Selasa, 02 Juni 2009

PEDOMAN PENGAWASAN SATUAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengawasan sebagai bagian dari sebuah managemen pendidikan merupakan unsur yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu harus dilaksanakan secara obyektif dan kontinyu agar benar-benar mampu mengawal proses pendidikan menuju harapan yang dicita-citakan. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik maka diperlukan pedoman pelaksanaan pengawasan sebagai acuan bagi para pengawas dalam melaksanakan pengawasan. Penstandaran proses pengawasan diharapkan juga diperoleh model Quality Control bagi pelaksanaan pendidikan.
Pedoman pelaksanaan pengawasan selanjutnya memberikan pedoman mekanisme kerja pengawas sekolah sesuai dengan kriteria kerja subjek pendidikan yang harus diawasi baik secara teoritis maupun praktis. Pedoman pelaksanaan pengawasan juga memberikan arah bagi pengawas sekolah dalam menentukan kebijakan secara khusus bagi satuan-satuan pendidikan yang memiliki masalah-masalah khusus, seperti kurangnya guru, sarana prasarana, maupun kebutuhan sumberdaya pendidikan lain yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Secara sederhana, pedoman pelaksanaan pengawasan ini diharapkan akan mengawal persepsi pengawas sekolah terhadap unsur-unsur pengawasan. Dengan demikian bentuk pelayanan terhadap sekolah dalam merealisasi tujuan pendidikan, antara sekolah satu dengan sekolah lain dimungkinkan sama atau hampir sama tanpa memandang derajat atau kondisi sekolah.

1.2 Dasar
Dasar Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sekolah adalah :
a. Undang-undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Undang-undang No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah
c. PP No. 20/2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
d. PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Kepmenpan Nomor 118 Tahun 1998 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Kepmendiknas Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis
f. KepMenPAN No. 91/Kep/MenPAN/10/2001 Tentang Jabatan fungsional Pengawas
g. KepMendiknas No. 097/U/2002 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Pembina Pemuda dan Olahraga
h. Kepmendiknas Nomor 18 Tahun 2006 tentang Angka Kredit Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah
i. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 7/2004 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Propinsi Jawa Timur
j. Perda Kabupaten Jombang Nomor 30 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah.

1.3 Tujuan
Penyusunan Pedoman Pengawasan Sekolah ini disusun dalam rangka:
a. memberikan acuan kerja bagi pengawas satuan pendidikan dalam melaksanakan kinerjanya
b. memberikan arah bagi pelaksanaan pembinaan maupun supervisi pendidikan
c. memberikan Quality Control bagi Pengawas Satuan Pendidikan dalam pelaksanaan kinerja








































BAB II
MEMAHAMI TUGAS POKOK

Tugas pokok dan fungsi Pengawas Satuan Pendidikan secara prinsip telah diatur dalam berbagai peraturan perundang undangan yang ada. Adapun yang belum teratur secara rinci adalah pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu perlu diciptakan pedoman pengawasan sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Tugas-tugas Pengawas Satuan Pendidikan dapat dibedakan menurut jabatan yang disandangnya. Secara umum tugas tersebut hampir sama, hanya dibedakan tingkat kualitas pekerjaan antara jabatan pengawas yang lebih rendah dengan yang tinggi. Tugas-tugas kepengawasan dapat dirinci sebagai berikut :

No
Tugas Pokok
Pratama
Muda
Madya
Pembina
1
Melaksanakan identifikasi hasil pengawasan sebelumnya dan kebijakan di bidang pendidikan dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten/Kotamadya
+
-
-
-
2
Mengolah dan menganalisis hasil pengawasan sekolah sebelumnya dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
+
-
-
3
Merumuskan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
-
+
-
4
Memantapkan dan menyempurnakan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya
-
-
-
+
5
Menyusun program catur wulanan pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawab pengawas sekolah masing-masing
+
+
+
+
6
Menyusun kisi-kisi dalam rangka penyusunan soal/instrumen penilaian
-
-
+
-
7
Menyusun butir soal/instrumen penilaian
-
+
-
-
8
Melaksanakan uji coba soal/instrumen penilaian
-
+
-
-
9
Menyempurnakan butir soal/instrumen penilaian
-
-
+
-
10
Melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru
+
+
+
+
11
Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil belajar/bimbingan siswa
+
+
+
+
12
Melaksanakan analisis sederhana hasil belajar/bimbingan siswa dengan cara memperhitungkan beberapa faktor sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar/bimbingan siswa
+
+
-
-
13
Melaksanakan analisis komprehensif hasil belajar/bimbingan siswa dengan memperhitungkan berbagai faktor sumber daya pendidikan yang lebih kompleks termasuk korelasi kemampuan guru dengan hasil belajar/bimbingan siswa
-
-
+
+
14
Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar/bimbingan siswa
-
-
+
+
15
Memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan siswa
+
+
+
+
16
Memberikan saran untuk peningkatan kemampuan profesional guru kepada pimpinan instansi terkait
-
-
+
+
17
Membina pelaksanaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah
+
+
-
-
18
Menyusun laporan hasil pengawasan sekolah per sekolah
+
+
+
+
19
Melaksanakan evaluasi pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya
+
+
+
+
20
Membina pelaksanaan pengelolaan sekolah
-
-
+
+
21
Memantau dan membimbing pelaksanaan penerimaan siswa baru
+
+
+
-
22
Memantau dan membimbing pelaksanaan EBTA / EBTANAS
+
+
+
-
23
Memberikan saran penyelesaian kasus khusus di sekolah
-
-
+
+
24
Memberikan bahan penilaian dalam rangka akreditasi sekolah swasta
-
-
+
+
25
Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan per mata pelajaran/bimbingan siswa dari seluruh sekolah
-
-
+
+
26
Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan seluruh mata pelajaran /bimbingan siswa dari seluruh sekolah
-
-
-
+
27
Melaksanakan kegiatan karya tulis/karya ilmiah dalam bidang pendidikan sekolah
-
-
+
+
28
Menyusun pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah
-
-
+
+
29
Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan sekolah
-
-
+
+
30
Menciptakan karya seni
-
-
+
+
31
Menemukan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan
-
-
+
+
Catatan : tanda + merupakan keharusan untuk melaksanakan tugas bagi jabatan pengawas yang bersangkutan

Masing-masing kegiatan di atas pada prinsipnya merupakan bagian dari proses yang harus dikerjakan oleh Pengawas Satuan Pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaan tugasnya diawali dengan pengumpulan data tentang tugas yang akan dilaksanakannya, dari data tersebut selanjutnya dianalisis, adapaun hasilnya akan ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan. Pengumpulan data dimaksud pada dasarnya menjadi bagian dari pekerjaan penilaian, sedangkan tindak lanjutnya adalah pembinaan. Pembinaan dan Penilaian adalah tugas pokok dari Pengawas Satuan Pendidikan.

2.1 Pemahaman Masing-Masing Tugas Pokok Pengawas Sekolah
Pelaksanaan tugas pengawasan Satuan Pendidikan sebagaimana telah dirinci di atas sebelum dilaksanakan oleh Pengawas Satuan Pendidikan seyogyanya dilandasai oleh pemahaman akan filosofi dan makna tugas tersebut. Dengan pemahaman akan filosofi diharapkan kinerja yang dilakukan tidak menyimpang dari harapan. Dasar pemikiran dari masing-masing tugas tersebut selanjutnya diuraikan berikut ini:

1. Melaksanakan identifikasi hasil pengawasan sebelumnya dan kebijakan di bidang pendidikan dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten/Kotamadya

Pemahaman atas tugas dimaksud adalah bahwa pengawas satuan pendidikan harus melakukan self correction (introspeksi) atas pekerjaan yang telah dilakukan. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa penjelasan teknis terkait pelaksanaan kebijakan, atau kebijakan yang dibuat pengawas itu sendiri. Selain itu juga peningkatan kinerja satuan pendidikan secara umum yang telah mengalami proses pengawasan dan pembinaan.
Proses kerja identifikasi hasil pengawasan menghasilkan analisis hasil pengawasan. Analisis hasil pengawasan akan menghasilkan simpulan akhir berupa peningkatan kinerja satuan pendidikan yang diawasi serta kelemahan-kelemahan yang harus segera mendapatkan tindaklanjut. Tindaklanjut program inilah yang dapat memberikan masukan bagi penyusunan program pengawasan selanjutnya sekaligus memberi masukan atas kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil di tahun yang akan datang.
Pekerjaan identifikasi hasil kerja pengawasan ini dilakukan oleh Pengawas Pratama, atau berdasarkan penugasan Koordinator Pengawas, setelah melakukan serangkaian kerja pengawasan. Pekerjaan ini dilakukan setiap semester, sebagai evaluasi hasil akumulasi kerja selama satu semester, dan hanya dapat dilakukan setelah unsur-unsur kepengawasan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya terselesaikan. Bila belum terselesaikan, maka data yang dijadikan acuan identifikasi menjadi kurang lengkap sehingga tidak dapat dilakukan.
Sejumlah pertanyaan yang dapat dikembangkan dalam rangka mengidentifikasi hasil pengawasan sebagai berikut:
a. Bagaimana hasil pengawasan dan pembinaan terhadap sekolah tentang :
- pelaksanaan kegiatan belajar mengajar?
- pemenuhan admnistrasi kurikulum?
- pemenuhan administrasi kesiswaan?
- pemenuhan administrasi personalia?
- pemenuhan administrasi keuangan?
- pemenuhan administrasi sarana prasarana?
- pemenuhan administrasi humas?
b. Bagaimana kinerja Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai :
- educator?
- manager?
- administrator?
- supervisor?
- leader?
- innovator?
- motivator?
c. Bagaimana hasil belajar siswa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya dapat dikembangkan secara lebih luas dan mendalam oleh masing-masing pengawas. Semakin rinci dan detail seorang pengawas mengembangkan indikator atas kinerja kepengawasan yang telah dilakukan, semakin baik pula hasil identifikasinya. Oleh karena itu, diharapkan setiap pengawas dapat mengemnbangkannya menjadi lebih rinci sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan.

2. Mengolah dan menganalisis hasil pengawasan sekolah sebelumnya dalam rangka menyusun program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten / Kotamadya

Tugas pokok pengawasan yang kedua ini terdiri dari dua pekerjaan yaitu mengolah hasil pengawasan, setelah hasil diolah kemudian dianalisis. Mengolah dapat dilakukan dengan membuat konversi-konversi atas hasil pengawasan bila hasil awal berbentuk angka-angka atau kodifikasi yang masih mentah. Mengolah berarti mematangkan data agar siap dianalisis. Pengolahan dapat dilakukan dengan menemukan median, modus, maupun mean dari nilai yang telah ditemukan berdasarkan koversi yang dibuat.
Proses analisis dapat dilakukan dengan cara menemukan rerata, membandingkan antara kondisi yang diharapkan dengan kenyataan, mengkontraskan dua data yang ditemukan, atau mungkin juga membandingkan data yang telah diperoleh. Analisis lebih lanjut dapat menggunakan rumus-rumus statistis yang telah dibakukan misalnya korelasi, perbandingan, atau distribusi atas nilai-nilai yang ditemukan sebagai proses sisntesis atas analisis yang telah dilakukan.
Simpulannya berupa hasil akhir pengawasan terhadap satuan pendidikan, apakah satuan pendidikan dalam kondisi yang baik, buruk, atau sedang-sedang saja. Apakah sebuah kondisi memiliki hubungan dengan kondisi yang lain. Apakah sebuah fakta disebabkan oleh fakta-fakta yang berlainan. Apakah fakta fakta tersebut memiliki keterkaitan, memiliki hubungan sebab akibat, atau lepas sama sekali.
Hasil analisis adalah sebuah kondisi yang siap ditindaklanjuti pada penyusunan program pengawasan sekolah tahun berikutnya. Hasil analisis juga menjdi dasar bagi identifikasi (tugas pengawasan pada huruf a) hasil pengawasan sebelumnya. Oleh karena itu, tugas pokok kepengawasan 1,2 dan 3 merupakan trilogi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Guna memandu pelaksanaan tugas pokok kedua, dapat dikembangkan sejumlah pertanyaan sebagai berikut:
a. Berapa angka komulatif/bagaimana kualitas hasil:
- pelaksanaan kegiatan belajar mengajar?
- pemenuhan admnistrasi kurikulum?
- pemenuhan administrasi kesiswaan?
- pemenuhan administrasi personalia?
- pemenuhan administrasi keuangan?
- pemenuhan administrasi sarana prasarana?
- pemenuhan administrasi humas?
- bagaimana simpulan dari kinerja-kinerja di atas?
b. Berapa angka komulatif nilai/bagaimana kualitas hasil kinerja Kepala sekolah sebagai:
- educator?
- manager?
- administrator?
- supervisor?
- leader?
- innovator?
- motivator?
c. Berapa besar hasil belajar siswa? Apa sama atau lebih besar dari KKM yang telah ditentukan sebelumnya atau sebaliknya.
Perlu dipahami tentang pertanyaan berapa angka dan bagaimana kualitas hasil, dimaksudkan untuk memberikan keleluasan pada pengawas, bahwa analisis data dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif. Bila analisis dilakukan secara kuantitatif berarti memanfaatkan angka-angka, sedangkan pada analisis secara kualitatif mengacu pada kualitas. Kedua model analisis tersebut bisa menjadi sebuah mata uang bersisi dua. Kuantitatif bias jadi hasil kualitatif yang diangkakan, sebaliknya Kualitatif adalah angka-angka yang dukualitatifkan.

3. Merumuskan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat Kabupaten / Kotamadya

Merupakan suatu keniscayaan apabila sebelum melangkah seseorang merencanakan ke mana harus melangkah. Demikian juga pengawas satuan pendidikan, sebelum melaksanakan kepengawasan harus menyusun program kerja pengawasan sekolah. Program tersebut diharapkan dapat memandu kinerja sesuai hasil indetifikasi maupun analisis hasil pengawasan. Program kerja memberikan petunjuk secara konseptual apa yang harus dilakukan pengawas sekolah dalam merealisasikan programnya.
Hal-hal yang harus dilakukan tentunya terkait dengan perangkat kerja atau instrumen pengawasan. Instrumen yang dibuat pengawas menjadi bukti obyektif keberadaan satuan pendidikan yang telah diawasi dalam melaskanakan kinerjanya. Data yang terekam dalam instrument inilah yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam pembinaan.
Pertanyaan yang dapat dikembangkan sebelum menyusun program pengawasan kurang lebih sebagai berikut:
a. apa saja yang harus diprogramkan dalam pengawasan terkait dengan hasil identifikasi hasil pengawasan serta analisis hasil pengawasan?
b. sekolah mana saja yang menjadi sasaran program?
c. dengan alat apa data kondisi kinerja satuan pendidikan dapat dijaring secara objektif?
d. dengan cara apa supervisi dan pembinaan dapat dilakukan?
e. kapan program pengawasan tersebut dapat dilaksanakan?

4. Memantapkan dan menyempurnakan rancangan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten / kotamadya

Memantapkan rancangan program pengawasan berarti memastikan sesuatu yang masih berupa konsep menjadi barang jadi. Ibarat barang, rancangan program adalah bangunan almari yang sudah jadi, tetapi belum diplitur, belum ada engsel dan pegangan pintu. Memelitur, memberikan engsel dan pegangan pada pintu berarti membuat bangunan almari yang belum sempurna menjadi sempurna.
Pemantapan program pengawasan berupa kegiatan mengkaji ulang, mungkin menambah mungkin juga merevisi program yang sudah dibuat. Tujuannya agar program pengawasan yang dibuat benar benar aplikatif dengan kondisi yang ada. Percuma membuat program muluk-muluk tetapi tidak dapat dilaksanakan atau di tolak oleh satuan pendidikan yang akan dikenai kegiatan.
Akan halnya sebuah rencana program yang sudah disusun bisa berubah manakala ada sesuatu yang substansial tiba-tiba muncul diluar prediksi penyusun program. Sebagai contoh, pemberlakuan Permen 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, ditandatangani Mendiknas tanggal 22 Mei 2006, menyebar ke daerah sudah memasuki pertengahan bulan Juli 2006, yang berarti kegiatan belajar mengajar semester 1 sudah dimulai. Kalaupun Permen tersebut diterima bulan Juni, maka sekolah sudah libur, sehingga sangat sulit menmgkordinasikan kegiatan dengan guru maupun Kepala sekolah. Demikian juga dengan Permen 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian, baru ditandatangani Menteri pada tanggal 11 Juni 2007, yang kemungkinan besar sekolah sudah menyiapkan perangkat penilaian. Fenomena tersebut mau tidak mau mengubah program pengawasan yang sudah disusun.
Beberapa pertanyaan yang dapat disusun terkait dengan pemantapan rancangan program pengawasan kurang lebih sebagai berikut:
a. apakah program sudah cukup mantap untuk dilaksanakan?
b. apakah waktu, teknik, sasaran, instrument, sudah tepat untuk dilaksanakan?
c. adakah kemungkinan muncul kebijakan baru tentang pendidikan pendidikan yang harus segera disampaikan kepada satuan pendidikan?
Bila ada kemungkinan berubah, atau ada teknik, waktu, sasaran, maupun instrument yang dirasa belum tepat, maka dapat segera dismepurnakan. Bahkan kalau mungkin dapat menambah program maupun menghilangkan karena adanya tuntutan prioritas sebuah kegiatan.

5. Menyusun program semester pengawasan sekolah yang menjadi tanggung jawab pengawas sekolah masing-masing.

Program semester pengawasan sekolah merupakan rincian lebih lanjut dari program tahunan pengawasan sekolah. Bila program tahunan masih bersifat umum, program semester merupakan jabaran yang lebih rinci dari program tahunan. Pada program tahunan boleh jadi waktu yang ditentukan hanya dibatasi pada bulan, pada program semester sudah dapat dirinci sampai pada minggu pelaksanaan.
Rincinya program semester, disebabkan oleh pemfokusan tugas kepengawasan sesuai dengan jabatan dan wilayah sekolah yang menjadi tanggungjawab pengawasan oleh personil pengawas. Bila dirunut dari kewajiban pelaksanaan tugas, maka menyusun program tahunan pengawasan tingkat Kabupaten adalah tugas dari pengawas sekolah utama, jabatan tertinggi dalam struktur jabatan pengawas sekolah. Sedangkan menyusun program semester kepengawasan menjadi beban semua jenjang jabatan pengawas. Dengan demikian, pengawas yang lebih rendah jabatannya menjabarkan kegiatan berdasarkan program pengawas yang lebih tinggi jenjang jabatannya.
Bentuk-bentuk pertanyaan pengembang hampir sama dengan pertanyaan pada program tahunan pengawasan sekolah, untuk menyusun program semester pengawasan pertanyaan dipersempit menjadi minggu ke berapa atau tanggal berapa pengawasan dapat dilaksanakan. Dengan demikian program semester pengawasan sekolah menjadi lebih riil dan aplikatif.

6. Menyusun kisi-kisi dalam rangka penyusunan soal/instrumen penilaian

Kisi-kisi disebut juga silabus dalam penulisan soal, berupa perencanaan pembuatan soal meliputi Kompetensi dasar, Indikator KD, Materi, Tujuan, Indikator soal, serta nomor soal. Kompetensi dasar, Tujuan maupun indicator dan Materi terkait langsung dengan standar isi pendidikan (kurikulum) sedangkan indikator soal dan nomor soal menyangkut perencanaan tentang bentuk soal itu sendiri. Dengan demikian terlepas materi atau kompetensi dasarnya.
Penyusunan kisi-kisi soal pada model penilaian berbasis kelas seyogyanya sudah mulai dikurangi, mengingat penyusunan kisi-kisi identik dengan penulisan tes tertulis. Namun demikian perlu disadari bahwa mengingat perkembangan dalam sistem penilaian seyogyanya penulisan kisi-kisi dapat dikembangkan agar dapat merangkum berbagai jenis penilaian yang ada, sehingga asumsi kisi-kisi hanya untuk tes tulis dapat dieleminir.
Bila pengembangan kisi-kisi diperluas sesuai dengan teknik penilaian berbasis kelas, maka unsur-unsur yang dimunculkan dalam formatnya adalah: SK, KD, Indikator, dan Bentuk Penilaian. Bila sudah diketahui bentuk penilaian yang akan dilaksanakan berdasarkan karakteristik mata pelajaran yang ada, maka mulailah mengembangkan lebih lanjut menjadi bentuk yang sepecifik. Bila Kisi-Kisi Pertama disebut Silabusnya Penilaian, maka kisi-kisi lanjutan bisa dianalogkan dengan RPP-nya Penilaian.

7. Menyusun butir soal/instrumen penilaian

Menyusun butir soal/instrument penilaian merupakan operasionalisasi kisi-kisi yang telah disusun. Dari kisi-kisi selanjutnya dibuat kartu sonal baru kemudian disusun menjadi soal yang seperti selama ini dikenal. Soal yang telah dibuat dalam bentuk kartu soal harus ditelaah lebih dulu berdasarkan validitas, yaitu validitas kurikulum dan validitas konstruk. Validitas kurikulum adalah kesesuaian soal dengan isi kurikulum, sedangkan validitas konstruk adalah kesahihan soal dari segi penataan pesan. Keduanya memiliki peran penting dalam rangka menyusun soal yang terstandar.
Apabila dalam kisi-kisi ditemukan bahwa untuk mengukur ketercapaian KD tidak dengan menggunakan tes tulis, tentunya dapat dipilih instrument lain yang lebih sesuai. Untuk mengukur kemampuan anak membaca puisi maka instrument penilaian yang muncul adalah format pengamatan unjuk kerja, yang unsur-unsur penilaiannya mengikuti kaidah penilaian pembacaan puisi, demikian juga dengan pidato serta kemampuan menyanyikan lagu, tembang, atau langgam. Teknik penilaian lainnya seperti penugasan, hasil kerja, portofolio pun dapat dimunculkan seiring dengan karakteristik mata pelajaran yang hendak diukur.
Pengembangan instrumen penilaian ini dilakukan oleh pengawas sekolah dan tidak untuk diserahkan kepada guru, melainkan untuk dipakai pengawas sekolah dalam tugas menilai hasil belajar siswa. Pengawas sekolah diharapkan tidak meminta begitu saja hasil nilai yang telah dibuat guru. Dalam hal tersebut untuk menghindari subjektivitas hasil penilaian. Bila nilai telah didapat secara objektiv, maka kelemahan guru dapat dipahami dan selanjutnya diberikan pembinaan sesuai dengan jenis kelemahan yang ada.

8. Melaksanakan uji coba soal/instrument

Uji coba soal atau instrument adalah kegiatan untuk mengujikan soal pada anak didik tetapi tujuannya untuk mengukur kondisi soal yang dibuat dari sisi reliabilitas. Reliabilitas dikenal juga dengan istilah keajegan, konsistensi soal bila diujikan pada beberapa daerah. Dari pengujian reliabilitas akan ditemukan tingkat kesulitan dan daya beda soal. Tingkat kesulitan soal nantinya dapat dibedakan dari soal yang paling sulit, paling mudah dan sedang sedang saja. Demikian juga dengan daya beda, akan dapat dikelompokkamn soal-soal yang memiliki daya bedan dan tidak memiliki daya beda.
Tingkat kesulitasn sebuah soal diukur dari indeks angka yang dihasilkan berdasarkan rumus, pedoman, atau konversi tertentu. Daya beda juga dihasilkan berdasarkan rumus-rumus tertentu yang nantinya memunculkan indek yang menyatakan memiliki atau tidak memiliki daya beda. Soal yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi juga terendah, daya beda di luar indeks keberbedaan dapat dilakukan langkah lain agar soal-soal tersebut tepat untuk dilaksanakan kepada pesrta didik.
Perihal uji coba instrument, secara teoritis didasarkan pada sejauh mana instrument sudah mengakomdoasi tujuan yang ingin dijaring dari penggunaan instrument tersebut. Tujuan dimaksud berupa indikator-indikator atas sebuah kondisi yang ingin diketahui, dipahami atau didapat. Secara aplikatif, pengujian instrument didasarkan atas kefektivan dan kefisienan dalam bekerja, artinya apakah dengan instrument tersebut dapat diterapkan dengan mudah, cepat, serta memerlukan tenaga yang cukup terbatas atau sebaliknya.
Bila instrument sudah cukup mengakomodasi tujuan, dapat diterapkan dengan cepat, mudah, hemat tenaga maka dapat diterapkan. Demikian juga dengan soal, bila berdasarkan hasil uji coba telah memenuhi validitas dan reliabilitas sudah tidak perlu direvisi. Apabila kondisi soal maupun instrument belum memenuhi kriteria dan harapan akan penggunaan, maka harus dilakukan penyempurnaan.

9. Menyempurnakan butir soal/Instrumen

Menyempurnakan berarti membuat jadi sempurna, artinya soal atau instrument nyata-nyata belum sempurna. Pada soal masih belum memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas, instrument belum memiliki tingkat efisien dan efektifitas untuk diterapkan. Penyempurnaan butir soal maupun instrument ini dilakukan dalam rangka mendapatkan alat ukur yang standar. Alat ukur yang standar berarti dapat diterapkan kapan saja dan dimana saja, serta akan menghasilkan data-data yang benar-benar objketif. Obyektivitas data yang diperoleh ini akan dipergunakan sebagai bahan untuk memberikan pembinaan kepada guru yang telah mengelola proses pembelajaran.
Penyempurnaan butir soal dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengubah kalimat pernyataan soal yang masih rancu dan menimbulkan makna ganda
b. Mengubah letak distraktor (option pengecoh)
c. Mengubah option soal
d. Menyederhanakan kalimat dalam soal
e. Mengganti soal dengan soal yang baru
Penyempurnaan instrument dilakukan dengan cara:
a. mengubah format
b. mengubah unsur yang akan dinilai
c. menyederhanakan format
d. menambah atau mengurangi rubrik penilaian
e. menurunkan atau menaikkan derajat penguasaan kompetensi

10. Melaksanakan penilaian, pengolahan, dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru.

Tugas kepengawasan kesepuluh selain merupakan kelanjutan langkah penyusunan kisi-kisi, soal/instrument dan penyempurnaannya juga menjadi esensi dari penilaian hasil belajar siswa dan kemampuan guru. Artinya apa yang ditunjukkan siswa melalui nilai hasil belajar menjadi indikasi dari kemampuan guru. Rumus yang paling sederhana, bila sebagian besar siswa telah mampu mengerjakan soal yang diberikan berarti guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik, sebaliknya bila sebagian besar siswa belum mampu mengerjakan evaluasi berarti guru belum mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik.
Pelaksanaan tugas kepengawasan dimaksud dilaksanakan secara langsung oleh pengawas. Pengawas dapat meminta sebagian waktu kepada guru untuk untuk menguji sampai di mana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan soal atau instrument yang sudah dibuat. Tugas ini sekaligus menjaring beberapa komponen yang ingin diketahui oleh pengawas, misalnya apakah guru sudah mengajar sesuai Program Semester, Silabus dan RPP, apakah guru benar-benar aktif mengajar, aktif menilai yang dibuktikan dengan hasil nilai dan analisis hasil penilaian, perbaikan dan pengayaan.
Bila guru telah melaksanakan penilaian sebelum dilakukan oleh pengawas kemungkinan akan didapat dua data nilai yang berbeda, dalam hal ini untuk menjaga simpangan, maka kedua data dapat dibandingkan. Pembandingan mungkin dilakukan dengan melihat selisih nilai, soal atau instrument yang dipergunakan, teknik pensekoran, atau pembading lainnya, sehingga nilai yang diperoleh benar-benar objektif tanpa harus merendahkan hasil yang dibuat guru.
Data hasil penilaian yang didapat selanjutnya dianalisis untuk mengetahui seberapa tinggi siswa menguasai kompetensi dasar yang telah diajarkan. Analisis data dapat dilakukan dengan mencari nilai tertinggi, terendah, mean, pengkuadratan, atau konversi konversi lain sehingga validitas data benar-benar terjaga dan mewakili kondisi nyata kemampuan siswa.
Setelah didapat nilai akhir dari penilaian ini dapat segera diketahui kemampuan siswa, sekaligus kemampuan guru. Berdasarkan kondisi hasil belajar yang dicapai siswa akan dapat diberikan pembinaan kepada guru kelemahan kelemahan yang ada yang harus segera dipenuhi. Kepada Kepala Sekolah tentunya juga harus harus diberikan tembusan saran, mengingat yang bertugas menindaklanjuti temuan yang pertama dan utama adalah Kepala Sekolah

11. Mengumpulkan dan mengolah data sumberdaya pendidikan, proses belajar mengajar/bimbingan dan lingkungan sekolah yang berpengaruh terhadap perkembangan dan hasil belajar/bimbingan siswa

Tugas kepengawasan yang ke sebelas ini cukup kompleks, sekurang-kurangnya ada 2 kegiatan, yaitu mengumpulkan dan juga mengolah. Pemahaman dari tugas tersebut adalah menginventarisasi sumberdaya pendidikan, proses belajar mengajar, dan lingkungan sekolah, sesudah terkumpul di olah agar lebih mudah diketahui keberadaannya. Tugas ini akan menghasilkan data tentang hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar.
Sumberdaya pendidikan pendidikan yang ada di sekolah meliputi : Guru, Siswa, Sarana Prasarana, Kurikulum, Managemen Sekolah, Orang Tua/Komite. Proses Belajar Meliputi perangkat-perangkat : Administrasi PBM, Pelaksanaan PBM, antusiasme siswa, gairah kerja guru, supervisi Kepala Sekolah, kerja sama antar guru. Unsur penilaian yang dapat didata adalah instrument penilaian (soal atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran) keseuaian antara KD dengan instrument penilaian, jumlah penilaian yang telah dilaksanakan, proses pelaksanaan penilaian, serta hasil penilaian itu sendiri. Lingkungan sekolah adalah kondisi hubungan antara sekolah dengan masyarakat, orang tua, hubungan antar komponen skeolah serta stake holder lainnya.
Hasil akhir dari proses mengolah dan mengumpulkan sumberdaya pendidikan, PBM dan lingkungan ini adalah tersedianya data yang mudah di baca tentang keberadaan sekolah. Untuk dapat mengetahui kepenuhan pelayanan sekolah dimaksud terhadap masyarakat, maka yang dijadikan ukuran adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan sebagaimana diatur dalam Kepmendiknas 053/U/2001 dan PP Nomor 19 Tahun 2005.
Berdasarkan kedua pedoman tersebut sajian data dapat diberikan kelebihan dari SPM atau kekurangan dari SPM. Sekolah-sekolah diharapkan mampu memberikan pelayanan yang standar. Sekolah harus mengupayakan keterpenuhan SPM dengan melibatkan segenap komponen sekolah. Hal tersebut disebabkan demikian pentingnya standar pelayanan dalam rangka menilai apakah sebuah sekolah sudah memiliki kinerja yang diharapkan atau belum.
Keterpenuhan dan ketidakterpenuhan akan menjadikan bekal bagi pengawas untuk menjustifikasi sekolah secara adil dan proporsional apakah sekolah telah memberikan layanan kepada peserta didik dengan baik atau belum. Misalnya pengawas akan memberikan keputusan satuan pendidikan dinyatakan kurang baik, sementara SPM belum terpenuhi, hal ini akan menjadi keputusan yang tidak adil, mengingat secara mendasar sekolah tersebut memang belum memenuhi standar, bagaimana bisa memenuhi layanan yang baik. Demikian juga jika hendak memberikan keputusan baik, sementara salah satu unsur layanan pendidikan belum terpenuhi, hal ini akan menjadi humor dan preseden buruk bagi dunia pendidikan itu sendiri.
Fungsi lain dari tugas pengumpulan sumberdaya pendidikan ini adalah memberikan masukan bagi pejabat perencana di Dinas Pendidikan Kabupaten bila hendak merencanakan kegiatan atau memenuhi sarana prasarana sekolah yang masih kekurangan. Sekolah-sekolah mana yang masih kekurangan sarana, atau sekolah mana yang kondisi gedung dan perangkat lainnya perlu mendaptkan rehabilitasi, serta diklat apa saja yang harus diberikan kepada guru untuk memenuhi layanan minimal dalam bidang pendidikan.
Data keberadaan sumberdaya pendidikan yang dimiliki sekolah yang disajikan pengawas minimal dapat dimanfaatkan sebagai bahan verifikasi, penyeimbang, bahkan mungkin juga rujukan atas pengumpulan data yang dilakukan birokrasi melalui aparat birokratnya, sehingga dapat menghindari program yang tidak tepat sasaran, tumpang tindih, dan bahkan terjadi penyimpangan.

12. Melaskanakan analisis sederhana hasil belajar/bimbingan siswa dengan cara memperhitungkan beberapa faktor sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar/bimbingan siswa

Tugas ke duabelas ini seperti disinggung pada uraian tugas kesebelas adalah memberikan interpretasi atas hasil belajar siswa dan kemampuan guru berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh atas hasil belajar. Analisis sederhana berarti memberikan penafsiran yang paling sederhana atas sebuah hasil penilaian. Tanpa menggunakan konversi atau teknik pensekoran yang rumit. Hanya dengan melihat satu dua data yang ada kemudian diberikan penafsiran. Sudah barang tentu analisis ini tidak bias disebut sebagai kinerja yang ilmiah, karena dasar penafsirannya pun tidak merujuk pada teori-teori ilmiah.
Suatu contoh didapat data hasil nilai harian siswa yang masih di bawah KKM. Perhatian pengawas selanjutnya tertuju pada factor sumberdaya pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap hasil belajar, yang ada pada satuan pendidikan tersebut, mulai dari guru, sarana belajar, gedung, orang tua, manajemen, dan peranserta masyarakat. Faktor tersebut tidak serta merta dipakai dasar analisis secara menyeluruh, tetapi cukup melihat guru.
Hasil ulangan jelek, bagaimana gurunya, apa tingkat pendidikannya, apakah pernah mengikuti pelatihan, apakah aktif mengikuti KKG, bagaimana keaktivan mengajarnya, apakah dalam mengajar juga didukung dengan administrasi pembelajaran yang sesuai, apakah dalam mengajar juga menggunakan alat peraga, apakah guru sudah menerapkan model pembelajaran modern, dan sejumlah pertanyaan lainnya.
Bila jawaban dari pertanyaan tersebut adalah ya, atau kinerja dan administrasinya baik, maka perhatian ditujukan pada sarana belajar yang ada. Bila jawaban yang didapat adalah tidak atau belum, maka kesimpulannya factor guru yang harus dibenahi. Kelemahan-kelamahan apa yang ada pada guru dicoba dipenuhi melalui proses pembinaan, KKG atau diikutkan pelatihan. Demikianlah proses analisis sederhana dilakukan pengawas.
Sejauh mana analisis tersebut dapat dipertanggungjawabkan? Meski analisis dilakukan secara sederhana, bila dari jawaban pertanyaan tersebut adalah tidak atau belum, maka patut diduga, bahwa yang tidak atau yang belum itulah yang menjadi penyebabnya. Sekurang-kurangnya jawaban tidak atau belum pada diri guru harus diproses agar menjadi ya atau sudah. Bila ternyata sudah ya tetapi hasilnya rendah barulah menginjak pada factor lainnya. Bila semua factor dipenuhi ternyata hasil ulangan masih tetap rendah, maka perlu dicari factor lain yang menjadi penyebab. Hal tersebut sudah menyangkut analisis secara komprehensif.

13. Melaksanakan analisis komprehensif hasil belajar/bimbingan siswa dengan memperhitungkan berbagai factor sumberdaya pendidikan yang lebih kompleks termasuk korelasi kemampuan guru dengan hasil belajar/bombing siswa

Pelaksanaan analisis komprehensif merupakan kelanjutan atau perluasan kerja dari analisis sederhana. Bila analisis sederhana hanya memperhatikan salah satu factor sumberdaya pendidikan, maka pada analisis komprehensif harus dilihat secara keseluruhan. Proses analisis sudah menggunakan konversi-konversi yang sudah disiapkan secara ilmiah, agar hasilnya benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada praktiknya harus dibuat perbandingan dengan membandingkan dua hal, yaitu hasil belajar di satu sisi dan factor sumberdaya pendidikan di sisi yang lain. Untuk dapat membandingkan dengan tepat maka hal dibandingkan harus disamakan lebih dulu. Mengingat yang dibandingkan adalah angka (nilai), maka factor sumberdaya pendidikan juga harus diangkakan. Peng-angka-an inilah yang disebut sebagai penyusunan konversi atau pedoman pensekoran. Perhatikan table berikut :

Nilai Siswa
Nilai Sumberdaya
Sumberdaya
60
10
Guru

10
Sarana Prasarana

10
Kepala sekolah

10
Managemen

10
Peranserta

10
Model Pembelejaran

10
Susana belajar

10
Lingkungan Sekolah
60
70


Dengan membandingkan kedua kondisi di atas dapat dijelaskan : mestinya hasil belajar anak tidak 60, tetapi lebih, mengapa? Karena factor sumberdaya pendidikan ternyata lebih tinggi, dalam arti segala fasilitas terpenuhi. Dalam kondisi tersebut harusnya kembali pada siswa, apakah siswa siswa memiliki minat, motivasi, dalam belajar, bila tidak maka motivasi siswa yang menjadi lahan garapan untuk ditindaklanjuti. Bila motivasi belajar siswa ternyata cukup tinggi, maka harus dikaji, apakah alat penilaian sudah valid dan reliabel.
Hasil sebuah analisis komprehensif bisa beraneka ragam, tergantung hasil belajar yang dianalisis serta factor sumberdaya pendidikan maupun lingkungan yang menjadi bahan analisis. Ada kemungkinan seorang guru yang berpendidikan tinggi tetapi hasil belajar siswa-siswinya rendah, ada juga pendidikan tinggi hasil belajar siswa-siswi juga tinggi. Di bagian lain ada guru yang tingkat pendidilan rendah tetapi hasil belajar siswa-siswinya tinggi atau sebaliknya. Pada kondisi tersebut dapat diteliti korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan hasil belajar siswa, apakah tingkat pendidikan guru mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak. Penelitian korelasi tersebut juga menjadi bagian dari analisis komperehnsif hasil belajar siswa.

14. Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru tentang pelaksanaan proses belajar mengajar/bimbingan siswa

Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru merupakan salah tugas penting dan sangat mendasar yang harus dilakukan oleh pengawas sekolah. Segala kegiatan yang dilakukan oleh pengawas akan bermuara pada pemberian arahan kepada guru termasuk kepala sekolah. Hal tersebut disadari bahwa semua proses pembelajaran yang bertujuan memberikan kompetensi kepada anak didik dilakukan oleh guru. Pengawas sebagai supervisor akademis bertugas mendampingi guru, membimbing dan membina guru agar proses pembelajarannya benar-benar menyentuh kepentingan peserta didik.
Tugas keempat belas tersebut sesungguhnya bagian dari proses yang sudah dikerjakan oleh pengawas sekolah. Pengawas sudah menyusun alat penilaian yang mantap, sudah mengetahui kondisi faktor sumberdaya pendidikan yang ada, sudah menilai hasil belajar siswa. Apapun hasil belajar yang di dapat tentunya harus ditindaklanjuti. Secara sederhana bila hasilnya kurang baik tentunya saran yang diberikan adalah agar guru meningkatkan kinerja agar hasil belajar anak meningkat, sebaliknya bila baik pun tentunya pengawas akan menyarnakan agar dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan.
Dalam konteks tersebut secara prinsip pengawas memiliki peran dan fungsi sebagai kendali kerja para guru untuk selalu bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban. Oleh karenanya, tugas memberikan saran dan bimbingan menjadi sangat mutlak untuk dilaksanakan meskipun proses kerjanya sudah bisa ditebak, dan yang diberi saran mungkin juga orang orang yang sama. Untuk itu, agar pengawas sekolah pandai pandai memilih kalimat yang tepat, persuasif, agar tidak menimbulkan efek yang buruk bagi pengawas maupun guru yang diberi saran.

15. Memberikan contoh pelaksanaan tugas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan siswa.

Rangkaian kerja pengawas setelah memberikan saran tentang pelaksanaan tugas dalam proses belajar mengajar adalah memberi contoh mengajar. Tugas ini harus dilaksanakan oleh pengawas Satuan Pendidikan agar tidak dikatakan cuma bisa memberikan saran tapi tak bisa melaksanakan. Bila ungkapan seperti itu muncul, maka hancurlah martabat pengawas Satuan Pendidikan. Oleh karena itu, pengawas harus siap memberikan contoh melaksanakan proses belajar mengajar bila diminta oleh guru.
Tentunya pemberian contoh melaksanakan proses belajar mengajar ini tidak hanya karena diminta saja, tetapi bila perlu diberikan pada saat pengenalan metode atau teknik yang baru. Misalnya PAKEM, CTL, Jigsaw, yang selama ini belum banyak dikenal. Selain karena alasan-alasan tersebut, disadari atau tidak, masih banyak guru yang dalam melaksanakan proses belajar mengajar tetap mengacu pada pola lama, yang didapat semenjak yang bersangkutan keluar dari sekolah guru, yakni guru mengajar murid belajar. Guru yang seperti demikian, mungkin karena tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan, sehingga tidak mengikuti perkembangan dunia pembelajaran, tidak salah memang, justru pengawas lah yang harus dipersalahkan.
Yang agak menjadi persoalan justru bila berhadapan dengan para guru konservatif yang tidak mudah mau menerima konsep baru. Mereka beranggapan, dia diajar demikian, guru-guru jaman dulu juga mengajar demikian, toh hasilnya juga pintar, bisa menjadi guru. Mereka ini justru yang menjadi penghambat pembaharuan pendidikan. Didiklat berapa kali pun, selama pikiran demikian masih mengikuti, maka tak akan memiliki makna apa-apa.
Memberi contoh mengajar adalah kinerja yang diharapkan, dan sangat baik. Namun demikian hendaklah tetap dilaksanakan dengan penuh pemahaman akan lingkungan. Pahami karakteristik para guru dan Kepala Sekolah sebelum melaksanakan tugas memberikan contoh. Bila tugas ini dilaksanakan dengan gegabah, akhirnya akan merugikan pengawas yang bersangkutan. Apalagi bila ada guru yang cuma ingin menguji kemampuan pengawasnya saja.

16. Memberi saran untuk peningkatan professional guru kepada pimpinan instansi terkait.

Memberikan saran untuk peningkatan Profesional mutlak harus dilakukan oleh pengawas sekolah. Hal tersebut didasarkan pada filosofi, di atas langit masih ada langit, tak ada gading yang tak retak, dan manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu selama hayat dikandung badan. Dalam memberikan saran ini tidak harus berhadapan secara langsung kepada yang bersangkutan, tetapi bisa melalui kepala sekolah dari guru yang bersangkutan.
Peningkatan profesionalisme itu sendiri dapat ditempuh melalui berbagai ragam cara, mungkin dengan melanjutklan pendidikan yang lebih tinggi, sering-sering membaca, memafaatkan dunia internet, melibatkan diri dalam KKG, mengujicobakan teori baru, atau mencoba menemukan sesuatu yang baru dan berguna bagi peningkatan proses belajar mengajar. Hal ini harus dilakukan pengawas, kadang karena sifat-sifat seseorang sebenarnya ingin, tapi karena merasa tidak ada yang menyuruh menjadi berhenti di tengah jalan, kadang mau melakukan tapi karena tidak mendapat respon menjadi undur diri. Dan berbagai tipe manusia lainnya.
Pada akhir-akhir ini, setelah lahirnya Permen tentang sertfikasi guru, ternyata masih banyak guru yang berlum berkualifikasi S-1 atau D-4. saat inilah yang paling tepat untuk memberikan saran dalam meningkatkan profesionalisme, mengingat ada motivasi lain yang menjadi pendorong untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya. Apabila tugas ini dilaksanakan dengan cara cara yang dapat diterima para guru, niscaya kemajuan pendidikan akan dapat segera dicapai.

17. Membina pelaksanaan pemeliharaan lingkungan

Lingkungan sekolah, yang sering diistilahkan dengan wiyata mandala, merupakan salah satu hal yang mewarnai keberhasilan proses pendidikan. Lingkungan sekolah yang kondusif akan mendorong siswa-siswinya dapat belajar maksimal. Sebaliknya lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat proses pembelajaran.
Lingkungan sekolah dapat berbentuk fisik yang berarti segala macam sarana prasarana yang ada yang dapat dimanafaatkan untuk menunjang proses pembelajaran. Selain itu terdapat lingkungan non fisik berupa masyarakat, kultur serta segala sesuatu di luar lingkungan fisik. Baik lingkungan fisik maupun non fisik memiliki kontribusi yang besar dalam menunjang keterlaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan.
Lingkungan fisik secara kasat mata dapat dilihat dengan panca indera. Kondisi kelas yang kotor, sampah yang berserakan, tidak adanya tempat sampah, kondisi halaman yang becek, saluran air yang tak terurus, tanaman-tanaman yang tidak teratur, menjadi indikasi kurang baiknya lingkungan Fisik. Dalam hal ini pengawas sekolah dapat langsung memberikan pembinaan berupa saran-saran untuk memperbaikinya.
Sebaliknya lingkungan non fisik tidak dengan kasat mata tertangkap oleh panca indera. Perasaanlah yang dapat menangkap kultur yang berjalan di lembaga pendidikan, melalui komunikasi, perbincangan dengan dengan guru, Kepala sekola menjadi salah satu cara untuk dapat merasakan kultur yang berjalan di sekolah. Kondisi kultur juga dibinakan oleh pengawas sekolah melalui penciptaan pola-pola komunikasi sambung rasa, keterbukaan managemen, kekeluargaan yang harmonis. Selanjutnya penataan kultur sekolah dapat dikembangkan dengan menjalin hubungan dengan lingkungan sekolah, dalam arti masyarakat di sekitar sekolah.
Kegiatan-kegiatan untuk membina hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar sekolah dapat dilakukan melalui anjangsana ketika hari pertama masuk pada hari raya, pembagian zakat, kunjungan bela sungkawa dan sebagainya. Melalui komunikasi yang berkelanjutan akan dapat diciptakan iklim saling memiliki antara sekolah dengan warga masyarakat.

18. Menyusun laporan hasil pengawasan persekolah

Sebagai konsekwensi dari seluruh kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan adalah menyusun laporan. Berdasarkan laporan akan diketahui hasil pengawasan yang telah dilakukan. Laporan ini selain menjadi bukti kinerja pengawas sekolah juga menjadi laporan atas kondisi sekolah-sekolah yang ada. Berdasarkan laporan juga akan diketahui kelemahan maupun kelebihan sebuah lembaga pendidikan. Hasil laporan inilah yang akan ditindaklanjuti pada program pengawasan semester atau tahun selajutnya.
Hal-hal yang dapat dilaporkan dari hasil pengawasan meliputi : Kondisi gedung dan sarana lainnya, Personalia, KBM, Peranserta, berikut sumberdaya pendidikan lainnya yang memiliki pengaruh atas hasil belajar. Selain itu yang paling krusial adalah hasil belajar siswa, sebagai indikator dari sebuah proses yang dilaksanakan sekolah.
Unsur-unsur tersebut selanjutnya dilaporkan keberadaannya berpedoman pada standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 sebagai rujukan analisis. Kondisi yang tidak di atur dalam PP selanjutnya diungkapkan keberadaannya dalam bentuk analisis kualitatif disertai alasan-alasan dan bukti pendukung yang ada, sehingga dari laporan tersebut terbaca secara jelas kondisi kinerja masing-masing lembaga pendidikan yang ada.
Fungsi laporan tiap-tiap sekolah selajutnya dapat dipakai sebagai pedoman dalam memberikan reference kepada sekolah yang bersangkutan bila akan diberikan bantuan, pembinaan maupun kegiatan lain yang bertujuan meningkatkan mutu sekolah. Dengan dasar yang jelas, maka program kegiatan yang diberikan akan tepat saran sesuai dengan kebutuhan sekolah serta dimungkinkan akan efektif dan efisien.


19. Melakukan evaluasi pengawasan sekolah yang menjadi tanggungjawanya

Berdasarkan laporan pengawasan tiap-tiap sekolah selanjutnya dilakukan evaluasi kekurangan dan kelebihan serta tindaklanjut apa yang akan diberikan. Pengevaluasian ini harus dilakukan secara jujur dan objektif. Objetivitas menjadi kunci validitas tindakan yang akan diberikan. Bila laporan yang diberikan tidak objektiv maka kegiatan tindak lanjut tidak dijamin sesuai sasaran dan kebutuhan, karena data yang diberikan tidak benar.
Objektivitas tidak hanya ditujukan pada data yang diberikan saja, tetapi juga kepada pribadi para pengawas yang memberikan laporan. Misalnya belum diadakan pembinaan, tetapi disampaikan telah diberikan pembinaan, hal ini akan sangat merugikan sekolah yang bersangkutan. Sebab sekolah tersebut mungkin tidak akan tersentuh dengan pembinaan yang seharusnya diterima.
Pertanyaan pengembang yang dapat dimunculkan sehubungan dengan evaluasi hasil pengawasan adalah :
a. Tindakan pembinaan apa saja yang telah dilakukan terhadap sekolah
b. bagaimana kondisi Siswa, Guru, sarana, managemen, PSM, lingkungan pada sekolah X setelah diberikan pembinaan?
c. apakah kondisi yang ada telah memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan?
d. apa yang harus dilakukan sehubungan dengan kondisi tersebut?
Pelaporan tentang kondisi tersebut harus disertai analisis yang tepat, mislanya jumlah guru kelas berapa, seharusnya berapa, sehingga kurang berapa, berapa guru yang berkualifikasi diploma 4, seharusnya berapa, sehingga kurang berapa, dan apa tindak lanjutnya. Analisis inilah yang sangat penting diberikan agar tindaklanjut yang akan diberikan benar-benar dapat memberikan penyelesaian pada sekolah yang bersangkutan.

20. Membina pelaksanaan pengelolaan sekolah

Membina pelaksanaan sekolah sebgaaimana tugas yang keduapuluhsatu ini ini berbeda dengan tugas pembinaan pembinaan sebelumnya yang sifatnya parsial dan tertuju pada person-person tertentu serta unsur sumberdaya pendidikan yang terpisah. Pembinaan pelaksanaan pengelollan sekolah ini sifatnya lebih komprehensif karena didasarkan hasil pengawasan secara komprehensif. Sudut pandang pengawas dalam memberikan pembinaan juga lebih universal terkait dengan pengembangan sekolah lebih lanjut.
Pembinaan ini merupakan akumulasi dari sejumlah pembinaan mulai dari KBM, peningkatan professional, lingkungan yang telah dilakukan untuk kemudian didaur ulang berdasarkan hasil pengawasan dan analisis secara komprehensif. Oleh karena itu, wawasan ke depan, kaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional dan pemberdayaan sekolah secara konseptual, menjadi dasar dalam pelaksanaan pembinaan.
Sudah barang tentu pelaksanaan tugas ini memerlukan infomasi kekinian. Perkembangan dunia pendidikan ter mutakhir serta kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan harus dipahami dan dikuasai pengawas sekolah agar pembinaan yang diberikan benar-benar berdampak. Selain itu juga terkait peraturan perundang-undangan yang selalu muncul sebagai pedoman pengelolaan sekolah. Sekolah wajib tahu, karena dasar pelaksanaan kerja adalah aturan.
Informasi yang tidak kurang penting adalah prediksi kondisi yang akan muncul ke depan yang harus disiapkan oleh sekolah. Berdasarkan prediksi kemungkinan maupun kecenderungan ke depan, sekolah dapat menyiapkan segala sesuatunya agar komponen sekolah tidak mengalami shockculture, menghadapi kemungkinan perubahan yang akan terjadi.

21. Memantau dan membimbing pelaksanaan peserta didik baru di TK-SD

Tugas ini secara hitam putih lepas dari rugas-tugas pembinaan sebelumnya, namun demikian karena peserta didik adalah bagian dari komponen sekolah, maka akan terus memiliki kaitan. Memantau berarti melihat dari jarak pandang tertentu proses penerimaan peserta didik yang dilakukan oleh sekolah. Setelah dari hasil pantauan didapatkan informasi, selanjutnya dilakukan pembinaan seperlunya.
Pembinaan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru di TK maupun SD tentu tidak sama dengan yang ada di SMP atau SMU. Pembinaan ini lebih banyak ditujukan pada komponen administratsi yang nantinya dipakai sebagai bekal dalam mengikuti akreditasi sekolah. Pembinaan teknis lainnya hanya ditujukan pada sekolah dengan kasus khusus, misalnya sekolah se halaman, harus bagaimana dalam menata murid baru agar jumlah murid merata secara kuantitas maupun kualitas di antara dua sekolah.
Salah satu hal juga juga bisa dibinakan adalah jika ditemukan peserta didik dengan kelainan tertentu. Seringkali orang tua tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi putra putrinya. Misalnya seorang anak diduga mengalami keterbelakangan mental, guru sudah menyarankan untuk memasukkan ke sekolah dasar luar biasa, namun orang tua masih memaksakan kehendak dengan berbagai alasan. Untuk ini sekolah harus benar-benar mampu mengatasi dengan cara cara yang mendidik dan tidak membuat orang tua tersinggung.

22. Memantau dan mebimbing pelaksanaan UAS/UASBN

Memantau dan membimbing pelaksanaan US/UASBN merupakan kegiatan panjang yang harus dilakukan pengawas. Kegiatan ini tidak serta merta hanya dilakukan satu dua minggu sebelum dan sesudah US/UASBN, tetapi mungkin enam bulan sebelumnya harus dilakukan terkait dengan proses membimbing. Hasil US/UASBN memegang peran penting sebagai indikasi keberhasilan sekolah secara sederhana, meskipun kadang masyarakat memandangnya, sebagai indikator keseluruhan. Mengapa demikian, karena ukuran-ukuran yang diberikan msyarakat juga cukup sederhana saja, yakni hasil UASBN, jumlah siswa yang diterima di sekolah negeri, dan sebagainya.
Proses pembimbingan US/UASBN tidak saja menyentuh persoalan administrasi mulai dari SK-SK hingga penyusunan anggaran. Yang lebih penting adalah strategi penyiapan siswa dalam menghadapi US/UASBN. Disadari atau tidak, ada beberapa kelemahan mendasar yang selama ini terjadi di sekolah. Boleh jadi semua materi dalam kurikulum telah tersanmpaikan secara mutlak, tetapi apakah penyampaian tersebut menjamin pemahaman siswa secara keseluruhah, apakah penyajian materi sudah sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar yang ada, dan apakah materi yang disajikan akan dipertanyakan dalam UASBN, inilah yang seharus menjadi bahan kajian.
Untuk itu pengawas sekolah harus menyiapkannya mulai strategi penguasaan materi, strategi memprediksi soal yang keluar, analisis tentang kemampuan masing-masing anak, serta hal-hal teknis agar peserta UAS/UASBN dapat lulus dengan nilai yang menggembirakan. Persiapan tersebut harus direncanakan dalam pembinaan sehingga sekolah dapat melaksanakannya agar semua siswa berhasil lulus dalam UAS/UASBN.
Terkait dengan UAS/UASBN adalah kelanjutan anak-anak yang sudah lulus. Pengawas diharapkan menyediakan informasi yang tepat bagi sekolah untuk memberi pengarahan kepada anak didik, ke mana harus melajutkan sekolah. Oleh karena itu, keikutsertaan sekolah dalam Tryout yang diadakan oleh pengawas maupun lembaga penyelenggara tryout dapat dijasikan bahan untuk memberikan pengarahan. Dalam hal ini dituntut peran serta aktif pengawas sekolah untuk mengakses informasi yang diperlukan sekolah.

23. Memberikan saran penyelesaian kasus khusus di sekolah
Setiap sekolah pasti memiliki permasalahan, baik kecil atau besar, baik mendasar atau masalah-masalah yang sifatnya umum. Saran penyelesaian masalah di sini sifatnya khusus, berbeda dengan permasalahan pada umumnya. Misalnya masalah-masalah yang terkait dengan pengembangan sekolah yang terganjal dengan situasi masyarakat, Masalah kekurangn dana pendidikan, masalah hubungan sosial antar guru, serta mungkin kedisiplinan guru yang rendah. Masalah-masalah umum yang dihadapi sekolah misalnya disiplin siswa, perkelahian antar anak, mungkin merupakan masalah sehari-hari, yang tugas dan tanggungjawabnya sudah melekat pada masing masing guru.
Terhadap adanya masalah khusus ini, pengawas harus memiliki kepekaan terhadap situasi yang ada. Sebab meskipun kelihatannya kecil dan sederhana bila dibiarkan akan menjadi besar dan sulit di atasi. Oleh karena ini, yang terbaik adalah menjemput bola, dalam arti tidak mencoba menyulut permasalahan, tetapi mengkomunisasikan permasalahan dengan Kepala Sekolah secara persuasive serta sedapat mungkin mengatasinya di tingkat sekolah. Yang penting ada tindakan nyata yang harus diambil kepala sekolah dan dapat dibuktikan secara hitam di atas putih.
Secara teknis pemecahan masalah harus dimulai dari pemahaman akan masalah yang ada secara menyeluruh, menemukan akar permasalahan, menentukan dugaan penyebab permasalahan, menentukan alternative pemecahan serta memilih alternative untuk melangkah mengatasi masalah. Langkah analisis tersebut disampaikan kepada kepala Sekolah dengan cara berdiskusi (bukan dengan instruksi), mengingat bagaimana pun juga Kepala Sekolah yang lebih memahami permasalahan yang ada beserta latar belakang terjadinya masalah. Cara berdiskusi ini dilakukan agar tidak terkesan menggurui dan tidak menyinggung perasaan Kepala Sekolah. Sekali lagi, tugas penyelesaian ini adalah tanggungjawab Kepala Sekolah, bukan tanggungjawab pengawas sekolah.
Bila ternyata atas saran pengawas permasalahan yang ada dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah menjaga kondisi yang sudah tidak bermasalah agar bertahan lama. Tindakan ini dimaksudkan sebagai pencegahan setelah mengetahui akar permasalahan. Tindakan pencegahan ini sedapat mungkin menghapuskan akar penyebab permasalahan, sehingga tidak tumbuh lagi pada situasi dan kondisi yang berbeda.

24. Memberikan bahan peniaian dalam rangka akreditasi skeolah

Memberikan bahan penilaian dalam rangka akreditasi ini dimaksudkan sebagai rekomendasi terhadap Kepala Dinas guna menentukan sekolah-sekolah mana yang layak untuk diakreditasi dan sekolah mana yang belum. Mengapa demikian, faktanya banyak sekali sekolah yang seharusnya belum layak untuk diakreditasi tetapi dipaksakan untuk akreditasi. Akibatnya guru maupun kepala sekolah berkerja keras untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan dalam komponen akreditasi serta menciptakan bukti fisik secara instan. Upaya ini menjadi sangat berat bagi guru maupun Kepala sekolah, mengingat penyiapan ini memakan biaya yang tidak sedikit.
Idealnya akreditasi dilaksanakan secara bertahap sampai sekolah berdasarkan komponen-komponen yang ada layak untuk diakreditasi. Bila dilaksanakan demikian, maka hasilnya akan lebih alamiah, jujur, serta benar-benar objektif sesuai dengan kinerja yang dilaksanakan. Hasil akreditasi pun objektif serta layak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan tujuan akreditasi. Peringkat yang diberikan kepada sekolah juga sesuai dengan kondisi yang ada, baik secara fisik dan administrasi. Kemampuan personal juga benar-benar otentik sesuai peringkat yang di dapat.
Tugas yang demikian seyogyanya dilakukan sejak awal, bagian demi bagian, hingga menyeluruh. Setiap bagaian yang telah terselesaikan kemudian diimplementasikan secara nyata. Misalnya guru melaskanakan pembelajaran di luar kelas untuk mata pelajaran tertentu, guru harus melaksanakan lebih dulu, apa yang telah dilaksanakan kemudian dicatat dalam sebuah dokumentasi, sehingga pemahaman akan makna pertanyaan pada instrument evaluasi diri akreditasi lebih tepat.

25. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan per mata pelajaran/bimbingan siswa dari seluruh sekolah

Pelasksanaan tugas yang keduapuluh lima ini pada dasarnya merupakan pemilahan dari penyusunan laporan hasil pengawasan perkolah yang menjadi tanggungjawabnya. Bila pada laporan hasil pengawasan per sekolah sifatnya menyeluruh dari seluruh unsur yang ada di sekolah, untuk laporan pengawasan per mata pelajaran khusus hanya nilai pada masing-masing mata pelajaran dari seluruh sekolah. Melalui tugas ini akan dapat hasil berupa potret kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk masing-masing mata pelajaran
Hasil akhir nantinya berupa laporan tentang hasil pengawasan terhadap keterlaksanaan tiap-tiap mata pelajaran dari keseluruhan sekolah. Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang mata pelajaran mana yang hasil belajar siswa siswinya menunjukkan angka yang memuaskan dan tidak. Hasil ini dapat dimanfaatkan untuk memberi masukan dalam penyusunan program pelatihan yang ditujukan untuk tiap mata pelajaran. Dalam rangkaian laporan yang berurutan akan diketahui mata pelajaran mana saja yang segera harus mendapatkan penanganan, materi mana saja yang masih bisa ditunda penangannya mengingat hasil evaluasi masih cukup baik.
Selain hasil belajar pada tiap-tiap mata pelajaran di tiap sekolah juga akan diketahui sebaran kemampuan siswa dan guru dalam satu wilayah kepengawasan. Tentu saja hasil ini juga menjadi bahan pertimbangan dalam rangka meratakan kemapuan guru pada tiap-tiap sekolah. Sekolah mana surplus kemampuan guru dalam bidang tertentu, dan sekolah mana yang kurang sama sekali. Oleh karena itu pelaksanaan tugas ini amat penting dalam rangka menjaga kualitas layanan pada masing-masing sekolah

26. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan seluruh mata pelajaran/bimbingan siswa dari sleuruh sekolah

Tugas keduapuluh enam ini merupakan tugas terakhir pada unsur kepengawasan sekolah. Tugas ini merupakan kelanjutan dari tugas keduapuluh lima. Bila pada poin ke duapuluhlima di atas, mengevaluasi hasil pengawasan tiap mata pelajaran dari seluruh sekolah, tugas keduapuluhenam ini dirangkum menjadi satu. Hasilnya merupakan komulatif hasil pengawasan seluruh mata pelajaran, yang berupa rerata angka tiap mata pelajaran yang dihimpun dari seluruh sekolah.
Angka rerata yang diperoleh dari tiap mata pelajaran dari seluruh sekolah bila dikomulasikan lagi akan menjadi angka tarap ketercapaian pembelajaran tiap mata pelajaran dalam satu wilayah kepengawasan. Besarnya angka rerata ini akan menjadi indikasi sejauh mana pelaksanaan pembelajaran di tiap-tiap wilayah kepengawasan sekolah. Angka ini dapat dijadikan pedoman dasar untu meningkatkan mutu pembelajaran secara komulatif dalam bentuk kebijakan umum.

2.2 Ikhtisar
Berdasarkan pemahaman akan tugas kepengawasan sekolah, secara prinsip tugas kepengawasan sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menyusun Program Pengawasan, meliputi kegiatan-kegiatan:
a. mengidentifikasi hasil pengawasan
b. mengolah dan menganalisis hasil pengawasan
c. merumuskan rancangan program
d. memantapkan dan menyempurnakan program
e. menyusun program pengawasan
2. Melaksanakan Penilaian Hasil Belajar, meliputi kegiatan:
a. menyusun kisis-kisi/instrumen
b. menyusun butir soal/instrument
c. melaksanakan uji coba soal/instrument
d. menilai, mengolah dan menagalisis nilai baik sederhana maupun komprehensif
3. Mengumpulkan data sumberdaya pendidikan
4. Membina sekolah, terdiri atas kegiatan:
a. memberikan saran pelaksanaan KBM
b. memberi contoh mengajar
c. memberi saran peningkatan kemampuan
d. membina pemeliharaan lingkungan
e. membina pengelolaan sekolah
f. memberi saran pemecahan kasus khusus
g. memantau dan mebimbing pelaksanaan UAS/UASBN
5. Menyusun laporan kepengawasan
a. menyusun laporan pengawasan per sekolah
b. melaskanakan evaluasi hasil pengawasan
c. melaskanakan evaluasi pengawasan per mata pelajaran per sekolah dan per mata pelajaran dari seluruh sekolah
d. memberikan bahan akreditasi sekolah
6. Melaksanakan tugas lain yang menjaid tanggungjawab
a. memantau dan membimbing PPDB
b. melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan



























BAB III
MEKANISME PENGAWASAN

Pengawasan sekolah dilaksanakan oleh pengawas sekolah sesuai dengan jenjang dan jenisnya berdasarkan mekanisme yang dibuat oleh pengawas yang bersangkutan. Urutan kegiatan tidak dapat dipaksakan harus sama, mengingat setiap pengawas memiliki kewenangan memilih metode yang tepat dalam pelaksanaan tugasnya. Yang terpenting adalah hasil akhir berupa laporan yang dapat memberikan informasi secara tepat, benar, akuntabel, dan dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Mengatur mekanisme pengawasan dapat dilaksanakan dengan mendasarkan diri pada jenis penugasan yang diberikan oleh koordinator pengawas sekolah, namun tidak menutup kemungkinan pengaturan tersebut diserahkan kepada masing-masing pengawas. Untuk itu perlu kiranya memahami mekanisme kerja yang akan dilaksanakan, sebagaimana diuraikan berikut ini:

3.1 Penjadwalan
Mekanisme pelaksanaan pengawasan pada dasarnya selalu dimulai dari penyusunan program. Mengapa diawali dengan pendjawalan? Pada prinsipnya yang diprogramkan dalam penyusunan program kepengawasan adalah tugas pokok pengawasan ditambah tugas lain yang diberikan oleh koordinator pengawas. Tugas-tugas tersebut dari tahun ke tahun akan selalu sama dan seragam. Yang tidak sama adalah penajaman masing-masing tugas pokok sesuai dengan situasi permasalahan pada tiap-tiap sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Pada program kerja tertera membina pelaksanaan proses belajar mengajar, pada pelaskanaannya antara sekolah satu dengan sekolah lain menjadi berbeda ketika pemahaman guru pada unsur pembelajaran tidak sama. Mungkin di sekolah A baru dibinakan tentang pembelajaran PAKEM, tetapi di sekolah B sudah sampai pada TGT, STAD, dan sebagainya. Untuk itu perlu dipahami bahwa program kerja bisa sama tetapi penjabarannya selalu berbeda.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka program kerja dimulai dari penjadwalan kegiatan supaya benar-benar dapat dilaksanakan tanpa mengalami perubahan di tengah pelaksanaan. Penyusunan jadwal kepengawasan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari jenis tugas yang akan dilaksanakan. Sebagaimana dalam ikhtisar tugas kepengawasan, maka penjadwalan akan dimulai dari penyusunan program, melaksanakan penilain dan dapat dilakukan bersama dengan pengumpulan data sumberdaya pendidikan, pembinaan dan kemudian menyusun laporan. Sedangkan pelaksanaan tugas khusus dilaksanakan pada awal tahun pelajaran.
Bila melihat susunan tugas pokok, maka dapat direntangkan bulan pelaksanaan kegiatan dengan jenis kegiatan pengawasan yang akan dilakukan. Secara sederhana, proses pembinaan dan penilaian tentu dilakukan di antara bulan kedua sampai kelima ( semester 1 terdiri dari 6 bulan, semester 2 juga 6 bulan), pengumpulan data sumberdaya pendidikan dapat dilakukan bersama-sama pembinaan dan penilaian hingga berakhir pada saat pelaporan, sedang penyusunan program dapat dilakukan sebelum bulan pertama pelaksanaan tugas kepengawasan. Penjelasan yang lebih rinci dapat dilihat pada petunjuk pelaksanaan pengawasan sekolah.

2.2 Penyusunan Instrumen Pengawasan
Kegiatan yang selalu mengikuti pelaksanaan pengawassan adalah menyusun instrument pengawasan. Instrumen adalah alat yang dipergunakan dalam rangka mengumpulkan data pengawasan. Dengan demikian setiap melaksanakan kerja pengawas selalu membawa instrument. Tergantung tugas kepengawasan apa yang akan dilaksanakan. Alat pencatat ini selain sebagai bukti fisik bahwa pengawasan telah dilakukan juga sebagai sarana pendokumentasian data yang sewaktu-waktu siap untuk dianalisis.
Macam instrument pengawasn dibedakan berdasarkan jenis data yang akan diambil. Ada instrument yang hanya tempat mencatat data dan sudah jadi, tetapi ada instrument yang masih berproses. Data sumberdaya pendidikan yang berupa benda mati kebanyakan merupakan data final, sedangkan data yang diambil dari benda hidup kebanyakan harus berproses sebelum difinalkan. Sebagai contoh catatan tentang jumlah buku, alat peraga, ruang dan gedung, sudah pasti menjadi data final, sedangkan data pengamatan proses belajar mengajar, data instrument penilaian unjuk kerja siswa, merupakan data mentah yang harus tetap dimatangkan.
Berdasarkan kebutuhan akan pencatatan data tersebut instrument dapat dikelompokkkan menjadi instrument data final dan instrument data berproses. Instrumen data final meliputi:
1. format pengamatan, berupa kolom-kolom yang sudah terisi beberapa catatan namun masih harus dilengkapi dengan melaksanakan pengamatan
2. format pencatatan, berupa kolom-kolom yang masih dalam keadaan kosong, hanya terisi pada bagian judul kolom saja.
3. gabungan antara format pencatatan dan pengamatan
Sedangkan instrument data berproses meliputi :
1. angket terbuka maupun tertutup
2. kuisioner
3. daftar pertanyaan untuk wawancara
4. daftar pertanyaan untuk pengamatan

2.3 Pelaksanaan Kerja Pengawasan
Langkah pengawasan berikutnya setelah tersusun jadwal dan instrument adalah mengumpulkan data sesuai dengan tugas kepengawasan, misalnya mulai menilai, mengumpulkan data sumber daya pendidikan, membina maupun mengadakan pemantauan. Pelaksanaan kerja ini dilakukan pengawas melalui berbagai teknik mulai dari Kunjungan Kelas, Percakapan Pribadi, Rapat rutin, Kunjungan Sekolah, atau teknik lain yang sudah ditentukan antara pengawas dan guru atau Kepala Sekolah.
Pelaksanaan kerja kepengawasan dilakukan oleh pengawas sesuai wilayah kerja yang menjadi tanggungjawabnya, namun demikian untuk pengawas yang ada dalam satu wilayah kecamatan, bisa juga wilayah hanya berhubungan dengan administrasi pembelajaran, sedangkan pembinaan dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, ini pelaksanaan kerja pengawasan ini agar ditata sebaik mungkin demi terlaksananya pekerjaan.
Untuk tugas tugas kepengawasan yang terkait dengan pembinaan, supervisi kelas, pemberian contoh mengajar, sangat tepat bila dijadwalkan lebih dulu dan jadwal ini disampaikan kepada guru atau Kepala sekolah, sedangkan pengawasan yang bertujuan mengetahui tingkat kedisiplinan dalam pelaksanaan pembelajaran, dapat dilakukan model sidak.










































BAB IV
PELAPORAN HASIL PENGAWASAN

Bagian terakhir dari proses pengawasan yang telah dilakukan adalah penyusunan laporan hasil pengawasan sekolah. Berdasarkan petunjuk teknis jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, laporan pengawasan sekolah diberikan pada akhir semester. Untuk dapat menyusun laporan hasil pengawasan dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

4.1 Pengelompokan Data
Proses penyusunan laporan pengawasan dimulai dari pengelompokan data, mengingat data sudah terkumpul melalui proses pengawasan yang sudah dilakukan. Pengelompokan data dimaksudkan untuk memilah-milah data sesuai kebutuhan. Misalnya misalnya dalam satu sekolah diperoleh berbagai macam data, mulai guru, sarana, KBM, nilai siswa, yang masih bercampur dari tiap-tiap kelas serta dalam berbagai instrumen. Selain itu kemungkinan masih bercampur dengan data dari sekolah lain, apabila format yang ada mungkin dipakai untuk bebeberapa sekolah.
Pengelompokan data ini sangat penting untuk dilakukan agar data benar-benar otentik, sesuai sumber data. Kelemahan-kelemahan dalam penyusunan instrument akan diketahui apabila ditemui kesulitan dalam mengelompokkan data. Apabila data telah tekelompokkan sesuai dengan kebutuhan, maka analisis data siap dilakukan.

4.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan data yang telah terkelompokkan. Untuk dapat mengalisis data dengan tepat maka dapat dipakai berbagai pedoman yang berbeda menurut jenis data. Untuk menganalisia kondisi sumberdaya pendidikan khususnya guru, maka pedoman yang dipakai menganlisis adalah Standar Tenaga Kependidikan, Untuk data sarana dan prasarana, maka Standar Sarana dapat dipakai sebagai ukuran. Adapun untuk data nilai, maka KKM sekolah yang dijadikan pedoman analisis.
Selanjutnya untuk dapat memberikan informasi tentang korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan hasil belajar siswa, baik per sekolah maupun dari seluruh sekolah dapat dimanfaatkan rumusan statistis Korelasi Prodak Moment dengan berbagai macam variasinya, untuk mendapatkan hasil dari perbandingan penggunaan metode, dapat dipergunakan T-Tes, atau X2. Teknik-teknik analisis tersebut dipilih sesuai jenis data da peruntukan hasil, bukan semata-mata hasil yang dirapakan, agar objektivitas hasil analisis tetap terjaga

4.3 Penyajian Laporan
Setelah data dianalisis, diberikan tafsiran, akhirnya disajikan dalam bentuk laporan. Bentuk dan format laporan hasil pengawasan sekolah telah diatur di dalam Kepmendikbud Nomor 020/U/1998. Dengan demikian Kepmen itulah yang harus dipedomani dalam memberikan laporan. Sebagai pedoman lain, bahwa pada prinsipnya laporan harus jelas, dapat dipahami dengan mudah, tidak menimbulkan penafsiran ganda dari pembacanya, serta harus jujur sesuai dengan kondisi yang ada.
4.4 Tindaklanjut Pengawasan
Setiap usai pelaporan hasil pengawasan langkah berikutnya adalah menentukan tindaklanjut hasil pengawasan. Tindak lanjut atas kekurangan adalah pembinaan terhadap subjek yang mengalami kelemahan. Sedangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki subjek pengawasan tidaklanjutnya berupa pemantapan kinerja. Namun demikian ada kelemahan yang tidak serta merta dapat dipenuhi oleh Pengawas, misalnya kekurangan guru, telah rusaknya gedung sekolah, kurangnya mebeler, dan sebagainya. Menghadapi kenyataan tersebut pengawas hanya mampu memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti.
Kelemahan-kelemahan yang menyangkut penyimpangan khususnya keuangan maka ditempuh mekanisme lain yang tidak menjadi wewenang pengawas sekolah. Pengawas sekolah hanya bertugas memberikan laporan, sementara tindaklanjutnya, ada pada Dinas atau Badan Pengawas Kabupaten. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan pekerjaan.
Tindaklanjut berupa pembinaan dari pengawas sekolah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok pengawas sekolah yaitu membina dan menilai. Penilaian kinerja oleh pengawas ini memiliki manfaat yang besar, misalnya dalam rangka menemukan guru-guru yang potensial untuk menangani tugas-tugas pembinaan siswa bila dibutuhkan, pengiriman untuk pelatihan dan pengimbasan termasuk pencalonan Kepala Sekolah.




























BAB V
PENUTUP


Pedoman pelaksanaan pengawasan sangat penting dibuat untuk dipedomani setiap pengawas dalam melaskanakan kerja pengawasan. Dengan adanya pedoman pengawasan yang benar-benar dipedomani berarti ada quality control yang baku dalam kinerja kepengawasan. Tanpa adanya quality control yang mengatur kinerja, maka profesionalisme pekerjaan menjadi diragukan. Oleh karena itu adanya pedoman pelaksanaan pengawasan seyogyanya memang harus dipedomani.
Munculnya pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah ini bila telah dilaksanakan, maka performance yang tampak adalah semua pengawas sekolah memiliki persepsi yang sama terhadap kinerja dan unsur kepengawasan. Tidak ada perbedaan persepsi yang memunculkan keraguan pada pihak-pihak yang diawasi. Oleh karena itu, dengan adanya pedoman diharapkan dapat menutupi kelemahan kelemahan pribadi seorang pengawas bila memang terjadi.
Semoga bermanfaat dalam berkah Allah Yang Maha Kuasa. Amiin.





























Daftar Bacaan


a. Undang-undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Undang-undang No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah
c. PP No. 20/2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
d. PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Kepmenpan Nomor 118 Tahun 1998 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Kepmendiknas Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis
f. KepMenPAN No. 91/Kep/MenPAN/10/2001 Tentang Jabatan fungsional Pengawas
g. KepMendiknas No. 097/U/2002 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Pembina Pemuda dan Olahraga
h. Kepmendiknas Nomor 18 Tahun 2005 tentang Angka Kredit Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah
i. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
j. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
k. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Peraturan Pelaksanaam Permendiknas 22 Tahun 2007
l. Permendiknas Nomor 19Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
m. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
n. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 7/2004 Tentang Pedoman Pengawasan Pendidikan Propinsi Jawa Timur
o. Perda Kabupaten Jombang Nomor 30 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar