80% guru mampu menyusun RPP sesuai Standar Proses dan mendapatkan nilai minimal 80), maka penelitian tindakan ini dinyatakan sudah berhasil.
Meskipun penelitian tindakan sudah dinyatakan berhasil, perlu diberikan refleksi atas hasil tindakan yang kedua sebagai berikut:
1. pembimbing tidak boleh menganggap benar jawaban yang diberikan peserta ketika dimbimbing seperti yang dilakukan pada tondakan pertama, buktinya para guru menjawab sudah mampu ternyata masih banyak yang belum menyusun sesuai standar proses
2. perlunya pengamatan terhadap guru satau per satu ketika melakukan pnyusunan RPP sehingga hasilnya dipastikan benar-benar valid
3. penjelasan secara detail perlu diberikan agar persepsi yang diterima guru benar-benar sama dengan persepsi pembimbing

D. Pembahasan Hasil
Sesuai dengan hasil tindakan kedua, dinyatakan bahwa proses bimbingan yang diberikan kepada guru kelas IV di Kecamatan Diwek sudah berhasil. Enam orang yang belum hadir pada dasarnya karena waktu untuk komunikasi yang terbatas. Pembimbing, dalam hal ini pelaku penelitian tidak mungkin lagi membuat surat undangan secara dinas, karena pengumpulan terakhir hari Jumat, selesai dinilai hari Sabtu, sementara pada hari Sabtu kantor sudah libur, sehingga undangan disampaikan melalui SMS (Short Message Servise). Oleh karena itu kehadiran guru menjadi tidak maksimal.
Keberhasilan yang meningkat secara drastis disebabkan oleh kesungguhan pembimbing dalam memberikan catatan atas kelemahan penyusunan RPP pada tindakan pertama. Adanya catatan tersebut menunjukkan keseriusan kegiatan yang diadakan, tidak formalitas, sehingga para guru benar-benar ingin menunjukkan kemampuannya menyusun RPP. Para guru mungkin merasa malu bila dikatakan tidak mampu menyusun RPP sesuai standar. Apalagi pada pembinaan kedua juga ditunjukkan peserta yang sudah menyusun RPP dengan baik dan dapat dijadikan mitra diskusi.
Atas dasar hasil pelaksanaan tindakan dapat direkomendasikan agar kegiatan yang diberikan kepada guru benar-benar dilakukan secara serius disertai kesungguhan. Kesungguhan sebuah tindakan akan menghasilkan kesungguhan respon, keseriusan kegiatan juga membuahkan keseriusan hasil. Tidak ada guru yang tidak bisa dibina kecuali pembina yang kurang bisa membina dengan baik.
















BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan pelaksanan tindakan yang telah dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut:
Metode bimbingan kelompok benar-benar dapat meningkatkan kemampuan guru kelas IV SDN di Kecamatan Diwek dalam menyusun RPP sesuai dengn Standar Proses. Pada tindakan pertama 12 orang dari 35 guru telah mampu menyusun RPP sesuai dengan Standar Proses, setelah berlanjut pada siklus kedua, 27 orang dari 29 orang mengikuti bimbingan pada tindakan kedua. sudah mampu menyusun RPP sesuai standar proses. Kedua hasil tersebut bila diberikan prosentase pada tindakan pertama mencapai hasil 34,12 % sedangkan setelah tindakan kedua mencapai hasil 93,10%. Dengan dua siklus ini telah dianggap memenuhi kriteria keberhasilan tindakan
Proses pelaksanaan bimbingan kelompok yang ditempuh adalah mengumpulkan semua guru kelas IV Sekolah dasar yang ada di Kecamatan Diwek, memberikan informasi tentang RPP sesuai dengan standar proses, memberikan kesempatan guru untuk memahami pedoman penyusunan RPP, memberikan kesempatan untuk bertanya, memberikan tugas menyusun RPP sesuai dengan petunjuk, melakukan bimbingan kepada setiap guru sewaktu menyusun RPP, menjelaskan kembali substansi RPP kepada semua guru bila ada guru yang minta penjelasan, memberikan penguatan tentang penyusunan RPP sesuai dengan Standar Proses.
Selama proses pembimbingan harus benar-benar diamati dan dibantu secara proporsional persuasif agar proses benar-benar berjalan efektif, mengingat pada pembelajaran orang dewasa kadang terjadi perbedaan persepsi antara pembimbing dengan yang dibimbing, mau diamati secara ketat khawatir timbul perasaan underestimate dari para guru, tetapi bila diberikan terlalu longgar khawatir tidak dipahami.
Diperlukan kesabaran, ketelatenan, ketetilitian dan kehatihatian dalam rangka memberikan bimbingan terhadap orang dewasa agar tujuan dapat dicapai tanpa harus mencul perasaan direndahkan dari para guru.

B. Saran
Agar pelaksanaan blockgrant PTS benar-benar berjalan secara maksimal dengan hasil yang optimal dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
Agar dipilih waktu yang longgar, tidak pada bulan romadhon agar peneliti memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tindakan
Agar biaya yang diberikan dapat ditingkatkan serta direalisasio sesuai jadwal
Agar diadakah pelatihan tersendiri untuk pelaskanaan PTS mengingat konsep tersebut relatif baru bagi para pengawas, apalagi pengawas dituntut memiliki kompetensi penelitian dan pengembangan





DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta Rineka Cipta

Depdiknas. 1995. Pedoman Pelaksanaan Supervisi. Jakarta : Dirjendikdasamen

----------, 2008. Pedoman Sertfifikasi dalam Jabatan Penyusunan Portofolio. Jakarta : Dierjendikti

Lestari, Tita. 2000. Merencanakan dan Melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah. (makalah pembekalan tidak ditebitkan)

Moeleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Nurali. 2008. Pedoman Pengawasan Sekolah. Jombang (Makalah Tidak diterbitkan)

Peratuarn Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Dirjendikdasmen

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Dirjendikdasmen

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tetang Sandar Nasional Pendidikan.

Rachman, Saiful, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surabaya : SIC & Dinas P dan K Prop Jatim

Suhardjono. 2008. Laporan Penelitian Tindakan Sekolah Sebagai Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah. Jakarta Dirjen PMPTK

Wardani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Penerbit UT

Tim FKIP. 2007. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Penerbit UT

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Bandung : Bumi Aksara.

PEDOMAN PENGAWASAN SATUAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengawasan sebagai bagian dari sebuah managemen pendidikan merupakan unsur yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu harus dilaksanakan secara obyektif dan kontinyu agar benar-benar mampu mengawal proses pendidikan menuju harapan yang dicita-citakan. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik maka diperlukan pedoman pelaksanaan pengawasan sebagai acuan bagi para pengawas dalam melaksanakan pengawasan. Penstandaran proses pengawasan diharapkan juga diperoleh model Quality Control bagi pelaksanaan pendidikan.
Pedoman pelaksanaan pengawasan selanjutnya memberikan pedoman mekanisme kerja pengawas sekolah sesuai dengan kriteria kerja subjek pendidikan yang harus diawasi baik secara teoritis maupun praktis. Pedoman pelaksanaan pengawasan juga memberikan arah bagi pengawas sekolah dalam menentukan kebijakan secara khusus bagi satuan-satuan pendidikan yang memiliki masalah-masalah khusus, seperti kurangnya guru, sarana prasarana, maupun kebutuhan sumberdaya pendidikan lain yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Secara sederhana, pedoman pelaksanaan pengawasan ini diharapkan akan mengawal persepsi pengawas sekolah terhadap unsur-unsur pengawasan. Dengan demikian bentuk pelayanan terhadap sekolah dalam merealisasi tujuan pendidikan, antara sekolah satu dengan sekolah lain dimungkinkan sama atau hampir sama tanpa memandang derajat atau kondisi sekolah.

1.2 Dasar
Dasar Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sekolah adalah :
a. Undang-undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Undang-undang No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah
c. PP No. 20/2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
d. PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Kepmenpan Nomor 118 Tahun 1998 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Kepmendiknas Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis
f. KepMenPAN No. 91/Kep/MenPAN/10/2001 Tentang Jabatan fungsional Pengawas
g. KepMendiknas No. 097/U/2002 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Pembina Pemuda dan Olahraga
h. Kepmendiknas Nomor 18 Tahun 2006 tentang Angka Kredit Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah
i. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 7/2004 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Propinsi Jawa Timur
j. Perda Kabupaten Jombang Nomor 30 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah.

1.3 Tujuan
Penyusunan Pedoman Pengawasan Sekolah ini disusun dalam rangka:
a. memberikan acuan kerja bagi pengawas satuan pendidikan dalam melaksanakan kinerjanya
b. memberikan arah bagi pelaksanaan pembinaan maupun supervisi pendidikan
c. memberikan Quality Control bagi Pengawas Satuan Pendidikan dalam pelaksanaan kinerja








































BAB II
MEMAHAMI TUGAS POKOK

Tugas pokok dan fungsi Pengawas Satuan Pendidikan secara prinsip telah diatur dalam berbagai peraturan perundang undangan yang ada. Adapun yang belum teratur secara rinci adalah pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu perlu diciptakan pedoman pengawasan sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Tugas-tugas Pengawas Satuan Pendidikan dapat dibedakan menurut jabatan yang disandangnya. Secara umum tugas tersebut hampir sama, hanya dibedakan tingkat kualitas pekerjaan antara jabatan pengawas yang lebih rendah dengan yang tinggi. Tugas-tugas kepengawasan dapat dirinci sebagai berikut :

No
Tugas Pokok
Pratama
Muda
Madya
Pembina
1
Melaksanakan identifikasi hasil pengawasan sebelumnya dan kebijakan di bidang pendidikan dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten/Kotamadya
+
-
-
-
2
Mengolah dan menganalisis hasil pengawasan sekolah sebelumnya dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
+
-
-
3
Merumuskan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
-
+
-
4
Memantapkan dan menyempurnakan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
-
-
+
5
Menyusun program catur wulanan pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawab pengawas sekolah masing-masing
+
+
+
+
6
Menyusun kisi-kisi dalam rangka penyusunan soal/instrumen penilaian
-
-
+
-
7
Menyusun butir soal/instrumen penilaian
-
+
-
-
8
Melaksanakan uji coba soal/instrumen penilaian
-
+
-
-
9
Menyempurnakan butir soal/instrumen penilaian
-
-
+
-
10
Melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru
+
+
+
+
11
Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil belajar/bimbingan siswa
+
+
+
+
12
Melaksanakan analisis sederhana hasil belajar/bimbingan siswa dengan cara memperhitungkan beberapa faktor sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar/bimbingan siswa
+
+
-
-
13
Melaksanakan analisis komprehensif hasil belajar/bimbingan siswa dengan memperhitungkan berbagai faktor sumber daya pendidikan yang lebih kompleks termasuk korelasi kemampuan guru dengan hasil belajar/bimbingan siswa
-
-
+
+
14
Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar/bimbingan siswa
-
-
+
+
15
Memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan siswa
+
+
+
+
16
Memberikan saran untuk peningkatan kemampuan profesional guru kepada pimpinan instansi terkait
-
-
+
+
17
Membina pelaksanaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah
+
+
-
-
18
Menyusun laporan hasil pengawasan sekolah per sekolah
+
+
+
+
19
Melaksanakan evaluasi pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya
+
+
+
+
20
Membina pelaksanaan pengelolaan sekolah
-
-
+
+
21
Memantau dan membimbing pelaksanaan penerimaan siswa baru
+
+
+
-
22
Memantau dan membimbing pelaksanaan EBTA / EBTANAS
+
+
+
-
23
Memberikan saran penyelesaian kasus khusus di sekolah
-
-
+
+
24
Memberikan bahan penilaian dalam rangka akreditasi sekolah swasta
-
-
+
+
25
Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan per mata pelajaran/bimbingan siswa dari seluruh sekolah
-
-
+
+
26
Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan seluruh mata pelajaran /bimbingan siswa dari seluruh sekolah
-
-
-
+
27
Melaksanakan kegiatan karya tulis/karya ilmiah dalam bidang pendidikan sekolah
-
-
+
+
28
Menyusun pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah
-
-
+
+
29
Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan sekolah
-
-
+
+
30
Menciptakan karya seni
-
-
+
+
31
Menemukan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan
-
-
+
+
Catatan : tanda + merupakan keharusan untuk melaksanakan tugas bagi jabatan pengawas yang bersangkutan

Masing-masing kegiatan di atas pada prinsipnya merupakan bagian dari proses yang harus dikerjakan oleh Pengawas Satuan Pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaan tugasnya diawali dengan pengumpulan data tentang tugas yang akan dilaksanakannya, dari data tersebut selanjutnya dianalisis, adapaun hasilnya akan ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan. Pengumpulan data dimaksud pada dasarnya menjadi bagian dari pekerjaan penilaian, sedangkan tindak lanjutnya adalah pembinaan. Pembinaan dan Penilaian adalah tugas pokok dari Pengawas Satuan Pendidikan.

2.1 Pemahaman Masing-Masing Tugas Pokok Pengawas Sekolah
Pelaksanaan tugas pengawasan Satuan Pendidikan sebagaimana telah dirinci di atas sebelum dilaksanakan oleh Pengawas Satuan Pendidikan seyogyanya dilandasai oleh pemahaman akan filosofi dan makna tugas tersebut. Dengan pemahaman akan filosofi diharapkan kinerja yang dilakukan tidak menyimpang dari harapan. Dasar pemikiran dari masing-masing tugas tersebut selanjutnya diuraikan berikut ini:

1. Melaksanakan identifikasi hasil pengawasan sebelumnya dan kebijakan di bidang pendidikan dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten/Kotamadya

Pemahaman atas tugas dimaksud adalah bahwa pengawas satuan pendidikan harus melakukan self correction (introspeksi) atas pekerjaan yang telah dilakukan. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa penjelasan teknis terkait pelaksanaan kebijakan, atau kebijakan yang dibuat pengawas itu sendiri. Selain itu juga peningkatan kinerja satuan pendidikan secara umum yang telah mengalami proses pengawasan dan pembinaan.
Proses kerja identifikasi hasil pengawasan menghasilkan analisis hasil pengawasan. Analisis hasil pengawasan akan menghasilkan simpulan akhir berupa peningkatan kinerja satuan pendidikan yang diawasi serta kelemahan-kelemahan yang harus segera mendapatkan tindaklanjut. Tindaklanjut program inilah yang dapat memberikan masukan bagi penyusunan program pengawasan selanjutnya sekaligus memberi masukan atas kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil di tahun yang akan datang.
Pekerjaan identifikasi hasil kerja pengawasan ini dilakukan oleh Pengawas Pratama, atau berdasarkan penugasan Koordinator Pengawas, setelah melakukan serangkaian kerja pengawasan. Pekerjaan ini dilakukan setiap semester, sebagai evaluasi hasil akumulasi kerja selama satu semester, dan hanya dapat dilakukan setelah unsur-unsur kepengawasan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya terselesaikan. Bila belum terselesaikan, maka data yang dijadikan acuan identifikasi menjadi kurang lengkap sehingga tidak dapat dilakukan.
Sejumlah pertanyaan yang dapat dikembangkan dalam rangka mengidentifikasi hasil pengawasan sebagai berikut:
a. Bagaimana hasil pengawasan dan pembinaan terhadap sekolah tentang :
- pelaksanaan kegiatan belajar mengajar?
- pemenuhan admnistrasi kurikulum?
- pemenuhan administrasi kesiswaan?
- pemenuhan administrasi personalia?
- pemenuhan administrasi keuangan?
- pemenuhan administrasi sarana prasarana?
- pemenuhan administrasi humas?
b. Bagaimana kinerja Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai :
- educator?
- manager?
- administrator?
- supervisor?
- leader?
- innovator?
- motivator?
c. Bagaimana hasil belajar siswa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya dapat dikembangkan secara lebih luas dan mendalam oleh masing-masing pengawas. Semakin rinci dan detail seorang pengawas mengembangkan indikator atas kinerja kepengawasan yang telah dilakukan, semakin baik pula hasil identifikasinya. Oleh karena itu, diharapkan setiap pengawas dapat mengemnbangkannya menjadi lebih rinci sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan.

2. Mengolah dan menganalisis hasil pengawasan sekolah sebelumnya dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten / Kotamadya

Tugas pokok pengawasan yang kedua ini terdiri dari dua pekerjaan yaitu mengolah hasil pengawasan, setelah hasil diolah kemudian dianalisis. Mengolah dapat dilakukan dengan membuat konversi-konversi atas hasil pengawasan bila hasil awal berbentuk angka-angka atau kodifikasi yang masih mentah. Mengolah berarti mematangkan data agar siap dianalisis. Pengolahan dapat dilakukan dengan menemukan median, modus, maupun mean dari nilai yang telah ditemukan berdasarkan koversi yang dibuat.
Proses analisis dapat dilakukan dengan cara menemukan rerata, membandingkan antara kondisi yang diharapkan dengan kenyataan, mengkontraskan dua data yang ditemukan, atau mungkin juga membandingkan data yang telah diperoleh. Analisis lebih lanjut dapat menggunakan rumus-rumus statistis yang telah dibakukan misalnya korelasi, perbandingan, atau distribusi atas nilai-nilai yang ditemukan sebagai proses sisntesis atas analisis yang telah dilakukan.
Simpulannya berupa hasil akhir pengawasan terhadap satuan pendidikan, apakah satuan pendidikan dalam kondisi yang baik, buruk, atau sedang-sedang saja. Apakah sebuah kondisi memiliki hubungan dengan kondisi yang lain. Apakah sebuah fakta disebabkan oleh fakta-fakta yang berlainan. Apakah fakta fakta tersebut memiliki keterkaitan, memiliki hubungan sebab akibat, atau lepas sama sekali.
Hasil analisis adalah sebuah kondisi yang siap ditindaklanjuti pada penyusunan program pengawasan sekolah tahun berikutnya. Hasil analisis juga menjdi dasar bagi identifikasi (tugas pengawasan pada huruf a) hasil pengawasan sebelumnya. Oleh karena itu, tugas pokok kepengawasan 1,2 dan 3 merupakan trilogi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Guna memandu pelaksanaan tugas pokok kedua, dapat dikembangkan sejumlah pertanyaan sebagai berikut:
a. Berapa angka komulatif/bagaimana kualitas hasil:
- pelaksanaan kegiatan belajar mengajar?
- pemenuhan admnistrasi kurikulum?
- pemenuhan administrasi kesiswaan?
- pemenuhan administrasi personalia?
- pemenuhan administrasi keuangan?
- pemenuhan administrasi sarana prasarana?
- pemenuhan administrasi humas?
- bagaimana simpulan dari kinerja-kinerja di atas?
b. Berapa angka komulatif nilai/bagaimana kualitas hasil kinerja Kepala sekolah sebagai:
- educator?
- manager?
- administrator?
- supervisor?
- leader?
- innovator?
- motivator?
c. Berapa besar hasil belajar siswa? Apa sama atau lebih besar dari KKM yang telah ditentukan sebelumnya atau sebaliknya.
Perlu dipahami tentang pertanyaan berapa angka dan bagaimana kualitas hasil, dimaksudkan untuk memberikan keleluasan pada pengawas, bahwa analisis data dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif. Bila analisis dilakukan secara kuantitatif berarti memanfaatkan angka-angka, sedangkan pada analisis secara kualitatif mengacu pada kualitas. Kedua model analisis tersebut bisa menjadi sebuah mata uang bersisi dua. Kuantitatif bias jadi hasil kualitatif yang diangkakan, sebaliknya Kualitatif adalah angka-angka yang dukualitatifkan.

3. Merumuskan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten / Kotamadya

Merupakan suatu keniscayaan apabila sebelum melangkah seseorang merencanakan ke mana harus melangkah. Demikian juga pengawas satuan pendidikan, sebelum melaksanakan kepengawasan harus menyusun program kerja pengawasan sekolah. Program tersebut diharapkan dapat memandu kinerja sesuai hasil indetifikasi maupun analisis hasil pengawasan. Program kerja memberikan petunjuk secara konseptual apa yang harus dilakukan pengawas sekolah dalam merealisasikan programnya.
Hal-hal yang harus dilakukan tentunya terkait dengan perangkat kerja atau instrumen pengawasan. Instrumen yang dibuat pengawas menjadi bukti obyektif keberadaan satuan pendidikan yang telah diawasi dalam melaskanakan kinerjanya. Data yang terekam dalam instrument inilah yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam pembinaan.
Pertanyaan yang dapat dikembangkan sebelum menyusun program pengawasan kurang lebih sebagai berikut:
a. apa saja yang harus diprogramkan dalam pengawasan terkait dengan hasil identifikasi hasil pengawasan serta analisis hasil pengawasan?
b. sekolah mana saja yang menjadi sasaran program?
c. dengan alat apa data kondisi kinerja satuan pendidikan dapat dijaring secara objektif?
d. dengan cara apa supervisi dan pembinaan dapat dilakukan?
e. kapan program pengawasan tersebut dapat dilaksanakan?

4. Memantapkan dan menyempurnakan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya

Memantapkan rancangan program pengawasan berarti memastikan sesuatu yang masih berupa konsep menjadi barang jadi. Ibarat barang, rancangan program adalah bangunan almari yang sudah jadi, tetapi belum diplitur, belum ada engsel dan pegangan pintu. Memelitur, memberikan engsel dan pegangan pada pintu berarti membuat bangunan almari yang belum sempurna menjadi sempurna.
Pemantapan program pengawasan berupa kegiatan mengkaji ulang, mungkin menambah mungkin juga merevisi program yang sudah dibuat. Tujuannya agar program pengawasan yang dibuat benar benar aplikatif dengan kondisi yang ada. Percuma membuat program muluk-muluk tetapi tidak dapat dilaksanakan atau di tolak oleh satuan pendidikan yang akan dikenai kegiatan.
Akan halnya sebuah rencana program yang sudah disusun bisa berubah manakala ada sesuatu yang substansial tiba-tiba muncul diluar prediksi penyusun program. Sebagai contoh, pemberlakuan Permen 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, ditandatangani Mendiknas tanggal 22 Mei 2006, menyebar ke daerah sudah memasuki pertengahan bulan Juli 2006, yang berarti kegiatan belajar mengajar semester 1 sudah dimulai. Kalaupun Permen tersebut diterima bulan Juni, maka sekolah sudah libur, sehingga sangat sulit menmgkordinasikan kegiatan dengan guru maupun Kepala sekolah. Demikian juga dengan Permen 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian, baru ditandatangani Menteri pada tanggal 11 Juni 2007, yang kemungkinan besar sekolah sudah menyiapkan perangkat penilaian. Fenomena tersebut mau tidak mau mengubah program pengawasan yang sudah disusun.
Beberapa pertanyaan yang dapat disusun terkait dengan pemantapan rancangan program pengawasan kurang lebih sebagai berikut:
a. apakah program sudah cukup mantap untuk dilaksanakan?
b. apakah waktu, teknik, sasaran, instrument, sudah tepat untuk dilaksanakan?
c. adakah kemungkinan muncul kebijakan baru tentang pendidikan pendidikan yang harus segera disampaikan kepada satuan pendidikan?
Bila ada kemungkinan berubah, atau ada teknik, waktu, sasaran, maupun instrument yang dirasa belum tepat, maka dapat segera dismepurnakan. Bahkan kalau mungkin dapat menambah program maupun menghilangkan karena adanya tuntutan prioritas sebuah kegiatan.

5. Menyusun program semester pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawab pengawas sekolah masing-masing.

Program semester pengawasan sekolah merupakan rincian lebih lanjut dari program tahunan pengawasan sekolah. Bila program tahunan masih bersifat umum, program semester merupakan jabaran yang lebih rinci dari program tahunan. Pada program tahunan boleh jadi waktu yang ditentukan hanya dibatasi pada bulan, pada program semester sudah dapat dirinci sampai pada minggu pelaksanaan.
Rincinya program semester, disebabkan oleh pemfokusan tugas kepengawasan sesuai dengan jabatan dan wilayah sekolah yang menjadi tanggungjawab pengawasan oleh personil pengawas. Bila dirunut dari kewajiban pelaksanaan tugas, maka menyusun program tahunan pengawasan tingkat Kabupaten adalah tugas dari pengawas sekolah utama, jabatan tertinggi dalam struktur jabatan pengawas sekolah. Sedangkan menyusun program semester kepengawasan menjadi beban semua jenjang jabatan pengawas. Dengan demikian, pengawas yang lebih rendah jabatannya menjabarkan kegiatan berdasarkan program pengawas yang lebih tinggi jenjang jabatannya.
Bentuk-bentuk pertanyaan pengembang hampir sama dengan pertanyaan pada program tahunan pengawasan sekolah, untuk menyusun program semester pengawasan pertanyaan dipersempit menjadi minggu ke berapa atau tanggal berapa pengawasan dapat dilaksanakan. Dengan demikian program semester pengawasan sekolah menjadi lebih riil dan aplikatif.

6. Menyusun kisi-kisi dalam rangka penyusunan soal/instrumen penilaian

Kisi-kisi disebut juga silabus dalam penulisan soal, berupa perencanaan pembuatan soal meliputi Kompetensi dasar, Indikator KD, Materi, Tujuan, Indikator soal, serta nomor soal. Kompetensi dasar, Tujuan maupun indicator dan Materi terkait langsung dengan standar isi pendidikan (kurikulum) sedangkan indikator soal dan nomor soal menyangkut perencanaan tentang bentuk soal itu sendiri. Dengan demikian terlepas materi atau kompetensi dasarnya.
Penyusunan kisi-kisi soal pada model penilaian berbasis kelas seyogyanya sudah mulai dikurangi, mengingat penyusunan kisi-kisi identik dengan penulisan tes tertulis. Namun demikian perlu disadari bahwa mengingat perkembangan dalam sistem penilaian seyogyanya penulisan kisi-kisi dapat dikembangkan agar dapat merangkum berbagai jenis penilaian yang ada, sehingga asumsi kisi-kisi hanya untuk tes tulis dapat dieleminir.
Bila pengembangan kisi-kisi diperluas sesuai dengan teknik penilaian berbasis kelas, maka unsur-unsur yang dimunculkan dalam formatnya adalah: SK, KD, Indikator, dan Bentuk Penilaian. Bila sudah diketahui bentuk penilaian yang akan dilaksanakan berdasarkan karakteristik mata pelajaran yang ada, maka mulailah mengembangkan lebih lanjut menjadi bentuk yang sepecifik. Bila Kisi-Kisi Pertama disebut Silabusnya Penilaian, maka kisi-kisi lanjutan bisa dianalogkan dengan RPP-nya Penilaian.

7. Menyusun butir soal/instrumen penilaian

Menyusun butir soal/instrument penilaian merupakan operasionalisasi kisi-kisi yang telah disusun. Dari kisi-kisi selanjutnya dibuat kartu sonal baru kemudian disusun menjadi soal yang seperti selama ini dikenal. Soal yang telah dibuat dalam bentuk kartu soal harus ditelaah lebih dulu berdasarkan validitas, yaitu validitas kurikulum dan validitas konstruk. Validitas kurikulum adalah kesesuaian soal dengan isi kurikulum, sedangkan validitas konstruk adalah kesahihan soal dari segi penataan pesan. Keduanya memiliki peran penting dalam rangka menyusun soal yang terstandar.
Apabila dalam kisi-kisi ditemukan bahwa untuk mengukur ketercapaian KD tidak dengan menggunakan tes tulis, tentunya dapat dipilih instrument lain yang lebih sesuai. Untuk mengukur kemampuan anak membaca puisi maka instrument penilaian yang muncul adalah format pengamatan unjuk kerja, yang unsur-unsur penilaiannya mengikuti kaidah penilaian pembacaan puisi, demikian juga dengan pidato serta kemampuan menyanyikan lagu, tembang, atau langgam. Teknik penilaian lainnya seperti penugasan, hasil kerja, portofolio pun dapat dimunculkan seiring dengan karakteristik mata pelajaran yang hendak diukur.
Pengembangan instrumen penilaian ini dilakukan oleh pengawas sekolah dan tidak untuk diserahkan kepada guru, melainkan untuk dipakai pengawas sekolah dalam tugas menilai hasil belajar siswa. Pengawas sekolah diharapkan tidak meminta begitu saja hasil nilai yang telah dibuat guru. Dalam hal tersebut untuk menghindari subjektivitas hasil penilaian. Bila nilai telah didapat secara objektiv, maka kelemahan guru dapat dipahami dan selanjutnya diberikan pembinaan sesuai dengan jenis kelemahan yang ada.

8. Melaksanakan uji coba soal/instrument

Uji coba soal atau instrument adalah kegiatan untuk mengujikan soal pada anak didik tetapi tujuannya untuk mengukur kondisi soal yang dibuat dari sisi reliabilitas. Reliabilitas dikenal juga dengan istilah keajegan, konsistensi soal bila diujikan pada beberapa daerah. Dari pengujian reliabilitas akan ditemukan tingkat kesulitan dan daya beda soal. Tingkat kesulitan soal nantinya dapat dibedakan dari soal yang paling sulit, paling mudah dan sedang sedang saja. Demikian juga dengan daya beda, akan dapat dikelompokkamn soal-soal yang memiliki daya bedan dan tidak memiliki daya beda.
Tingkat kesulitasn sebuah soal diukur dari indeks angka yang dihasilkan berdasarkan rumus, pedoman, atau konversi tertentu. Daya beda juga dihasilkan berdasarkan rumus-rumus tertentu yang nantinya memunculkan indek yang menyatakan memiliki atau tidak memiliki daya beda. Soal yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi juga terendah, daya beda di luar indeks keberbedaan dapat dilakukan langkah lain agar soal-soal tersebut tepat untuk dilaksanakan kepada pesrta didik.
Perihal uji coba instrument, secara teoritis didasarkan pada sejauh mana instrument sudah mengakomdoasi tujuan yang ingin dijaring dari penggunaan instrument tersebut. Tujuan dimaksud berupa indikator-indikator atas sebuah kondisi yang ingin diketahui, dipahami atau didapat. Secara aplikatif, pengujian instrument didasarkan atas kefektivan dan kefisienan dalam bekerja, artinya apakah dengan instrument tersebut dapat diterapkan dengan mudah, cepat, serta memerlukan tenaga yang cukup terbatas atau sebaliknya.
Bila instrument sudah cukup mengakomodasi tujuan, dapat diterapkan dengan cepat, mudah, hemat tenaga maka dapat diterapkan. Demikian juga dengan soal, bila berdasarkan hasil uji coba telah memenuhi validitas dan reliabilitas sudah tidak perlu direvisi. Apabila kondisi soal maupun instrument belum memenuhi kriteria dan harapan akan penggunaan, maka harus dilakukan penyempurnaan.

9. Menyempurnakan butir soal/Instrumen

Menyempurnakan berarti membuat jadi sempurna, artinya soal atau instrument nyata-nyata belum sempurna. Pada soal masih belum memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas, instrument belum memiliki tingkat efisien dan efektifitas untuk diterapkan. Penyempurnaan butir soal maupun instrument ini dilakukan dalam rangka mendapatkan alat ukur yang standar. Alat ukur yang standar berarti dapat diterapkan kapan saja dan dimana saja, serta akan menghasilkan data-data yang benar-benar objketif. Obyektivitas data yang diperoleh ini akan dipergunakan sebagai bahan untuk memberikan pembinaan kepada guru yang telah mengelola proses pembelajaran.
Penyempurnaan butir soal dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengubah kalimat pernyataan soal yang masih rancu dan menimbulkan makna ganda
b. Mengubah letak distraktor (option pengecoh)
c. Mengubah option soal
d. Menyederhanakan kalimat dalam soal
e. Mengganti soal dengan soal yang baru
Penyempurnaan instrument dilakukan dengan cara:
a. mengubah format
b. mengubah unsur yang akan dinilai
c. menyederhanakan format
d. menambah atau mengurangi rubrik penilaian
e. menurunkan atau menaikkan derajat penguasaan kompetensi

10. Melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru.

Tugas kepengawasan kesepuluh selain merupakan kelanjutan langkah penyusunan kisi-kisi, soal/instrument dan penyempurnaannya juga menjadi esensi dari penilaian hasil belajar siswa dan kemampuan guru. Artinya apa yang ditunjukkan siswa melalui nilai hasil belajar menjadi indikasi dari kemampuan guru. Rumus yang paling sederhana, bila sebagian besar siswa telah mampu mengerjakan soal yang diberikan berarti guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik, sebaliknya bila sebagian besar siswa belum mampu mengerjakan evaluasi berarti guru belum mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik.
Pelaksanaan tugas kepengawasan dimaksud dilaksanakan secara langsung oleh pengawas. Pengawas dapat meminta sebagian waktu kepada guru untuk untuk menguji sampai di mana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan soal atau instrument yang sudah dibuat. Tugas ini sekaligus menjaring beberapa komponen yang ingin diketahui oleh pengawas, misalnya apakah guru sudah mengajar sesuai Program Semester, Silabus dan RPP, apakah guru benar-benar aktif mengajar, aktif menilai yang dibuktikan dengan hasil nilai dan analisis hasil penilaian, perbaikan dan pengayaan.
Bila guru telah melaksanakan penilaian sebelum dilakukan oleh pengawas kemungkinan akan didapat dua data nilai yang berbeda, dalam hal ini untuk menjaga simpangan, maka kedua data dapat dibandingkan. Pembandingan mungkin dilakukan dengan melihat selisih nilai, soal atau instrument yang dipergunakan, teknik pensekoran, atau pembading lainnya, sehingga nilai yang diperoleh benar-benar objektif tanpa harus merendahkan hasil yang dibuat guru.
Data hasil penilaian yang didapat selanjutnya dianalisis untuk mengetahui seberapa tinggi siswa menguasai kompetensi dasar yang telah diajarkan. Analisis data dapat dilakukan dengan mencari nilai tertinggi, terendah, mean, pengkuadratan, atau konversi konversi lain sehingga validitas data benar-benar terjaga dan mewakili kondisi nyata kemampuan siswa.
Setelah didapat nilai akhir dari penilaian ini dapat segera diketahui kemampuan siswa, sekaligus kemampuan guru. Berdasarkan kondisi hasil belajar yang dicapai siswa akan dapat diberikan pembinaan kepada guru kelemahan kelemahan yang ada yang harus segera dipenuhi. Kepada Kepala Sekolah tentunya juga harus harus diberikan tembusan saran, mengingat yang bertugas menindaklanjuti temuan yang pertama dan utama adalah Kepala Sekolah

11. Mengumpulkan dan mengolah data sumberdaya pendidikan, proses belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil belajar/bimbingan siswa

Tugas kepengawasan yang ke sebelas ini cukup kompleks, sekurang-kurangnya ada 2 kegiatan, yaitu mengumpulkan dan juga mengolah. Pemahaman dari tugas tersebut adalah menginventarisasi sumberdaya pendidikan, proses belajar mengajar, dan lingkungan sekolah, sesudah terkumpul di olah agar lebih mudah diketahui keberadaannya. Tugas ini akan menghasilkan data tentang hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar.
Sumberdaya pendidikan pendidikan yang ada di sekolah meliputi : Guru, Siswa, Sarana Prasarana, Kurikulum, Managemen Sekolah, Orang Tua/Komite. Proses Belajar Meliputi perangkat-perangkat : Administrasi PBM, Pelaksanaan PBM, antusiasme siswa, gairah kerja guru, supervisi Kepala Sekolah, kerja sama antar guru. Unsur penilaian yang dapat didata adalah instrument penilaian (soal atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran) keseuaian antara KD dengan instrument penilaian, jumlah penilaian yang telah dilaksanakan, proses pelaksanaan penilaian, serta hasil penilaian itu sendiri. Lingkungan sekolah adalah kondisi hubungan antara sekolah dengan masyarakat, orang tua, hubungan antar komponen skeolah serta stake holder lainnya.
Hasil akhir dari proses mengolah dan mengumpulkan sumberdaya pendidikan, PBM dan lingkungan ini adalah tersedianya data yang mudah di baca tentang keberadaan sekolah. Untuk dapat mengetahui kepenuhan pelayanan sekolah dimaksud terhadap masyarakat, maka yang dijadikan ukuran adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan sebagaimana diatur dalam Kepmendiknas 053/U/2001 dan PP Nomor 19 Tahun 2005.
Berdasarkan kedua pedoman tersebut sajian data dapat diberikan kelebihan dari SPM atau kekurangan dari SPM. Sekolah-sekolah diharapkan mampu memberikan pelayanan yang standar. Sekolah harus mengupayakan keterpenuhan SPM dengan melibatkan segenap komponen sekolah. Hal tersebut disebabkan demikian pentingnya standar pelayanan dalam rangka menilai apakah sebuah sekolah sudah memiliki kinerja yang diharapkan atau belum.
Keterpenuhan dan ketidakterpenuhan akan menjadikan bekal bagi pengawas untuk menjustifikasi sekolah secara adil dan proporsional apakah sekolah telah memberikan layanan kepada peserta didik dengan baik atau belum. Misalnya pengawas akan memberikan keputusan satuan pendidikan dinyatakan kurang baik, sementara SPM belum terpenuhi, hal ini akan menjadi keputusan yang tidak adil, mengingat secara mendasar sekolah tersebut memang belum memenuhi standar, bagaimana bisa memenuhi layanan yang baik. Demikian juga jika hendak memberikan keputusan baik, sementara salah satu unsur layanan pendidikan belum terpenuhi, hal ini akan menjadi humor dan preseden buruk bagi dunia pendidikan itu sendiri.
Fungsi lain dari tugas pengumpulan sumberdaya pendidikan ini adalah memberikan masukan bagi pejabat perencana di Dinas Pendidikan Kabupaten bila hendak merencanakan kegiatan atau memenuhi sarana prasarana sekolah yang masih kekurangan. Sekolah-sekolah mana yang masih kekurangan sarana, atau sekolah mana yang kondisi gedung dan perangkat lainnya perlu mendaptkan rehabilitasi, serta diklat apa saja yang harus diberikan kepada guru untuk memenuhi layanan minimal dalam bidang pendidikan.
Data keberadaan sumberdaya pendidikan yang dimiliki sekolah yang disajikan pengawas minimal dapat dimanfaatkan sebagai bahan verifikasi, penyeimbang, bahkan mungkin juga rujukan atas pengumpulan data yang dilakukan birokrasi melalui aparat birokratnya, sehingga dapat menghindari program yang tidak tepat sasaran, tumpang tindih, dan bahkan terjadi penyimpangan.

12. Melaskanakan analisis sederhana hasil belajar/bimbingan siswa dengan cara memperhitungkan beberapa faktor sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar/bimbingan siswa

Tugas ke duabelas ini seperti disinggung pada uraian tugas kesebelas adalah memberikan interpretasi atas hasil belajar siswa dan kemampuan guru berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh atas hasil belajar. Analisis sederhana berarti memberikan penafsiran yang paling sederhana atas sebuah hasil penilaian. Tanpa menggunakan konversi atau teknik pensekoran yang rumit. Hanya dengan melihat satu dua data yang ada kemudian diberikan penafsiran. Sudah barang tentu analisis ini tidak bias disebut sebagai kinerja yang ilmiah, karena dasar penafsirannya pun tidak merujuk pada teori-teori ilmiah.
Suatu contoh didapat data hasil nilai harian siswa yang masih di bawah KKM. Perhatian pengawas selanjutnya tertuju pada factor sumberdaya pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap hasil belajar, yang ada pada satuan pendidikan tersebut, mulai dari guru, sarana belajar, gedung, orang tua, manajemen, dan peranserta masyarakat. Faktor tersebut tidak serta merta dipakai dasar analisis secara menyeluruh, tetapi cukup melihat guru.
Hasil ulangan jelek, bagaimana gurunya, apa tingkat pendidikannya, apakah pernah mengikuti pelatihan, apakah aktif mengikuti KKG, bagaimana keaktivan mengajarnya, apakah dalam mengajar juga didukung dengan administrasi pembelajaran yang sesuai, apakah dalam mengajar juga menggunakan alat peraga, apakah guru sudah menerapkan model pembelajaran modern, dan sejumlah pertanyaan lainnya.
Bila jawaban dari pertanyaan tersebut adalah ya, atau kinerja dan administrasinya baik, maka perhatian ditujukan pada sarana belajar yang ada. Bila jawaban yang didapat adalah tidak atau belum, maka kesimpulannya factor guru yang harus dibenahi. Kelemahan-kelamahan apa yang ada pada guru dicoba dipenuhi melalui proses pembinaan, KKG atau diikutkan pelatihan. Demikianlah proses analisis sederhana dilakukan pengawas.
Sejauh mana analisis tersebut dapat dipertanggungjawabkan? Meski analisis dilakukan secara sederhana, bila dari jawaban pertanyaan tersebut adalah tidak atau belum, maka patut diduga, bahwa yang tidak atau yang belum itulah yang menjadi penyebabnya. Sekurang-kurangnya jawaban tidak atau belum pada diri guru harus diproses agar menjadi ya atau sudah. Bila ternyata sudah ya tetapi hasilnya rendah barulah menginjak pada factor lainnya. Bila semua factor dipenuhi ternyata hasil ulangan masih tetap rendah, maka perlu dicari factor lain yang menjadi penyebab. Hal tersebut sudah menyangkut analisis secara komprehensif.

13. Melaksanakan analisis komprehensif hasil belajar/bimbingan siswa dengan memperhitungkan berbagai factor sumberdaya pendidikan yang lebih kompleks termasuk korelasi kemampuan guru dengan hasil belajar/bombing siswa

Pelaksanaan analisis komprehensif merupakan kelanjutan atau perluasan kerja dari analisis sederhana. Bila analisis sederhana hanya memperhatikan salah satu factor sumberdaya pendidikan, maka pada analisis komprehensif harus dilihat secara keseluruhan. Proses analisis sudah menggunakan konversi-konversi yang sudah disiapkan secara ilmiah, agar hasilnya benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada praktiknya harus dibuat perbandingan dengan membandingkan dua hal, yaitu hasil belajar di satu sisi dan factor sumberdaya pendidikan di sisi yang lain. Untuk dapat membandingkan dengan tepat maka hal dibandingkan harus disamakan lebih dulu. Mengingat yang dibandingkan adalah angka (nilai), maka factor sumberdaya pendidikan juga harus diangkakan. Peng-angka-an inilah yang disebut sebagai penyusunan konversi atau pedoman pensekoran. Perhatikan table berikut :

Nilai Siswa
Nilai Sumberdaya
Sumberdaya
60
10
Guru

10
Sarana Prasarana

10
Kepala sekolah

10
Managemen

10
Peranserta

10
Model Pembelejaran

10
Susana belajar

10
Lingkungan Sekolah
60
70


Dengan membandingkan kedua kondisi di atas dapat dijelaskan : mestinya hasil belajar anak tidak 60, tetapi lebih, mengapa? Karena factor sumberdaya pendidikan ternyata lebih tinggi, dalam arti segala fasilitas terpenuhi. Dalam kondisi tersebut harusnya kembali pada siswa, apakah siswa siswa memiliki minat, motivasi, dalam belajar, bila tidak maka motivasi siswa yang menjadi lahan garapan untuk ditindaklanjuti. Bila motivasi belajar siswa ternyata cukup tinggi, maka harus dikaji, apakah alat penilaian sudah valid dan reliabel.
Hasil sebuah analisis komprehensif bisa beraneka ragam, tergantung hasil belajar yang dianalisis serta factor sumberdaya pendidikan maupun lingkungan yang menjadi bahan analisis. Ada kemungkinan seorang guru yang berpendidikan tinggi tetapi hasil belajar siswa-siswinya rendah, ada juga pendidikan tinggi hasil belajar siswa-siswi juga tinggi. Di bagian lain ada guru yang tingkat pendidilan rendah tetapi hasil belajar siswa-siswinya tinggi atau sebaliknya. Pada kondisi tersebut dapat diteliti korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan hasil belajar siswa, apakah tingkat pendidikan guru mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak. Penelitian korelasi tersebut juga menjadi bagian dari analisis komperehnsif hasil belajar siswa.

14. Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar/bimbingan siswa

Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru merupakan salah tugas penting dan sangat mendasar yang harus dilakukan oleh pengawas sekolah. Segala kegiatan yang dilakukan oleh pengawas akan bermuara pada pemberian arahan kepada guru termasuk kepala sekolah. Hal tersebut disadari bahwa semua proses pembelajaran yang bertujuan memberikan kompetensi kepada anak didik dilakukan oleh guru. Pengawas sebagai supervisor akademis bertugas mendampingi guru, membimbing dan membina guru agar proses pembelajarannya benar-benar menyentuh kepentingan peserta didik.
Tugas keempat belas tersebut sesungguhnya bagian dari proses yang sudah dikerjakan oleh pengawas sekolah. Pengawas sudah menyusun alat penilaian yang mantap, sudah mengetahui kondisi faktor sumberdaya pendidikan yang ada, sudah menilai hasil belajar siswa. Apapun hasil belajar yang di dapat tentunya harus ditindaklanjuti. Secara sederhana bila hasilnya kurang baik tentunya saran yang diberikan adalah agar guru meningkatkan kinerja agar hasil belajar anak meningkat, sebaliknya bila baik pun tentunya pengawas akan menyarnakan agar dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan.
Dalam konteks tersebut secara prinsip pengawas memiliki peran dan fungsi sebagai kendali kerja para guru untuk selalu bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban. Oleh karenanya, tugas memberikan saran dan bimbingan menjadi sangat mutlak untuk dilaksanakan meskipun proses kerjanya sudah bisa ditebak, dan yang diberi saran mungkin juga orang orang yang sama. Untuk itu, agar pengawas sekolah pandai pandai memilih kalimat yang tepat, persuasif, agar tidak menimbulkan efek yang buruk bagi pengawas maupun guru yang diberi saran.

15. Memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan siswa.

Rangkaian kerja pengawas setelah memberikan saran tentang pelaksanaan tugas dalam proses belajar mengajar adalah memberi contoh mengajar. Tugas ini harus dilaksanakan oleh pengawas Satuan Pendidikan agar tidak dikatakan cuma bisa memberikan saran tapi tak bisa melaksanakan. Bila ungkapan seperti itu muncul, maka hancurlah martabat pengawas Satuan Pendidikan. Oleh karena itu, pengawas harus siap memberikan contoh melaksanakan proses belajar mengajar bila diminta oleh guru.
Tentunya pemberian contoh melaksanakan proses belajar mengajar ini tidak hanya karena diminta saja, tetapi bila perlu diberikan pada saat pengenalan metode atau teknik yang baru. Misalnya PAKEM, CTL, Jigsaw, yang selama ini belum banyak dikenal. Selain karena alasan-alasan tersebut, disadari atau tidak, masih banyak guru yang dalam melaksanakan proses belajar mengajar tetap mengacu pada pola lama, yang didapat semenjak yang bersangkutan keluar dari sekolah guru, yakni guru mengajar murid belajar. Guru yang seperti demikian, mungkin karena tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan, sehingga tidak mengikuti perkembangan dunia pembelajaran, tidak salah memang, justru pengawas lah yang harus dipersalahkan.
Yang agak menjadi persoalan justru bila berhadapan dengan para guru konservatif yang tidak mudah mau menerima konsep baru. Mereka beranggapan, dia diajar demikian, guru-guru jaman dulu juga mengajar demikian, toh hasilnya juga pintar, bisa menjadi guru. Mereka ini justru yang menjadi penghambat pembaharuan pendidikan. Didiklat berapa kali pun, selama pikiran demikian masih mengikuti, maka tak akan memiliki makna apa-apa.
Memberi contoh mengajar adalah kinerja yang diharapkan, dan sangat baik. Namun demikian hendaklah tetap dilaksanakan dengan penuh pemahaman akan lingkungan. Pahami karakteristik para guru dan Kepala Sekolah sebelum melaksanakan tugas memberikan contoh. Bila tugas ini dilaksanakan dengan gegabah, akhirnya akan merugikan pengawas yang bersangkutan. Apalagi bila ada guru yang cuma ingin menguji kemampuan pengawasnya saja.

16. Memberi saran untuk peningkatan professional guru kepada pimpinan instansi terkait.

Memberikan saran untuk peningkatan Profesional mutlak harus dilakukan oleh pengawas sekolah. Hal tersebut didasarkan pada filosofi, di atas langit masih ada langit, tak ada gading yang tak retak, dan manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu selama hayat dikandung badan. Dalam memberikan saran ini tidak harus berhadapan secara langsung kepada yang bersangkutan, tetapi bisa melalui kepala sekolah dari guru yang bersangkutan.
Peningkatan profesionalisme itu sendiri dapat ditempuh melalui berbagai ragam cara, mungkin dengan melanjutklan pendidikan yang lebih tinggi, sering-sering membaca, memafaatkan dunia internet, melibatkan diri dalam KKG, mengujicobakan teori baru, atau mencoba menemukan sesuatu yang baru dan berguna bagi peningkatan proses belajar mengajar. Hal ini harus dilakukan pengawas, kadang karena sifat-sifat seseorang sebenarnya ingin, tapi karena merasa tidak ada yang menyuruh menjadi berhenti di tengah jalan, kadang mau melakukan tapi karena tidak mendapat respon menjadi undur diri. Dan berbagai tipe manusia lainnya.
Pada akhir-akhir ini, setelah lahirnya Permen tentang sertfikasi guru, ternyata masih banyak guru yang berlum berkualifikasi S-1 atau D-4. saat inilah yang paling tepat untuk memberikan saran dalam meningkatkan profesionalisme, mengingat ada motivasi lain yang menjadi pendorong untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya. Apabila tugas ini dilaksanakan dengan cara cara yang dapat diterima para guru, niscaya kemajuan pendidikan akan dapat segera dicapai.

17. Membina pelaksanaan pemeliharaan lingkungan

Lingkungan sekolah, yang sering diistilahkan dengan wiyata mandala, merupakan salah satu hal yang mewarnai keberhasilan proses pendidikan. Lingkungan sekolah yang kondusif akan mendorong siswa-siswinya dapat belajar maksimal. Sebaliknya lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat proses pembelajaran.
Lingkungan sekolah dapat berbentuk fisik yang berarti segala macam sarana prasarana yang ada yang dapat dimanafaatkan untuk menunjang proses pembelajaran. Selain itu terdapat lingkungan non fisik berupa masyarakat, kultur serta segala sesuatu di luar lingkungan fisik. Baik lingkungan fisik maupun non fisik memiliki kontribusi yang besar dalam menunjang keterlaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan.
Lingkungan fisik secara kasat mata dapat dilihat dengan panca indera. Kondisi kelas yang kotor, sampah yang berserakan, tidak adanya tempat sampah, kondisi halaman yang becek, saluran air yang tak terurus, tanaman-tanaman yang tidak teratur, menjadi indikasi kurang baiknya lingkungan Fisik. Dalam hal ini pengawas sekolah dapat langsung memberikan pembinaan berupa saran-saran untuk memperbaikinya.
Sebaliknya lingkungan non fisik tidak dengan kasat mata tertangkap oleh panca indera. Perasaanlah yang dapat menangkap kultur yang berjalan di lembaga pendidikan, melalui komunikasi, perbincangan dengan dengan guru, Kepala sekola menjadi salah satu cara untuk dapat merasakan kultur yang berjalan di sekolah. Kondisi kultur juga dibinakan oleh pengawas sekolah melalui penciptaan pola-pola komunikasi sambung rasa, keterbukaan managemen, kekeluargaan yang harmonis. Selanjutnya penataan kultur sekolah dapat dikembangkan dengan menjalin hubungan dengan lingkungan sekolah, dalam arti masyarakat di sekitar sekolah.
Kegiatan-kegiatan untuk membina hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar sekolah dapat dilakukan melalui anjangsana ketika hari pertama masuk pada hari raya, pembagian zakat, kunjungan bela sungkawa dan sebagainya. Melalui komunikasi yang berkelanjutan akan dapat diciptakan iklim saling memiliki antara sekolah dengan warga masyarakat.

18. Menyusun laporan hasil pengawasan persekolah

Sebagai konsekwensi dari seluruh kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan adalah menyusun laporan. Berdasarkan laporan akan diketahui hasil pengawasan yang telah dilakukan. Laporan ini selain menjadi bukti kinerja pengawas sekolah juga menjadi laporan atas kondisi sekolah-sekolah yang ada. Berdasarkan laporan juga akan diketahui kelemahan maupun kelebihan sebuah lembaga pendidikan. Hasil laporan inilah yang akan ditindaklanjuti pada program pengawasan semester atau tahun selajutnya.
Hal-hal yang dapat dilaporkan dari hasil pengawasan meliputi : Kondisi gedung dan sarana lainnya, Personalia, KBM, Peranserta, berikut sumberdaya pendidikan lainnya yang memiliki pengaruh atas hasil belajar. Selain itu yang paling krusial adalah hasil belajar siswa, sebagai indikator dari sebuah proses yang dilaksanakan sekolah.
Unsur-unsur tersebut selanjutnya dilaporkan keberadaannya berpedoman pada standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 sebagai rujukan analisis. Kondisi yang tidak di atur dalam PP selanjutnya diungkapkan keberadaannya dalam bentuk analisis kualitatif disertai alasan-alasan dan bukti pendukung yang ada, sehingga dari laporan tersebut terbaca secara jelas kondisi kinerja masing-masing lembaga pendidikan yang ada.
Fungsi laporan tiap-tiap sekolah selajutnya dapat dipakai sebagai pedoman dalam memberikan reference kepada sekolah yang bersangkutan bila akan diberikan bantuan, pembinaan maupun kegiatan lain yang bertujuan meningkatkan mutu sekolah. Dengan dasar yang jelas, maka program kegiatan yang diberikan akan tepat saran sesuai dengan kebutuhan sekolah serta dimungkinkan akan efektif dan efisien.


19. Melakukan evaluasi pengawasan sekolah yang menjadi tanggungjawanya

Berdasarkan laporan pengawasan tiap-tiap sekolah selanjutnya dilakukan evaluasi kekurangan dan kelebihan serta tindaklanjut apa yang akan diberikan. Pengevaluasian ini harus dilakukan secara jujur dan objektif. Objetivitas menjadi kunci validitas tindakan yang akan diberikan. Bila laporan yang diberikan tidak objektiv maka kegiatan tindak lanjut tidak dijamin sesuai sasaran dan kebutuhan, karena data yang diberikan tidak benar.
Objektivitas tidak hanya ditujukan pada data yang diberikan saja, tetapi juga kepada pribadi para pengawas yang memberikan laporan. Misalnya belum diadakan pembinaan, tetapi disampaikan telah diberikan pembinaan, hal ini akan sangat merugikan sekolah yang bersangkutan. Sebab sekolah tersebut mungkin tidak akan tersentuh dengan pembinaan yang seharusnya diterima.
Pertanyaan pengembang yang dapat dimunculkan sehubungan dengan evaluasi hasil pengawasan adalah :
a. Tindakan pembinaan apa saja yang telah dilakukan terhadap sekolah
b. bagaimana kondisi Siswa, Guru, sarana, managemen, PSM, lingkungan pada sekolah X setelah diberikan pembinaan?
c. apakah kondisi yang ada telah memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan?
d. apa yang harus dilakukan sehubungan dengan kondisi tersebut?
Pelaporan tentang kondisi tersebut harus disertai analisis yang tepat, mislanya jumlah guru kelas berapa, seharusnya berapa, sehingga kurang berapa, berapa guru yang berkualifikasi diploma 4, seharusnya berapa, sehingga kurang berapa, dan apa tindak lanjutnya. Analisis inilah yang sangat penting diberikan agar tindaklanjut yang akan diberikan benar-benar dapat memberikan penyelesaian pada sekolah yang bersangkutan.

20. Membina pelaksanaan pengelolaan sekolah

Membina pelaksanaan sekolah sebgaaimana tugas yang keduapuluhsatu ini ini berbeda dengan tugas pembinaan pembinaan sebelumnya yang sifatnya parsial dan tertuju pada person-person tertentu serta unsur sumberdaya pendidikan yang terpisah. Pembinaan pelaksanaan pengelollan sekolah ini sifatnya lebih komprehensif karena didasarkan hasil pengawasan secara komprehensif. Sudut pandang pengawas dalam memberikan pembinaan juga lebih universal terkait dengan pengembangan sekolah lebih lanjut.
Pembinaan ini merupakan akumulasi dari sejumlah pembinaan mulai dari KBM, peningkatan professional, lingkungan yang telah dilakukan untuk kemudian didaur ulang berdasarkan hasil pengawasan dan analisis secara komprehensif. Oleh karena itu, wawasan ke depan, kaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional dan pemberdayaan sekolah secara konseptual, menjadi dasar dalam pelaksanaan pembinaan.
Sudah barang tentu pelaksanaan tugas ini memerlukan infomasi kekinian. Perkembangan dunia pendidikan ter mutakhir serta kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan harus dipahami dan dikuasai pengawas sekolah agar pembinaan yang diberikan benar-benar berdampak. Selain itu juga terkait peraturan perundang-undangan yang selalu muncul sebagai pedoman pengelolaan sekolah. Sekolah wajib tahu, karena dasar pelaksanaan kerja adalah aturan.
Informasi yang tidak kurang penting adalah prediksi kondisi yang akan muncul ke depan yang harus disiapkan oleh sekolah. Berdasarkan prediksi kemungkinan maupun kecenderungan ke depan, sekolah dapat menyiapkan segala sesuatunya agar komponen sekolah tidak mengalami shockculture, menghadapi kemungkinan perubahan yang akan terjadi.

21. Memantau dan membimbing pelaksanaan peserta didik baru di TK-SD

Tugas ini secara hitam putih lepas dari rugas-tugas pembinaan sebelumnya, namun demikian karena peserta didik adalah bagian dari komponen sekolah, maka akan terus memiliki kaitan. Memantau berarti melihat dari jarak pandang tertentu proses penerimaan peserta didik yang dilakukan oleh sekolah. Setelah dari hasil pantauan didapatkan informasi, selanjutnya dilakukan pembinaan seperlunya.
Pembinaan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru di TK maupun SD tentu tidak sama dengan yang ada di SMP atau SMU. Pembinaan ini lebih banyak ditujukan pada komponen administratsi yang nantinya dipakai sebagai bekal dalam mengikuti akreditasi sekolah. Pembinaan teknis lainnya hanya ditujukan pada sekolah dengan kasus khusus, misalnya sekolah se halaman, harus bagaimana dalam menata murid baru agar jumlah murid merata secara kuantitas maupun kualitas di antara dua sekolah.
Salah satu hal juga juga bisa dibinakan adalah jika ditemukan peserta didik dengan kelainan tertentu. Seringkali orang tua tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi putra putrinya. Misalnya seorang anak diduga mengalami keterbelakangan mental, guru sudah menyarankan untuk memasukkan ke sekolah dasar luar biasa, namun orang tua masih memaksakan kehendak dengan berbagai alasan. Untuk ini sekolah harus benar-benar mampu mengatasi dengan cara cara yang mendidik dan tidak membuat orang tua tersinggung.

22. Memantau dan mebimbing pelaksanaan UAS/UASBN

Memantau dan membimbing pelaksanaan US/UASBN merupakan kegiatan panjang yang harus dilakukan pengawas. Kegiatan ini tidak serta merta hanya dilakukan satu dua minggu sebelum dan sesudah US/UASBN, tetapi mungkin enam bulan sebelumnya harus dilakukan terkait dengan proses membimbing. Hasil US/UASBN memegang peran penting sebagai indikasi keberhasilan sekolah secara sederhana, meskipun kadang masyarakat memandangnya, sebagai indikator keseluruhan. Mengapa demikian, karena ukuran-ukuran yang diberikan msyarakat juga cukup sederhana saja, yakni hasil UASBN, jumlah siswa yang diterima di sekolah negeri, dan sebagainya.
Proses pembimbingan US/UASBN tidak saja menyentuh persoalan administrasi mulai dari SK-SK hingga penyusunan anggaran. Yang lebih penting adalah strategi penyiapan siswa dalam menghadapi US/UASBN. Disadari atau tidak, ada beberapa kelemahan mendasar yang selama ini terjadi di sekolah. Boleh jadi semua materi dalam kurikulum telah tersanmpaikan secara mutlak, tetapi apakah penyampaian tersebut menjamin pemahaman siswa secara keseluruhah, apakah penyajian materi sudah sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar yang ada, dan apakah materi yang disajikan akan dipertanyakan dalam UASBN, inilah yang seharus menjadi bahan kajian.
Untuk itu pengawas sekolah harus menyiapkannya mulai strategi penguasaan materi, strategi memprediksi soal yang keluar, analisis tentang kemampuan masing-masing anak, serta hal-hal teknis agar peserta UAS/UASBN dapat lulus dengan nilai yang menggembirakan. Persiapan tersebut harus direncanakan dalam pembinaan sehingga sekolah dapat melaksanakannya agar semua siswa berhasil lulus dalam UAS/UASBN.
Terkait dengan UAS/UASBN adalah kelanjutan anak-anak yang sudah lulus. Pengawas diharapkan menyediakan informasi yang tepat bagi sekolah untuk memberi pengarahan kepada anak didik, ke mana harus melajutkan sekolah. Oleh karena itu, keikutsertaan sekolah dalam Tryout yang diadakan oleh pengawas maupun lembaga penyelenggara tryout dapat dijasikan bahan untuk memberikan pengarahan. Dalam hal ini dituntut peran serta aktif pengawas sekolah untuk mengakses informasi yang diperlukan sekolah.

23. Memberikan saran penyelesaian kasus khusus di sekolah
Setiap sekolah pasti memiliki permasalahan, baik kecil atau besar, baik mendasar atau masalah-masalah yang sifatnya umum. Saran penyelesaian masalah di sini sifatnya khusus, berbeda dengan permasalahan pada umumnya. Misalnya masalah-masalah yang terkait dengan pengembangan sekolah yang terganjal dengan situasi masyarakat, Masalah kekurangn dana pendidikan, masalah hubungan sosial antar guru, serta mungkin kedisiplinan guru yang rendah. Masalah-masalah umum yang dihadapi sekolah misalnya disiplin siswa, perkelahian antar anak, mungkin merupakan masalah sehari-hari, yang tugas dan tanggungjawabnya sudah melekat pada masing masing guru.
Terhadap adanya masalah khusus ini, pengawas harus memiliki kepekaan terhadap situasi yang ada. Sebab meskipun kelihatannya kecil dan sederhana bila dibiarkan akan menjadi besar dan sulit di atasi. Oleh karena ini, yang terbaik adalah menjemput bola, dalam arti tidak mencoba menyulut permasalahan, tetapi mengkomunisasikan permasalahan dengan Kepala Sekolah secara persuasive serta sedapat mungkin mengatasinya di tingkat sekolah. Yang penting ada tindakan nyata yang harus diambil kepala sekolah dan dapat dibuktikan secara hitam di atas putih.
Secara teknis pemecahan masalah harus dimulai dari pemahaman akan masalah yang ada secara menyeluruh, menemukan akar permasalahan, menentukan dugaan penyebab permasalahan, menentukan alternative pemecahan serta memilih alternative untuk melangkah mengatasi masalah. Langkah analisis tersebut disampaikan kepada kepala Sekolah dengan cara berdiskusi (bukan dengan instruksi), mengingat bagaimana pun juga Kepala Sekolah yang lebih memahami permasalahan yang ada beserta latar belakang terjadinya masalah. Cara berdiskusi ini dilakukan agar tidak terkesan menggurui dan tidak menyinggung perasaan Kepala Sekolah. Sekali lagi, tugas penyelesaian ini adalah tanggungjawab Kepala Sekolah, bukan tanggungjawab pengawas sekolah.
Bila ternyata atas saran pengawas permasalahan yang ada dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah menjaga kondisi yang sudah tidak bermasalah agar bertahan lama. Tindakan ini dimaksudkan sebagai pencegahan setelah mengetahui akar permasalahan. Tindakan pencegahan ini sedapat mungkin menghapuskan akar penyebab permasalahan, sehingga tidak tumbuh lagi pada situasi dan kondisi yang berbeda.

24. Memberikan bahan peniaian dalam rangka akreditasi skeolah

Memberikan bahan penilaian dalam rangka akreditasi ini dimaksudkan sebagai rekomendasi terhadap Kepala Dinas guna menentukan sekolah-sekolah mana yang layak untuk diakreditasi dan sekolah mana yang belum. Mengapa demikian, faktanya banyak sekali sekolah yang seharusnya belum layak untuk diakreditasi tetapi dipaksakan untuk akreditasi. Akibatnya guru maupun kepala sekolah berkerja keras untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan dalam komponen akreditasi serta menciptakan bukti fisik secara instan. Upaya ini menjadi sangat berat bagi guru maupun Kepala sekolah, mengingat penyiapan ini memakan biaya yang tidak sedikit.
Idealnya akreditasi dilaksanakan secara bertahap sampai sekolah berdasarkan komponen-komponen yang ada layak untuk diakreditasi. Bila dilaksanakan demikian, maka hasilnya akan lebih alamiah, jujur, serta benar-benar objektif sesuai dengan kinerja yang dilaksanakan. Hasil akreditasi pun objektif serta layak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan tujuan akreditasi. Peringkat yang diberikan kepada sekolah juga sesuai dengan kondisi yang ada, baik secara fisik dan administrasi. Kemampuan personal juga benar-benar otentik sesuai peringkat yang di dapat.
Tugas yang demikian seyogyanya dilakukan sejak awal, bagian demi bagian, hingga menyeluruh. Setiap bagaian yang telah terselesaikan kemudian diimplementasikan secara nyata. Misalnya guru melaskanakan pembelajaran di luar kelas untuk mata pelajaran tertentu, guru harus melaksanakan lebih dulu, apa yang telah dilaksanakan kemudian dicatat dalam sebuah dokumentasi, sehingga pemahaman akan makna pertanyaan pada instrument evaluasi diri akreditasi lebih tepat.

25. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan per mata pelajaran/bimbingan siswa dari seluruh sekolah

Pelasksanaan tugas yang keduapuluh lima ini pada dasarnya merupakan pemilahan dari penyusunan laporan hasil pengawasan perkolah yang menjadi tanggungjawabnya. Bila pada laporan hasil pengawasan per sekolah sifatnya menyeluruh dari seluruh unsur yang ada di sekolah, untuk laporan pengawasan per mata pelajaran khusus hanya nilai pada masing-masing mata pelajaran dari seluruh sekolah. Melalui tugas ini akan dapat hasil berupa potret kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran
Hasil akhir nantinya berupa laporan tentang hasil pengawasan terhadap keterlaksanaan tiap-tiap mata pelajaran dari keseluruhan sekolah. Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang mata pelajaran mana yang hasil belajar siswa siswinya menunjukkan angka yang memuaskan dan tidak. Hasil ini dapat dimanfaatkan untuk memberi masukan dalam penyusunan program pelatihan yang ditujukan untuk tiap mata pelajaran. Dalam rangkaian laporan yang berurutan akan diketahui mata pelajaran mana saja yang segera harus mendapatkan penanganan, materi mana saja yang masih bisa ditunda penangannya mengingat hasil evaluasi masih cukup baik.
Selain hasil belajar pada tiap-tiap mata pelajaran di tiap sekolah juga akan diketahui sebaran kemampuan siswa dan guru dalam satu wilayah kepengawasan. Tentu saja hasil ini juga menjadi bahan pertimbangan dalam rangka meratakan kemapuan guru pada tiap-tiap sekolah. Sekolah mana surplus kemampuan guru dalam bidang tertentu, dan sekolah mana yang kurang sama sekali. Oleh karena itu pelaksanaan tugas ini amat penting dalam rangka menjaga kualitas layanan pada masing-masing sekolah

26. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan seluruh mata pelajaran/bimbingan siswa dari sleuruh sekolah

Tugas keduapuluh enam ini merupakan tugas terakhir pada unsur kepengawasan sekolah. Tugas ini merupakan kelanjutan dari tugas keduapuluh lima. Bila pada poin ke duapuluhlima di atas, mengevaluasi hasil pengawasan tiap mata pelajaran dari seluruh sekolah, tugas keduapuluhenam ini dirangkum menjadi satu. Hasilnya merupakan komulatif hasil pengawasan seluruh mata pelajaran, yang berupa rerata angka tiap mata pelajaran yang dihimpun dari seluruh sekolah.
Angka rerata yang diperoleh dari tiap mata pelajaran dari seluruh sekolah bila dikomulasikan lagi akan menjadi angka tarap ketercapaian pembelajaran tiap mata pelajaran dalam satu wilayah kepengawasan. Besarnya angka rerata ini akan menjadi indikasi sejauh mana pelaksanaan pembelajaran di tiap-tiap wilayah kepengawasan sekolah. Angka ini dapat dijadikan pedoman dasar untu meningkatkan mutu pembelajaran secara komulatif dalam bentuk kebijakan umum.

2.2 Ikhtisar
Berdasarkan pemahaman akan tugas kepengawasan sekolah, secara prinsip tugas kepengawasan sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menyusun Program Pengawasan, meliputi kegiatan-kegiatan:
a. mengidentifikasi hasil pengawasan
b. mengolah dan menganalisis hasil pengawasan
c. merumuskan rancangan program
d. memantapkan dan menyempurnakan program
e. menyusun program pengawasan
2. Melaksanakan Penilaian Hasil Belajar, meliputi kegiatan:
a. menyusun kisis-kisi/instrumen
b. menyusun butir soal/instrument
c. melaksanakan uji coba soal/instrument
d. menilai, mengolah dan menagalisis nilai baik sederhana maupun komprehensif
3. Mengumpulkan data sumberdaya pendidikan
4. Membina sekolah, terdiri atas kegiatan:
a. memberikan saran pelaksanaan KBM
b. memberi contoh mengajar
c. memberi saran peningkatan kemampuan
d. membina pemeliharaan lingkungan
e. membina pengelolaan sekolah
f. memberi saran pemecahan kasus khusus
g. memantau dan mebimbing pelaksanaan UAS/UASBN
5. Menyusun laporan kepengawasan
a. menyusun laporan pengawasan per sekolah
b. melaskanakan evaluasi hasil pengawasan
c. melaskanakan evaluasi pengawasan per mata pelajaran per sekolah dan per mata pelajaran dari seluruh sekolah
d. memberikan bahan akreditasi sekolah
6. Melaksanakan tugas lain yang menjaid tanggungjawab
a. memantau dan membimbing PPDB
b. melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan



























BAB III
MEKANISME PENGAWASAN

Pengawasan sekolah dilaksanakan oleh pengawas sekolah sesuai dengan jenjang dan jenisnya berdasarkan mekanisme yang dibuat oleh pengawas yang bersangkutan. Urutan kegiatan tidak dapat dipaksakan harus sama, mengingat setiap pengawas memiliki kewenangan memilih metode yang tepat dalam pelaksanaan tugasnya. Yang terpenting adalah hasil akhir berupa laporan yang dapat memberikan informasi secara tepat, benar, akuntabel, dan dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Mengatur mekanisme pengawasan dapat dilaksanakan dengan mendasarkan diri pada jenis penugasan yang diberikan oleh koordinator pengawas sekolah, namun tidak menutup kemungkinan pengaturan tersebut diserahkan kepada masing-masing pengawas. Untuk itu perlu kiranya memahami mekanisme kerja yang akan dilaksanakan, sebagaimana diuraikan berikut ini:

3.1 Penjadwalan
Mekanisme pelaksanaan pengawasan pada dasarnya selalu dimulai dari penyusunan program. Mengapa diawali dengan pendjawalan? Pada prinsipnya yang diprogramkan dalam penyusunan program kepengawasan adalah tugas pokok pengawasan ditambah tugas lain yang diberikan oleh koordinator pengawas. Tugas-tugas tersebut dari tahun ke tahun akan selalu sama dan seragam. Yang tidak sama adalah penajaman masing-masing tugas pokok sesuai dengan situasi permasalahan pada tiap-tiap sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Pada program kerja tertera membina pelaksanaan proses belajar mengajar, pada pelaskanaannya antara sekolah satu dengan sekolah lain menjadi berbeda ketika pemahaman guru pada unsur pembelajaran tidak sama. Mungkin di sekolah A baru dibinakan tentang pembelajaran PAKEM, tetapi di sekolah B sudah sampai pada TGT, STAD, dan sebagainya. Untuk itu perlu dipahami bahwa program kerja bisa sama tetapi penjabarannya selalu berbeda.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka program kerja dimulai dari penjadwalan kegiatan supaya benar-benar dapat dilaksanakan tanpa mengalami perubahan di tengah pelaksanaan. Penyusunan jadwal kepengawasan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari jenis tugas yang akan dilaksanakan. Sebagaimana dalam ikhtisar tugas kepengawasan, maka penjadwalan akan dimulai dari penyusunan program, melaksanakan penilain dan dapat dilakukan bersama dengan pengumpulan data sumberdaya pendidikan, pembinaan dan kemudian menyusun laporan. Sedangkan pelaksanaan tugas khusus dilaksanakan pada awal tahun pelajaran.
Bila melihat susunan tugas pokok, maka dapat direntangkan bulan pelaksanaan kegiatan dengan jenis kegiatan pengawasan yang akan dilakukan. Secara sederhana, proses pembinaan dan penilaian tentu dilakukan di antara bulan kedua sampai kelima ( semester 1 terdiri dari 6 bulan, semester 2 juga 6 bulan), pengumpulan data sumberdaya pendidikan dapat dilakukan bersama-sama pembinaan dan penilaian hingga berakhir pada saat pelaporan, sedang penyusunan program dapat dilakukan sebelum bulan pertama pelaksanaan tugas kepengawasan. Penjelasan yang lebih rinci dapat dilihat pada petunjuk pelaksanaan pengawasan sekolah.

2.2 Penyusunan Instrumen Pengawasan
Kegiatan yang selalu mengikuti pelaksanaan pengawassan adalah menyusun instrument pengawasan. Instrumen adalah alat yang dipergunakan dalam rangka mengumpulkan data pengawasan. Dengan demikian setiap melaksanakan kerja pengawas selalu membawa instrument. Tergantung tugas kepengawasan apa yang akan dilaksanakan. Alat pencatat ini selain sebagai bukti fisik bahwa pengawasan telah dilakukan juga sebagai sarana pendokumentasian data yang sewaktu-waktu siap untuk dianalisis.
Macam instrument pengawasn dibedakan berdasarkan jenis data yang akan diambil. Ada instrument yang hanya tempat mencatat data dan sudah jadi, tetapi ada instrument yang masih berproses. Data sumberdaya pendidikan yang berupa benda mati kebanyakan merupakan data final, sedangkan data yang diambil dari benda hidup kebanyakan harus berproses sebelum difinalkan. Sebagai contoh catatan tentang jumlah buku, alat peraga, ruang dan gedung, sudah pasti menjadi data final, sedangkan data pengamatan proses belajar mengajar, data instrument penilaian unjuk kerja siswa, merupakan data mentah yang harus tetap dimatangkan.
Berdasarkan kebutuhan akan pencatatan data tersebut instrument dapat dikelompokkkan menjadi instrument data final dan instrument data berproses. Instrumen data final meliputi:
1. format pengamatan, berupa kolom-kolom yang sudah terisi beberapa catatan namun masih harus dilengkapi dengan melaksanakan pengamatan
2. format pencatatan, berupa kolom-kolom yang masih dalam keadaan kosong, hanya terisi pada bagian judul kolom saja.
3. gabungan antara format pencatatan dan pengamatan
Sedangkan instrument data berproses meliputi :
1. angket terbuka maupun tertutup
2. kuisioner
3. daftar pertanyaan untuk wawancara
4. daftar pertanyaan untuk pengamatan

2.3 Pelaksanaan Kerja Pengawasan
Langkah pengawasan berikutnya setelah tersusun jadwal dan instrument adalah mengumpulkan data sesuai dengan tugas kepengawasan, misalnya mulai menilai, mengumpulkan data sumber daya pendidikan, membina maupun mengadakan pemantauan. Pelaksanaan kerja ini dilakukan pengawas melalui berbagai teknik mulai dari Kunjungan Kelas, Percakapan Pribadi, Rapat rutin, Kunjungan Sekolah, atau teknik lain yang sudah ditentukan antara pengawas dan guru atau Kepala Sekolah.
Pelaksanaan kerja kepengawasan dilakukan oleh pengawas sesuai wilayah kerja yang menjadi tanggungjawabnya, namun demikian untuk pengawas yang ada dalam satu wilayah kecamatan, bisa juga wilayah hanya berhubungan dengan administrasi pembelajaran, sedangkan pembinaan dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, ini pelaksanaan kerja pengawasan ini agar ditata sebaik mungkin demi terlaksananya pekerjaan.
Untuk tugas tugas kepengawasan yang terkait dengan pembinaan, supervisi kelas, pemberian contoh mengajar, sangat tepat bila dijadwalkan lebih dulu dan jadwal ini disampaikan kepada guru atau Kepala sekolah, sedangkan pengawasan yang bertujuan mengetahui tingkat kedisiplinan dalam pelaksanaan pembelajaran, dapat dilakukan model sidak.










































BAB IV
PELAPORAN HASIL PENGAWASAN

Bagian terakhir dari proses pengawasan yang telah dilakukan adalah penyusunan laporan hasil pengawasan sekolah. Berdasarkan petunjuk teknis jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, laporan pengawasan sekolah diberikan pada akhir semester. Untuk dapat menyusun laporan hasil pengawasan dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

4.1 Pengelompokan Data
Proses penyusunan laporan pengawasan dimulai dari pengelompokan data, mengingat data sudah terkumpul melalui proses pengawasan yang sudah dilakukan. Pengelompokan data dimaksudkan untuk memilah-milah data sesuai kebutuhan. Misalnya misalnya dalam satu sekolah diperoleh berbagai macam data, mulai guru, sarana, KBM, nilai siswa, yang masih bercampur dari tiap-tiap kelas serta dalam berbagai instrumen. Selain itu kemungkinan masih bercampur dengan data dari sekolah lain, apabila format yang ada mungkin dipakai untuk bebeberapa sekolah.
Pengelompokan data ini sangat penting untuk dilakukan agar data benar-benar otentik, sesuai sumber data. Kelemahan-kelemahan dalam penyusunan instrument akan diketahui apabila ditemui kesulitan dalam mengelompokkan data. Apabila data telah tekelompokkan sesuai dengan kebutuhan, maka analisis data siap dilakukan.

4.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan data yang telah terkelompokkan. Untuk dapat mengalisis data dengan tepat maka dapat dipakai berbagai pedoman yang berbeda menurut jenis data. Untuk menganalisia kondisi sumberdaya pendidikan khususnya guru, maka pedoman yang dipakai menganlisis adalah Standar Tenaga Kependidikan, Untuk data sarana dan prasarana, maka Standar Sarana dapat dipakai sebagai ukuran. Adapun untuk data nilai, maka KKM sekolah yang dijadikan pedoman analisis.
Selanjutnya untuk dapat memberikan informasi tentang korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan hasil belajar siswa, baik per sekolah maupun dari seluruh sekolah dapat dimanfaatkan rumusan statistis Korelasi Prodak Moment dengan berbagai macam variasinya, untuk mendapatkan hasil dari perbandingan penggunaan metode, dapat dipergunakan T-Tes, atau X2. Teknik-teknik analisis tersebut dipilih sesuai jenis data da peruntukan hasil, bukan semata-mata hasil yang dirapakan, agar objektivitas hasil analisis tetap terjaga

4.3 Penyajian Laporan
Setelah data dianalisis, diberikan tafsiran, akhirnya disajikan dalam bentuk laporan. Bentuk dan format laporan hasil pengawasan sekolah telah diatur di dalam Kepmendikbud Nomor 020/U/1998. Dengan demikian Kepmen itulah yang harus dipedomani dalam memberikan laporan. Sebagai pedoman lain, bahwa pada prinsipnya laporan harus jelas, dapat dipahami dengan mudah, tidak menimbulkan penafsiran ganda dari pembacanya, serta harus jujur sesuai dengan kondisi yang ada.
4.4 Tindaklanjut Pengawasan
Setiap usai pelaporan hasil pengawasan langkah berikutnya adalah menentukan tindaklanjut hasil pengawasan. Tindak lanjut atas kekurangan adalah pembinaan terhadap subjek yang mengalami kelemahan. Sedangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki subjek pengawasan tidaklanjutnya berupa pemantapan kinerja. Namun demikian ada kelemahan yang tidak serta merta dapat dipenuhi oleh Pengawas, misalnya kekurangan guru, telah rusaknya gedung sekolah, kurangnya mebeler, dan sebagainya. Menghadapi kenyataan tersebut pengawas hanya mampu memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti.
Kelemahan-kelemahan yang menyangkut penyimpangan khususnya keuangan maka ditempuh mekanisme lain yang tidak menjadi wewenang pengawas sekolah. Pengawas sekolah hanya bertugas memberikan laporan, sementara tindaklanjutnya, ada pada Dinas atau Badan Pengawas Kabupaten. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan pekerjaan.
Tindaklanjut berupa pembinaan dari pengawas sekolah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok pengawas sekolah yaitu membina dan menilai. Penilaian kinerja oleh pengawas ini memiliki manfaat yang besar, misalnya dalam rangka menemukan guru-guru yang potensial untuk menangani tugas-tugas pembinaan siswa bila dibutuhkan, pengiriman untuk pelatihan dan pengimbasan termasuk pencalonan Kepala Sekolah.




























BAB V
PENUTUP


Pedoman pelaksanaan pengawasan sangat penting dibuat untuk dipedomani setiap pengawas dalam melaskanakan kerja pengawasan. Dengan adanya pedoman pengawasan yang benar-benar dipedomani berarti ada quality control yang baku dalam kinerja kepengawasan. Tanpa adanya quality control yang mengatur kinerja, maka profesionalisme pekerjaan menjadi diragukan. Oleh karena itu adanya pedoman pelaksanaan pengawasan seyogyanya memang harus dipedomani.
Munculnya pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah ini bila telah dilaksanakan, maka performance yang tampak adalah semua pengawas sekolah memiliki persepsi yang sama terhadap kinerja dan unsur kepengawasan. Tidak ada perbedaan persepsi yang memunculkan keraguan pada pihak-pihak yang diawasi. Oleh karena itu, dengan adanya pedoman diharapkan dapat menutupi kelemahan kelemahan pribadi seorang pengawas bila memang terjadi.
Semoga bermanfaat dalam berkah Allah Yang Maha Kuasa. Amiin.





























Daftar Bacaan


a. Undang-undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Undang-undang No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah
c. PP No. 20/2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
d. PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Kepmenpan Nomor 118 Tahun 1998 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Kepmendiknas Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis
f. KepMenPAN No. 91/Kep/MenPAN/10/2001 Tentang Jabatan fungsional Pengawas
g. KepMendiknas No. 097/U/2002 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Pembina Pemuda dan Olahraga
h. Kepmendiknas Nomor 18 Tahun 2005 tentang Angka Kredit Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah
i. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
j. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
k. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Peraturan Pelaksanaam Permendiknas 22 Tahun 2007
l. Permendiknas Nomor 19Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
m. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
n. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 7/2004 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Propinsi Jawa Timur
o. Perda Kabupaten Jombang Nomor 30 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah.